Keluar Penjara Kasus Korupsi, Eks Bupati Bener Meriah Masuk Bui Lagi karena Jual Kulit Harimau
Kasus perdagangan kulit harimau menjerat Ahmadi, bekas Bupati Bener Meriah, Aceh, yang kembali masuk penjara. Pada 2018, dia divonis 3 tahun penjara karena tersandung kasus korupsi dana otonomi khusus.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SIMPANG TIGA REDELONG, KOMPAS — Ahmadi, bekas Bupati Bener Meriah, Aceh, yang pernah dipenjara karena korupsi, kembali masuk bui. Terlibat perdagangan kulit harimau sumatera, dia divonis 1 tahun 6 bulan.
Pembacaan putusan dilakukan pada Kamis (13/4/2023) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah. Ahmadi hadir sebagai terdakwa tanpa didampingi tim kuasa hukum.
Vonis hakim lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa 2 tahun 6 bulan penjara. Selain vonis kurungan, Ahmadi juga wajib membayar denda Rp 100 juta.
Ahmadi dan kedua pelaku lain ditangkap petugas Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 24 Mei 2022 di Kecamatan Pondok Baru, Bener Meriah.
Di dalam mobil pelaku ditemukan sehelai kulit dan satu paket tulang belulang satwa lindung harimau sumatera. Dua pelaku lain, Suryadi dan Iskandar, divonis lebih dulu.
Bagi Ahmadi, ini kedua kalinya dia masuk penjara. Pada 2018, Ahmadi divonis 3 tahun penjara. Ia terlibat korupsi dana otonomi khusus bersama bekas Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Subhan mengatakan, vonis terhadap Ahmadi terlalu rendah.
”Kami sebenarnya berharap putusan hakim lebih tinggi agar dapat menimbulkan efek jera. Apalagi (Ahmadi) adalah mantan pejabat publik dan pernah dipenjara untuk pidana lain,” kata Subhan.
Meski demikian, Subhan merasa lega akhirnya penegakan hukum terhadap perkara Ahmadi tuntas. Alasannya, terjadi polemik dalam penegakan hukum kasus itu. Vonis baru muncul setelah Ahmadi ditangkap 11 bulan lalu.
Kepala Seksi Penerangan Hukum di Kejaksaan Tinggi Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan, meski hukuman lebih rendah daripada tuntutan, pihaknya belum memutuskan akan mengajukan banding atau tidak.
Sementara Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Afifuddin mengatakan, vonis terhadap Ahmadi sangat rendah dibandingkan dengan perkara satwa lindung yang lain.
Dia mencontohkan kasus perkara perdagangan kulit harimau dengan terdakwa MAS dan SH pada 2022 di Bener Meriah. Keduanya divonis 2 tahun 6 bulan penjara.
Hukuman pada Ahmadi setara vonis terhadap pemburu babi yang menjerat harimau di Aceh Timur pada April 2022.
”Ahmadi bukan warga biasa, dia eks pejabat publik, mengerti hukum, dan pernah masuk penjara, seharusnya vonisnya maksimal,” kata Afifuddin.
Perburuan dan perdagangan harimau sumatera menjadi salah satu pemicu menyusutnya populasi harimau di Indonesia. Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) mencatat, sepanjang 2019-2022 kasus perburuan dan perdagangan satwa lindung di Aceh yang ditangani aparat penegak hukum mencapai 50 perkara.
LSGK juga mencatat, satwa yang paling banyak diburu adalah harimau sumatera, gajah sumatera, orangutan sumatera, tenggiling, dan burung rangkong. Khusus harimau sumatera, tercatat 19 individu mati dalam tiga tahun terakhir.