Pemburu Babi yang Menyebabkan Kematian Harimau Divonis 16 Bulan Penjara
Dua terdakwa dalam perkara kematian tiga harimau sumatera di Aceh divonis masing-masing 16 bulan penjara. Mereka dinilai bersalah karena jerat yang dipasang untuk babi justru menyebabkan kematian satwa lindung.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
DOK POLRES ACEH TIMUR
Dua dari tiga harimau sumatera yang mati karena terkena jerat sling di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Minggu (24/4/2022).
IDI RAYEUK, KOMPAS — Juda Pasaribu (38) dan Josep Meha (56), dua terdakwa dalam perkara kematian tiga harimau sumatera di Aceh, divonis masing-masing 16 bulan penjara. Mereka dinilai bersalah karena jerat yang dipasang untuk babi justru menyebabkan kematian satwa lindung tersebut.
Sidang pembacaan putusan terhadap kedua terdakwa berlangsung pada Senin (26/9/2022) di Pengadilan Negeri Idi, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Kedua terdakwa mengikuti sidang secara daring. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Apriyanti dengan didampingi dua anggota, yakni Zaki Anwar dan Wahyu Diherpan.
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 21 Ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Selain pidana 1 tahun 4 bulan penjara, hakim juga menjatuhkan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan kepada kedua terdakwa. Kini keduanya ditahan di Lapas Kelas IIB Idi.
Putusan hakim tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yakni 2 tahun 6 bulan. Keduanya dijerat dengan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena telah menyebabkan kematian tiga harimau sumatera.
Pada Minggu (24/4/2022), tiga harimau ditemukan mati di dalam area perkebunan sawit di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur. Ketiga harimau itu mati karena terjerat sling baja yang dipasangi terdakwa untuk memburu babi.
Kepada penyidik, kedua terdakwa mengaku memasang sling untuk memburu babi, bukan untuk memburu harimau. Meski demikian, mereka dianggap bersalah karena atas perbuatannya menyebabkan kematian satwa lindung.
Pemasangan jerat babi di jalur jelajah harimau menjadi ancaman terhadap keberlangsungan hidup satwa lindung itu. Peristiwa serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Aceh Selatan saat dua harimau mati karena terkena jerat babi. Hingga kini, proses hukum terhadap kasus itu masih berjalan.
IGNATIUS DANU KUSWORO
Dua harimau sumatera ditemukan mati di kawasan hutan Gampong Ibuboeh, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan, Aceh, Rabu (25/8/2021).
Manajer Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) Missi Muizzan menuturkan, vonis terhadap kedua terdakwa tergolong tinggi. LSGK adalah organisasi yang fokus pada konservasi dan penegakan hukum.
Dia menilai putusan hakim sudah sesuai dengan perkara. Meski kedua terdakwa tidak sengaja, tetapi kematian satwa lindung harus diproses hukum. ”Penanganan perkara bukan tentang tinggi-rendah vonis yang dijatuhkan, tetapi adil bagi semua pihak,” kata Missi.
Missi berharap vonis tersebut memberikan efek jera, bukan hanya bagi terdakwa, melainkan juga warga lain. ”Setiap perbuatan yang menyebabkan kematian terhadap satwa lindung ada konsekuensi hukum,” ujarnya.
LSGK mencatat, sepanjang 2019 hingga 2022, kasus perburuan dan perdagangan satwa lindung di Aceh yang ditangani aparat penegak hukum mencapai 50 perkara. Vonis terhadap terdakwa dinilai tinggi, tetapi pencegahan masih lemah.
LSGK juga mencatat, satwa yang paling banyak diburu adalah harimau sumatera, gajah sumatera, orangutan sumatera, tenggiling, dan burung rangkong. ”Harimau paling banyak diburu. Tiga tahun, 19 individu mati. Sebagian sengaja diburu, ada juga yang terkena jerat pemburu babi,” kata Missi.
Sebelumnya, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Subhan mengatakan, selain penegakan hukum, aspek pencegahan juga harus diperkuat. ”Penegakan hukum adalah upaya terakhir untuk menyelamatkan satwa lindung,” katanya.