Korupsi Dana Desa, Seorang Kepala Desa di Aceh Besar Divonis 3 Tahun Penjara
Seorang kepala desa di Kabupaten Aceh Besar dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana desa sehingga merugikan negara sebesar Rp 400 juta. Terdakwa divonis 3 tahun penjara serta denda Rp 50 juta.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Andiani, mantan Keuchik Gampong atau Kepala Desa Piyeung Lhang, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana desa sehingga merugikan negara sebesar Rp 400 juta. Terdakwa divonis 3 tahun penjara serta denda Rp 50 juta.
Sidang pembacaan putusan kasus itu berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Rabu (12/4/2023). Putusan dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Muhammad Jamil serta anggota Zulfikar dan Elfama Zain.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan pengacara terdakwa hadir langsung di ruang sidang. Sementara itu, terdakwa Andiani mengikuti sidang melalui daring.
”Menjatuhkan hukuman selama 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider satu bulan,” kata Jamil saat membacakan putusan. Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta.
Menurut majelis hakim, Andiani terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana desa tahun 2019-2020. Selain pidana penjara dan denda, Andiani juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 393 juta dalam waktu satu bulan.
Jika dia tidak mampu membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita. Apabila hartanya ternyata tidak mencukupi, hukuman itu akan diganti dengan pidana penjara satu tahun.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) Inspektorat Kabupaten Aceh Besar tahun 2022, Andiani disebut tidak mengelola anggaran desa dengan tepat dan transparan. Pengelolaan yang tidak tepat itu, antara lain, terjadi pada pembangunan rumah sewa di desa tersebut.
Proyek dengan alokasi anggaran Rp 368 juta itu tidak rampung, tetapi dana telah dicairkan sepenuhnya. Pembangunan tersebut hanya mencapai 66,39 persen sehingga ada kekurangan volume pekerjaan sebesar 33,61 persen atau senilai Rp 124,7 juta.
Dugaan korupsi juga terjadi pada pekerjaan pembangunan jalan desa. Dari alokasi anggaran proyek itu, sebesar Rp 105 juta, terjadi kekurangan volume sebesar Rp 19,9 juta.
Selain itu, Andiani juga disebut telah menggelapkan anggaran pengadaan peralatan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan pengadaan mebeler kantor sebesar Rp 16 juta. Adapun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Gampong Piyeung Lhang tahun 2019 mencapai Rp 859 juta dan tahun 2020 sebesar Rp 980 juta.
Berdasarkan dokumen tuntutan JPU, Andiani juga disebut mengelola dana desa seorang diri tanpa melibatkan Tim Pengelolaan Keuangan Gampong atau perangkat desa.
Sementara itu, pengacara terdakwa, Iskandar, menilai, putusan tersebut tidak adil bagi terdakwa. Iskandar menyebut, penyalahgunaan dana desa itu tidak sepenuhnya terjadi karena kesengajaan terdakwa. ”Sumber daya perangkat desa mengelola dana desa belum cukup baik,” katanya.
Andiani disebut tidak mengelola anggaran desa dengan tepat dan tidak transparan.
Terkait dengan putusan itu, Iskandar mengatakan, dirinya akan berdiskusi dengan terdakwa untuk memutuskan apakah akan melakukan banding atau tidak.
Sementara itu, JPU Kejaksaan Negeri Aceh Besar Shidqi Noer Salsa mengatakan, meski putusan di bawah tuntutan, pihaknya belum memutuskan akan menempuh banding atau tidak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh Besar Carbaini menyatakan, kasus tersebut harus menjadi pelajaran bagi semua perangkat desa di Aceh Besar. Dia berharap, ke depan, tidak ada lagi kepala desa yang masuk penjara karena kasus korupsi.
Carbaini menambahkan, pemerintah telah menyusun pedoman pengelolaan dana desa. Jika pengelolaan berpedoman pada aturan, dia meyakini, tidak akan terjadi kasus tindak pidana korupsi. ”Prinsipnya transparan dan akuntabilitas. Semuanya harus melalui musyawarah,” katanya.
Carbaini menuturkan, tindak pidana korupsi bermula dari tertutupnya informasi bagi warga untuk mengawasi penggunaan dana desa. Padahal, jika mengacu pada peraturan bupati, laporan pengelolaan dana desa harus dipublikasikan.
”Kami selalu mengingatkan agar kepala desa taat hukum, transparan, dan melibatkan perangkat desa dalam mengelola dana desa,” ujar Carbaini.
Carbaini menambahkan, saat ini alokasi dana desa lebih banyak digunakan untuk kegiatan produktif yang dapat mengungkit ekonomi warga desa. Pada tahun 2023, Aceh Besar memperoleh dana desa sebesar Rp 442 miliar yang dikelola oleh 604 desa. Adapun angka kemiskinan di Aceh Besar tahun 2021 sebesar 14,05 persen atau sebanyak 60.000 jiwa.