Mendulang Rupiah dari Kampung dan Desa di Malang Raya
Kampung dan desa di Kota Malang dan Batu menjadi salah satu roda penggerak ekonomi. Dengan potensi wisata, mereka bisa menambah pemasukan keluarga.
Setelah mati suri dihajar pandemi Covid-19, kini perkampungan wisata di Batu dan Malang mulai bangkit lagi. Adanya momen libur panjang Lebaran menjadi harapan baru bagi para pelaku wisata untuk kembali menggerakkan roda ekonomi mereka.
Geliat pariwisata di sejumlah tempat mulai dirasakan. Di Kampung Kayutangan, Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, pengunjung mulai ramai. Kayutangan Heritage mengandalkan potensi sejarah sebagai magnet untuk menarik wisatawan.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan, antara lain susur kampung, bertamu ke rumah lama, spot foto, permainan tradisional, galeri tempo dulu, hingga pertunjukan musik dan aneka kuliner. Kelompok sadar wisata setempat juga memproduksi kue ontbijtkoek yang berasal dari Belanda sebagai cedera mata khas Kayutangan
”Februari-Maret ini kunjungan mulai meningkat, namun dampaknya belum begitu terasa karena baru beberapa bulan. Sebelumnya, hampir tiga tahun kita tidak menerima tamu karena pandemi. Modalnya mandeg,” ujar Ninik Abdilah, Koordinator Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kayutangan Heritage, Senin (10/4/2023).
Ninik berharap membaiknya ekonomi bisa berimbas terhadap pelaku UMKM di wilayahnya. Saat ini ada sekitar 40 UMKM yang tersebar di empat RW di Kayutangan.
Usaha mereka kebanyakan berupa produksi makanan dan minuman. Ninik, misalnya, memanfaatkan rumahnya menjadi ”galeri” kecil dengan produk jamu tradisional dan kue kering. ”Selama 2023 cukup banyak wisatawan yang datang secara rombongan. Kalau jumlahnya saya tidak ingat,” ucapnya.
Baca juga : Mencicip Senja di Kayutangan
Di Kayutangan, UMKM yang dimaksud Ninik muncul sejak kampung itu dinobatkan sebagai kawasan heritage pada April 2018. Mereka hadir merespons kunjungan wisatawan yang membutuhkan konsumsi dan oleh-oleh. Tak hanya pelaku UMKM yang biasanya meraup penghasilan, namun warga lain juga kecipratan rezeki, misalnya dari hasil pembuatan keranjang untuk oleh-oleh.
Geliat ekonomi juga terasa di kampung keripik tempe Sanan di Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing. Di sini hampir 80 persen warganya terlibat dalam industri tersebut, baik sebagai juragan tempe, juragan keripik, buruh goreng, buruh bungkus, buruh iris, pengantar, pemilik toko, hingga tenaga marketing, bahkan pemandu wisata.
Paguyuban tempe Sanan mencatat ada sekitar 250 perajin tempe dan 200 perajin keripik tempe. Jika masing-masing memiliki pekerja 2-10 orang saja, setidaknya ada 900-4.000 orang hidup dari industri ini. Itu belum termasuk pekerja lepas, seperti pengiris, pengepak, atau pemandu wisata.
Adapun produksi tempe di kawasan ini bisa mencapai 1-2 ton, dengan perputaran uang bisa Rp 1 miliar per hari.
Saat pandemi lalu, industri ini sempat terpukul. Banyak perajin kecil yang gulung tikar, sedangkan modal mereka berasal dari pinjaman bank. ”Banyak sekali yang menjual barang-barang seperti motor, mobil, bahkan rumah. Apa saja asal bisa bayar utang,” kata Rudi Ichwan (42), Sekretaris Paguyuban Perajin Tempe Sanan.
Baca juga : Mereka Menolak Tunduk pada Pandemi
Kini, perlahan perajin kecil mulai bangkit, walau belum sepenuhnya bisa berdiri tegak. Pesanan keripik tempe mengalir mulai dari pasar lokal hingga ke kota-kota lain lewat pasar tradisional ataupun pasar dalam jaringan.
Rudi masih mempekerjakan dua karyawan, dari sebelumnya empat karyawan di tahun 2019. Ia masih mengumpulkan kembali keuntungan sedikit demi sedikit agar bisa punya modal cukup dan bisa berproduksi normal. ”Kini saya baru (memproduksi) 3 kuintal dari sebelumnya 8,5 kuintal,” ujarnya.
Lebaran ini menjadi titik balik positif bagi perajin di Sanan. Menurut Rudi, banyak pesanan datang ke perajin sejak sebulan lalu. Biasanya pesanannya berasal dari toko oleh-oleh.
Rezeki kafe
Menggeliatnya industri kerajinan juga tampak di kampung keramik Dinoyo, Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru. Kampung ini sudah terkenal sejak 1960-an sebagai penghasil keramik berkualitas. Lepas Covid-19, perajin mulai banjir pesanan, mulai dari cangkir kekinian untuk kafe-kafe hingga suvenir pernikahan.
Workshop milik Suharto, misalnya, mulai ramai oleh pekerja yang membuat pesanan. Tujuh pekerja sudah mulai membuat adonan dan mencetak keramik sejak pukul 08.00. Setiap bulan Suharto membakar sekitar 3.000 buah keramik yang rata-rata berukuran kecil, seperti cangkir.
”Kami mengerjakan pesanan tempat sabun cair dari Jakarta. Jumlahnya banyak dan harus selesai dalam waktu dekat. Jadi, ya, harus dikebut,” kata Suharto.
Baca juga : Gurat Semangat Kota
Geliat kampung keramik menjadi berkah bagi Rony Iskandar (38), pekerja di workshop Suharto. Rony yang sempat menganggur saat pandemi kini bisa bekerja lagi. ”Kini saya punya dua pekerjaan, pertama menjaga kos saat pagi dan malam. Kedua, kerja di workshop Pak Suharto,” katanya.
Tak hanya kampung di Kota Malang, pelaku desa wisata di Kota Batu juga mulai menggeliat. Sebut saja Kungkuk, salah satu kampung di kaki pegunungan. Kampung ini menawarkan kehidupan khas desa berhawa sejuk dengan berbagai kegiatan, seperti membuat sari buah apel langsung dari perajin, budidaya jamur tiram, ternak kelinci, petik jeruk, hingga mengolah keripik dan ikut berkesenian asli jawa timuran. Total ada 20 pilihan kegiatan yang bisa diikuti warga sepanjang tinggal di desa itu.
Banyaknya pilihan dan sistem yang tertata membuat nama Kampung Kungkuk, yang berada di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, menjadi rujukan untuk berwisata. Sebelum pandemi, tamu di Kungkuk bisa 1-2 rombongan setiap bulan, dengan satu rombongan bisa terdiri atas 50-400 orang.
”Bisa dibayangkan, ada 400 orang menginap di desa kami. Desa kami jadi ramai dan hidup,” kata Yayuk Murniawati (38), salah seorang penggagas Kampung Wisata Kungkuk.
Kungkuk menawarkan paket wisata mulai dari yang termurah studi banding Rp 150.000 per orang hingga tinggal di pedesaan dengan harga bervariasi berkisar Rp 300.000-Rp 600.000 per orang.
Kunjungan di Kungkuk pernah mencapai puncaknya pada 2019. Saat itu hampir setiap bulan ada 1-4 rombongan datang dan tinggal di desa. Tahun 2020 awal, sebelum pandemi menyerang, Kungkuk masih sempat menerima tiga rombongan, namun 2021 berhenti total akibat pandemi.
Pada akhir 2022, kampung itu mulai menggeliat lagi. Kini, tahun 2023 setidaknya sudah ada 18 grup yang datang dan pesan untuk berkunjung ke Kungkuk dalam waktu dekat. ”Saat ini, peningkatan wisatawan telah mencapai 60 persen dari kondisi pandemi,” kata Ketua Lembaga Desa Wisata Kungkuk Suwito Pamungkas.
Baca juga : Jalur-jalur Pemicu Adrenalin di Batu
Banyaknya pengunjung Kungkuk membuat perputaran ekonomi di kampung ini tinggi. Hitung saja jika ada satu rombongan berisi 50-400 orang memilih tinggal selama dua hari, maka Rp 15 juta-Rp 125 juta akan beredar dalam dua hari di desa yang memiliki 1.484 kepala keluarga itu. Itu belum termasuk perputaran uang dari hasil penjualan oleh-oleh, makanan di kafe atau warung, hingga cendera mata.
Pendapatan dari wisata ini jelas memakmurkan warga. Indah Sri Wahyuni (43), warga Kungkuk yang juga perajin minuman sari buah Harum Sari, ikut kecipratan rezeki. Setiap kali ada rombongan datang, dua kamarnya digunakan sebagai tempat penginapan. Mereka biasanya turut memborong minuman sari buah produksinya. Putrinya, Firda Amalia (18), pun bisa belajar menjadi pemandu wisata dengan honor Rp 50.000-Rp 100.000.
Dalam kondisi normal warga bisa mendapatkan tambahan penghasilan Rp 2 juta hingga Rp 2,4 juta per bulan dari hasil sektor wisata. ”Itu menjadi usaha sampingan warga selain pekerjaan sehari-harinya sebagai petani dan beternak,” kata Yayuk.
Sebagai gambaran, petani jeruk di Desa Punten bisa mendapatkan sekitar Rp 100 juta sekali panen (per enam bulan), namun belum dikurangi biaya produksi dan lain-lain yang bisa mencapai 50-70 persen. Artinya, warga yang memiliki lahan jeruk bisa berpenghasilan sekitar Rp 5 juta dari bertani. Dari sektor wisata, mereka mendapatkan tambahan penghasilan lagi.
Warga di Desa Wisata Tulungrejo juga merasakan dampak dari keberadaan wisatawan. Ada sejumlah obyek wisata menarik di Tulungrejo, seperti petik apel, kafe, kampung anggrek, hingga wanawisata Coban Talun (air terjun, camping ground, outbound, penginapan bergaya suku Indian, hingga tempat konservasi lutung jawa Javan Langur Center). Ketua Desa Wisata Tulungrejo Naning Fauziyah mengatakan, selain ekonomi, warga juga mendapatkan pemberdayaan.
Baca juga : Yuk, Ngopi di Antara Dinginnya Kabut Pegunungan
Gelontoran rupiah
Terkait perkembangan wisata, Pemerintah Kota Malang mengakui perputaran uang di dunia pariwisata cukup besar. Kepala Bidang Destinasi dan Industri Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kota Malang Lita Irawati, Selasa (11/4/2023), mengatakan, ada 23 kampung wisata dari 57 kelurahan di wilayahnya.
Kampung-kampung itu tersebar utamanya di sekitar alur Sungai Brantas. Kampung wisata di Kota Malang mulai marak dalam lima tahun terakhir dan berkembang dengan tema berbeda satu sama lain.
Mengenai potensi ekonomi, Lita mengatakan, secara keseluruhan (tidak hanya dari kampung wisata, tetapi juga dari destinasi wisata lain, termasuk mal, museum, dan wahana wisata buatan) nilainya mencapai Rp 1,6 triliun pada tahun 2022.
”Itu yang tercatat dan pandemi belum sepenuhnya pulih. Tahun 2023 ini kemungkinan yang yang beredar lebih besar lagi jumlahnya,” katanya.
Adapun jumlah wisatawan ke Kota Malang pada 2022 mencapai 13 juta orang, termasuk pengunjung mal. Tanpa pengunjung mal, jumlah wisatawan sebanyak 2,578 juta orang. ”Orang dari Blitar, Kediri banyak nge-mal di Malang. Dari provinsi, kegiatannya juga di mal-mal, rapat, pameran,” katanya.
Besarnya potensi ekonomi desa wisata juga diakui Penjabat Wali Kota Batu Aries Agung Paewai. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu mencatat jumlah kunjungan selama 2022 mencapai 7.445.799 wisatawan. Angka ini lebih besar daripada saat pandemi sebanyak 2,4 juta orang (2020) dan 3,5 juta orang (2021).
Kehadiran wisatawan di desa wisata bisa menjadi sumber penghasilan yang signifikan bagi masyarakat lokal, khususnya pascapandemi.
Jika seorang wisatawan menghabiskan Rp 100.000, maka sepanjang 2022 sudah ada Rp 744,5 miliar uang yang beredar di Batu. Itu belum termasuk biaya penginapan, restoran, oleh-oleh, dan keperluan lain. Ini mengingat ada beberapa obyek wisata di Batu yang harga tiketnya di atas Rp 100.000 per orang.
”Desa wisata memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Kehadiran wisatawan di desa wisata bisa menjadi sumber penghasilan yang signifikan bagi masyarakat lokal, khususnya pascapandemi,” ujarnya melalui pesan tertulis.
Namun, Aries juga mengingatkan agar pengembangan desa wisata dilakukan dengan hati-hati dan berkelanjutan sehingga tidak merusak lingkungan dan budaya setempat. Saat ini, setidaknya ada 16 desa wisata di Batu.
Besarnya perputaran ekonomi di Malang Raya (dan kemungkinan sebagian untuk keperluan wisata) membuat pihak Bank Indonesia pada masa Lebaran ini menyiapkan dana cukup besar.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Malang Samsun Hadi menyebut pihaknya menyiapkan Rp 4,64 triliun uang pecahan tunai untuk kebutuhan masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran 2023. Angka ini lebih besar 10,47 persen dari tahun 2022 yang hanya Rp 4,20 triliun dengan alasan situasi berangsur membaik pascapandemi.