Unjuk Rasa Berakhir Ricuh, LBH Bandar Lampung Buka Posko Pengaduan
Unjuk rasa menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja di depan gerbang kantor DPRD Lampung berakhir ricuh, Kamis (30/3/2023) sore. Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung membuka posko pengaduan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Unjuk rasa menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja di depan gerbang kantor DPRD Lampung berakhir ricuh, Kamis (30/3/2023) sore. Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung membuka posko pengaduan terkait tindak kekerasan yang terjadi dalam aksi tersebut.
”LBH Bandar Lampung membuka posko pengaduan terkait dengan kekerasan dan brutalitas aparat terkait dengan pelaksanaan kebebasan berekspresi dan berpendapat di Provinsi Lampung,” kata Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Kamis malam.
Berdasarkan data yang dihimpun, kericuhan unjuk rasa itu bermula saat massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Lampung Memanggil meminta masuk ke pelataran Gedung DPRD Lampung sekitar pukul 13.00. Upaya negosiasi perwakilan massa aksi dengan pihak kepolisian tidak menemukan kesepakatan.
Massa terus menggelar orasi di depan gerbang kantor DPRD Lampung hingga sore. Sekitar pukul 15.00, massa kemudian dipukul mundur dengan water canon dan memicu kericuhan. Sebanyak 48 pengunjuk rasa dilaporkan ditangkap.
Sumaindra menambahkan, sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil Lampung mengecam sikap represif aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa tersebut. Pihaknya mendesak agar polisi segera membebaskan pendemo yang ditangkap.
Hingga saat ini, pihaknya tengah mengumpulkan data terkait pendemo yang diduga mengalami tindak kekerasan oleh aparat saat aksi terjadi. Dokumentasi berupa foto dan video di lokasi saat unjuk rasa terjadi juga masih dihimpun.
Kepala Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung Komisaris Besar Ino Harianto mengatakan, aparat terpaksa menggunakan water canon untuk membubarkan massa karena aksi sudah mengarah pada tindakan anarkistis. Sebelum upaya pembubaran itu dilakukan, kata Ino, sekelompok orang dari barisan pengunjuk rasa melempari polisi dengan batu. Polisi juga menemukan kayu dan botol berisi bahan bakar minyak di lokasi demonstrasi.
”Penyampaian pendapat di muka umum dijamin oleh UU. Dari awal, kami sudah melakukan pengawalan dan pengamanan pada adik-adik kita dari Aliansi Lampung Memanggil. Kemauan mereka juga sudah difasilitasi, tapi kemudian situasinya berubah," katanya kepada media.
Ino membenarkan ada 48 orang yang ditangkap terkait aksi unjuk rasa itu. Mereka diduga melakukan perlawanan pada polisi hingga menyiapkan atribut yang bisa membahayakan. Atribut yang dimaksud, antara lain kayu, batu, dan bahan bakar minyak yang ditemukan di lokasi unjuk rasa. Hingga ini polisi masih melakukan pengembangan.