200 Hunian Penyintas Gempa Cianjur Direlokasi, Kebutuhan Air Mendesak
Para penyintas gempa yang dipindahkan ke hunian tetap di Desa Sirnagalih mengeluhkan bau sampah dan ketersediaan air yang tidak mencukupi. Aroma tak sedap bisa ditahan, tetapi kebutuhan air mendesak.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Relokasi 200 rumah penyintas gempa Cianjur ke hunian tetap di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, telah rampung pada Rabu (22/3/2023). Kenyamanan hunian, terutama udara sekitar dan ketersediaan air, menjadi perhatian para penyintas. Kebutuhan atas air bersih paling mendesak dipenuhi.
Tim Penanganan Bencana Gempa Bumi Cianjur memastikan akan menangani problem-problem tersebut. Upaya itu antara lain memindahkan tempat pembuangan akhir untuk menghilangkan bau sampah hingga menugaskan Perusahaan Umum Daerah Air Minum untuk melancarkan pasokan air bagi warga yang direlokasi.
Relokasi diterapkan untuk rumah penyintas dari sejumlah wilayah yang dilintasi garis Patahan Cugenang, yang memicu pergeseran baru dan mengakibatkan gempa di Cianjur pada 21 November 2022. Menurut data Tim Penanganan Bencana Gempa Bumi Cianjur, penyintas yang direlokasi sebelumnya tinggal di Desa Nagrak di Kecamatan Cianjur dan Desa Sarampad, Desa Benjot, Desa Mangunkerta, serta Desa Cijedil di Kecamatan Cugenang.
Siti Komariah menjadi salah satu penyintas gempa yang huniannya direlokasi ke hunian tetap bernama Bumi Sirnagalih Damai itu. Jumat (24/3/2023) menandai hari ke-10 Siti menempati hunian yang dibangun dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) tersebut.
Siti direlokasi dari Kampung Rawacina, Desa Nagrak. Sejumlah perlengkapan rumah tangga, seperti kasur, kursi, lemari, dan peralatan masak, tampak telah menghiasi hunian miliknya. Siti bahkan telah menjajakan kembali barang dagangannya, sama seperti di rumahnya dulu sebelum gempa.
Hunian tetap yang diisi Siti itu berdiri di lahan yang disediakan Pemerintah Kabupaten Cianjur seluas 2,5 hektar. Tipe bangunannya 36 meter persegi dan luas kapling 72 meter persegi dengan struktur rumah tahan gempa Risha, dinding bata ringan, dan plester aci. Rangka atap bangunan menggunakan baja ringan dan penutup atap galvalum. Lantainya menggunakan keramik ukuran 60 x 60 dengan pintu dan jendela berbahan UPVC, serta plafon gipsum.
”Sebenarnya rumahnya enak, sayangnya di sini sering tercium bau sampah dan air juga susah. Bau sampah sangat terasa kalau sudah malam atau habis hujan,” kata Siti yang berjualan sayuran dan karedok.
Bau sampah yang dimaksud Siti itu berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari Bumi Sirnagalih Damai. Pada Jumat siang, gunungan sampah tampak dari lahan hunian tetap itu. Aroma tak sedap sesekali tercium.
Namun, kata Siti, hal yang mendesak untuk ditangani adalah persoalan air bersih. Ia merasa kesulitan beraktivitas apabila aliran air tidak lancar. Hal serupa diungkapkan para penyintas lain di Bumi Sirnagalih Damai.
Igor (50), misalnya, terpaksa bolak-balik mengangkut air dari toren di SMKN PP Cianjur yang berbatasan dengan hunian. Itu karena air berhenti mengaliri huniannya dalam dua hari terakhir. Bahkan, menurut Igor, warga mengantre setiap pagi dan sore untuk mengambil air dari toren tersebut.
”Kalau soal bau, saya masih bisa tahan. Kalau soal air, kan, ini kebutuhan utama. Sulit bagi kami kalau ketersediaan air tidak mencukupi. Susah buat beraktivitas. Kami berharap bisa segera diatasi biar bisa segera nyaman tinggal di sini,” ucap pria yang sebelumnya tinggal di Kampung Kuta, Desa Mangunkerta, ini.
Juru bicara Tim Penanganan Bencana Gempa Bumi Cianjur, Budi Rahayu Toyib, mengakui bau sampah dan ketersediaan air masih menjadi problem. Terkait bau sampah, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan merelokasi TPA Pasir Sembung ke lahan milik Pemerintah Kabupaten Cianjur di Kecamatan Cikalongkulon.
Apabila hal tersebut masih belum tertanggulangi, Pemerintah Kabupaten Cianjur akan menugaskan Perumdam (Perusahaan Umum Daerah Air Minum) untuk menyambungkan jalur pipa airnya ke perumahan dengan program MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). (Budi Rahayu Toyib)
Budi menambahkan, pihaknya juga sudah mengomunikasikan dengan Kementerian PUPR terkait ketersediaan air. Kementerian PUPR akan membuat sumur lagi untuk melancarkan pasokan air warga.
”Apabila hal tersebut masih belum tertanggulangi, Pemerintah Kabupaten Cianjur akan menugaskan Perumdam (Perusahaan Umum Daerah Air Minum) untuk menyambungkan jalur pipa airnya ke perumahan dengan program MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),” ujar Budi.
Budi juga menuturkan, relokasi akan terus berjalan hingga Juni 2023. Dengan 200 unit hunian tetap telah ditempati, terdapat 294 rumah warga yang masih menanti direlokasi pada tahap II dan III.
Untuk relokasi tahap II, pemerintah menyediakan 151 unit di Desa Murnisari, Kecamatan Mande. Sementara untuk tahap III ditempatkan di Desa Batulawang, Kecamatan Sukaresmi. Terkait relokasi tahap II, pembangunan sudah 90 persen. Targetnya, pada April 2023 sudah rampung. Sementara untuk relokasi tahap terakhir, pemerintah tengah menyiapkan lahan.
”Apabila lahannya sudah pasti, bulan Juni 2023 inginnya sudah ditempati,” ujar Budi.
Sebanyak 69.633 penyintas gempa Cianjur diketahui masih bertahan di pengungsian. Mereka belum memiliki rumah untuk ditinggali, baik karena belum direlokasi maupun belum membangun hunian lagi.