Penyintas menuntut kejelasan mekanisme, sanitasi bersih, hingga akses pekerjaan terkait rencana relokasi. Apalagi, lahan relokasi itu dekat dengan tempat pembuangan sampah akhir.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Penyintas gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menuntut kejelasan mekanisme, sanitasi bersih, hingga akses pekerjaan terkait rencana relokasi. Apalagi, lahan relokasi itu dekat dengan tempat pembuangan sampah akhir. Pemerintah kabupaten menjanjikan hunian tetap secara bertahap di tempat relokasi.
Lahan relokasi untuk penyintas gempa Cianjur berada di Kampung Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, sekitar 5,2 kilometer dari Kantor Bupati Cianjur. Jaraknya hanya sekitar 200 meter dari TPA Pasir Sembung. Pada Minggu (4/12/2022) siang, gunungan sampah tampak dari lahan relokasi itu. Aroma tak sedap juga tercium.
Sejumlah pekerja sibuk membangun rumah tahan gempa dengan teknologi panel struktur instan sederhana sehat di lahan seluas 2,6 hektar. Area itu umumnya masih berupa tanah merah. Menurut rencana, pemerintah bakal membangun 200 rumah bertipe 36 lengkap dengan reservoir, balai RW, dan taman bermain.
Abdul Kholil (37), warga Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang, yang rumahnya rusak berat, mempertanyakan kejelasan relokasi. ”Kalau kami pindah, bagaimana dengan tanah kami di sini? Apa itu jadi milik pemerintah? Kalau diambil alih pasti banyak kontroversi. Kan, lahan dan bangunan warga di sini berbeda-beda, sedangkan lahan relokasi rumahnya sama,” ujarnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk memastikan sanitasi dan udara bersih. Apalagi, lahan relokasi itu dekat dengan TPA Pasir Sembung. ”Kami juga harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru. Belum lagi sekolah anak. Kami berharap, bisa tetap tinggal di sini dan pemerintah membantu membangun rumah kami lagi,” kata bapak dua anak ini.
Sebulan saya kontrak Rp 850.000. Kamar mandinya cuma satu. Padahal, ada belasan orang tinggal. Kalau di pengungsian, saya khawatir karena ada tiga anggota keluarga yang sakit. Di posko itu lebih rentan.
Ketua RT 003 RW 001 Desa Cikedil, Kecamatam Cugenang, Naih Atikah, berharap ada kepastian relokasi. Rumahnya dan keluarganya di Kampung Cugenang sudah hancur diterjang gempa dan longsor. Saat ini, ia bersama belasan keluarganya mengontrak rumah sekitar 15 kilometer dari daerahnya di Cugenang.
”Sebulan saya kontrak Rp 850.000. Kamar mandinya cuma satu. Padahal, ada belasan orang tinggal. Kalau di pengungsian, saya khawatir karena ada tiga anggota keluarga yang sakit. Di posko itu lebih rentan,” ujar Naih Atikah yang kehilangan enam anggota keluarganya karena gempa Cianjur. Ia juga menanyakan akses pekerjaan karena sebagian warga bekerja sebagai petani.
Kepala Desa Sirnagalih H Sugilar mengatakan, warga desa tidak keberatan jiwa warga Cugenang pindah ke daerah berpenduduk 29.000 jiwa itu.
”Tapi, harus dipikirkan bagaimana masalah perekonomian warga, penambahan penduduk, dan adaptasinya. Jangan sampai, warga baru ini jadi beban desa. Mulai dari persoalan fasilitas, air bersih, sampai pemakaman. Tanah pemakaman di sini sudah kurang,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Cianjur Cecep Alamsyah mengatakan, pemkab akan mencari solusi atas persoalan TPA di dekat lahan relokasi. ”Kami akan rekayasa sehingga tidak jadi gangguan bagi para pengungsi. Kami sudah rencanakan pemindahan TPA itu,” ungkapnya.
Menurut dia, warga yang rumahnya rusak berat di akan menempati hunian tetap di Sirnagalih. Pihaknya juga tengah mengkaji lahan relokasi di Kecamatan Mande sekitar 30 hektar.
”Untuk sementara, sambil menunggu hunian tetap, warga akan diberi Rp 500.000 per kepala keluarga untuk kontrakan sampai hunian tetap jadi,” ungkapnya.
Saat ini, pihaknya masih mendata jumlah calon penerima bantuan uang kontrakan itu dan hunian tetap. Akan tetapi, pihaknya belum bisa memperkirakan target rampungnya tempat relokasi. Petugas juga masih memvalidasi kategori rumah rusak.
Hasil validasi sementara, pemkab mencatat sebanyak 8.161 rumah berat, 11.210 unit rusak sedang, dan 18.469 rumah rusak ringan. Pemerintah pusat akan memberikan bantuan Rp 10 juta bagi rumah yang rusak ringan, Rp 25 juta rusak sedang, dan Rp 50 juta rusak berat. Warga yang rumahnya rusak ringan dan rusak sedang langsung mendapatkan uang.
Adapun penyaluran bantuan rumah rusak berat ada dua metode. Bagi warga yang mampu, pemerintah akan memberikan uang Rp 50 juta sebagai stimulan membangun rumahnya. Penyintas yang berpenghasilan rendah akan dibuatkan rumah layak huni tipe 36 dan antigempa oleh TNI/Polri.
Hingga hari ke empat belas pascagempa, tercatat 334 jiwa meninggal dan 8 orang dalam pencarian. Sebanyak 593 penyintas juga menderita luka berat, dan 49 di antaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit. Sebanyak 114.683 pengungsi tersebar di 494 posko pengungsian.