Bantuan Rumah Rusak Terdampak Gempa Cianjur Terealisasi Pekan Depan
Bantuan dari pemerintah pusat untuk rumah rusak terdampak gempa Cianjur mulai terealisasi pekan depan, Senin (5/12/2022). Pemkab menyiapkan sejumlah mekanisme pencairan bantuan untuk penyintas.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI, ERIKA KURNIA, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA, ATIEK ISHLAHIYAH
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menargetkan bantuan dari pemerintah pusat untuk rumah rusak terdampak gempa mulai terealisasi pekan depan, Senin (5/12/2022). Pemkab menyiapkan sejumlah mekanisme pencairan bantuan untuk penyintas.
Hingga Kamis (1/12/2022) sore, survei Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah rumah rusak akibat gempa bermagnitudo 5,6 pada pekan lalu sebanyak 24.107 rumah. Sebanyak 5.631 di antaranya rusak berat, 7.273 unit rusak sedang, dan 11.203 unit rusak ringan.
”Saya sudah tanda tangani SK (surat keputusannya) dan saya langsung usulkan ke BNPB yang diteruskan ke Kementerian Keuangan. Hari Senin sudah bisa direalisasikan, mudah-mudahan,” ujar Bupati Cianjur Herman Suherman. Angka itu belum final karena pendataan masih berjalan.
Jumlah bantuan sesuai kategorinya. Rumah rusak ringan menerima Rp 10 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak berat Rp 50 juta. Warga yang rumahnya rusak ringan dan rusak sedang mendapatkan uang, sedangkan penyaluran bantuan rumah rusak berat terbagi dua mekanisme.
Bagi warga yang mampu, lanjutnya, pemerintah akan memberikan uang Rp 50 juta sebagai stimulan membangun rumahnya. ”Yang kaya dan anaknya banyak tidak mungkin bikin (rumah) tipe 36, sedangkan warga yang berpenghasilan rendah akan kami buatkan (rumah),” ujarnya.
Menurut dia, rumah layak huni dan antigempa dengan tipe 36 itu memiliki kamar tidur, ruang keluarga, dan kamar mandi. Pemkab menunjuk TNI-Polri untuk membangun rumah itu sehingga warga cukup menerima kunci saja.
Ketika ditanya apakah warga berpenghasilan rendah yang rumahnya rusak berat bisa memilih menerima bantuan dalam bentuk uang, Herman meragukannya. ”Dijamin enggak? (Membangun) rumah harus tahan gempa dan layak. Ada yang bisa menjamin?” ujarnya.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah tengah membangun satu contoh rumah antigempa di setiap kecamatan. Menurut dia, dana Rp 50 juta sudah cukup untuk membangun rumah antigempa. Pihaknya juga masih mengkaji rencana relokasi bagi warga yang daerahnya hancur.
Menurut rencana, warga yang direlokasi berasal dari Sarampad, Cijedil, dan Cicadas. Pemkab Cianjur telah mengajukan tiga lokasi, yakni di Kecamatan Cilaku, Kecamatan Mande, dan Kecamatan Pacet. Daerah di Cilaku, tepatnya di Desa Sirnagalih, seluas 2,5 hektar, Mande 4 ha, dan Pacet 10 ha.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih menilai kepadatan tanah dan memastikan lahan itu tidak rawan gempa. Menurut dia, letak lahan relokasi, seperti di Sirnagalih cukup strategis karena dekat kota. Ia berharap, warga dapat tetap bekerja meski telah pindah.
Anggaran pusat
Herman mengakui, bantuan bagi rumah terdampak berasal dari pemerintah pusat, bukan daerah. Meski demikian, pihaknya telah menyiapkan anggaran penanganan gempa sebesar Rp 5 miliar dari belanja tak terduga. ”Untuk sekarang, (dana) itu masih mencukupi,” ujarnya.
Menurut dia, anggaran pemkab sebelumnya digunakan menangani banjir di Cianjur selatan bulan lalu. Setiap tahun, pihaknya selalu menyiapkan anggaran untuk bencana. Namun, Herman tak tahu pasti angkanya. Adapun anggaran dari Pemprov Jabar untuk gempa sekitar Rp 10 miliar.
Pihaknya telah menerima donasi sekitar Rp 8 miliar. Dana itu untuk penanganan gempa. ”(Untuk) penyaluran dana, kami akan transparan. Nanti kami sampaikan belanjanya untuk apa saja. Pendampingannya langsung dari Pak Kajari (Kejaksaan Negeri Cianjur),” ujarnya.
Terkait rencana bantuan rumah rusak, Elly Sundari (44), warga Kampung Gintung, Desa Mangunkerta, berharap mendapatkan uang tunai dibandingkan relokasi atau menerima rumah dari pemerintah. ”Saya kebetulan mau beli rumah warisan ibu di sini,” kata ibu lima anak ini.
Jaenudin (56), warga Gintung lainnya, belum mengetahui bentuk rumah antigempa yang dirancang pemerintah. Ia berharap segera menerima bantuan Rp 50 juta untuk rumahnya yang rusak parah. Rumahnya seluas 90 meter persegi dengan dua tingkat itu ambruk, tak bisa dihuni.
”Mudah-mudahan segera ada bantuan dan utuh uangnya. Sebenarnya, uang segitu masih kurang. Dulu, saya bangun rumah lebih dari Rp 250 juta,” kata Jaenudin yang tinggal bersama enam anggota keluarganya di rumah.
Intan (40), warga Kampung Tunggilis, Desa Ciputri, menilai, uang Rp 50 juta tidak cukup membangun rumahnya yang rusak parah. Apalagi, ia juga membutuhkan perabotan rumah tangga. ”Saya harap bantuan itu benar-benar merata dan sesuai dengan kerusakannya,” katanya.
Asep Sumaryana, Kepala Departemen Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, menilai, pemerintah daerah seharusnya menyiapkan anggaran yang cukup untuk penanganan bencana. Apalagi, sejumlah daerah di Jabar rawan bencana.
”Selama ini, penanganan bencana ditanggulangi dengan dana sosial saja. Namun, anggaran ini terbatas. Padahal, saat bencana terjadi, tidak hanya sektor sosial yang terdampak. Alokasi khusus ini dibutuhkan sehingga dana kebencanaan bersumber dari berbagai sektor,” ujarnya.
Alokasi anggaran itu dapat bersumber dari pemetaan kerentanan bencana di daerah. Dengan begitu, pemda telah punya dana untuk mempercepat penanganan bencana. Terlebih lagi, bencana gempa yang membutuhkan waktu lama.
Hingga hari ke-11 pascagempa Cianjur, tercatat sebanyak 329 orang meninggal dunia dan 11 orang dalam pencarian. Sebanyak 595 penyintas juga menderita luka berat dan 59 di antaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit. Sebanyak 14.414 pengungsi tersebar di 492 lokasi.