28 Saksi Diperiksa Setelah Meninggalnya Satu-satunya Dokter Spesialis Paru di Nabire
Polisi telah memeriksa 28 saksi untuk mengungkap kasus meninggalnya dokter Mawarti Susanti di Nabire. Mawarti merupakan satu-satunya dokter spesialis paru di kabupaten itu.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penyidik Polres Nabire terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian dokter Mawarti Susanti di rumahnya di Kabupaten Nabire, Papua Tengah, pada 9 Maret 2023 lalu. Sebanyak 28 saksi telah diperiksa pihak kepolisian terkait kematian korban yang merupakan satu-satunya dokter spesialis paru di Nabire.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo, saat dihubungi dari Jayapura pada Kamis (16/3/2023), membenarkan informasi tersebut. Ia mengatakan, 28 saksi itu merupakan orang-orang yang berkaitan secara langsung dengan korban hingga ia ditemukan meninggal.
Ignatius menyatakan, pihaknya belum dapat menyatakan adanya unsur kekerasan dalam kasus pembunuhan Mawarti. Sebab, hasil otopsi dan pemeriksaan forensik tubuh di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar memakan waktu satu hingga dua minggu.
Diketahui dari Polres Nabire, jenazah Mawarti ditemukan oleh tiga orang saksi, yang merupakan sopir dan dua perawat, di rumahnya di Kelurahan Siriwini sekitar pukul 19.00. Para saksi melihat mulut korban tampak mengeluarkan busa.
Para saksi pun memanggil seorang dokter yang sedang bertugas di ruang layanan Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire. Dari hasil pemeriksaan oleh dokter tersebut pada pukul 19.33 WIT, korban dinyatakan telah meninggal.
”Penyidik Polres Nabire terus berupaya untuk mengungkap penyebab kematian Mawarti. Penyidik pun telah melaksanakan olah tempat perkara hingga enam kali,” kata Ignatius.
Ignatius menambahkan, dari hasil pemeriksaan sementara tidak ditemukan ada pengerusakan di rumah korban. ”Barang-barang berharga milik korban, seperti telepon seluler, juga tidak hilang di lokasi tersebut,” tambahnya.
Kami berharap adanya jaminan perlindungan, fasilitas, dan kesejahteraan bagi tenaga dokter yang bertugas di wilayah Papua. (Donald Aronggear)
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Papua Donald Aronggear menyatakan, meninggalnya Mawarti merupakan kehilangan besar bagi pelayanan kesehatan di Tanah Papua. Sebab, jumlah dokter di Papua masih sangat minim.
Ia memaparkan, hanya sekitar 50 persen dari total 422 puskesmas di Papua yang terisi tenaga dokter umum. Sementara khususnya dokter spesialis paru di wilayah Papua hanya tujuh orang.
”Almarhumah merupakan satu-satunya dokter di wilayah Papua Tengah. Berpulangnya dokter Mawarti akan berimbas besar bagi pelayanan untuk masyarakat khususnya kesehatan paru-paru. Sebab, kasus tuberkulosis di Papua cukup tinggi,” papar Donald.
Ia berharap polisi dalam melaksanakan penyelidikan bisa mengungkap penyebab meninggalnya dokter Mawarti. ”Kami berharap adanya jaminan perlindungan, fasilitas, dan kesejahteraan bagi tenaga dokter yang bertugas di wilayah Papua,” ujar Donald.
Dukacita mendalam
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi melalui siaran pers yang diterima Kompas menyampaikan dukacita yang mendalam bagi keluarga almarhumah. Ia pun berharap kejadian ini tidak terulang lagi.
Adib pun mengungkapkan, berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia hingga tahun 2023, dokter spesialis paru untuk Indonesia timur hanya sekitar 50 dokter. Padahal, kebutuhan dokter spesialis paru sangat dibutuhkan di daerah-daerah seperti Nabire.
Ia pun mengaku, dirinya sangat mengagumi Mawarti yang telah mengabdi di Papua sejak lulus tahun 2004 di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Adib meminta pemerintah dan seluruh aparat keamanan di daerah terutama wilayah konflik untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada para tenaga kesehatan.