Ikatan Dokter Indonesia Meminta Tenaga Kesehatan di Papua Dilindungi
Tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dilindungi secara internasional dari segala penyerangan ataupun peperangan dan konflik. Itu harus berjalan agar masyarakat tetap mendapatkan layanan primer ini.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Papua menyesalkan penyerangan fasilitas kesehatan yang menewaskan satu tenaga kesehatan di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pengunungan Bintang, Papua. Mereka meminta agar tenaga kesehatan dilindungi sehingga bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan.
”Di mana pun tenaga kesehatan harusnya dilindungi, terlepas dari situasi apa pun. Kita juga belum selesai berperang dengan pandemi dan banyak nakes (tenaga kesehatan) yang gugur. Konflik tidak boleh menyerang nakes dan faskes (fasilitas kesehatan), ini sudah ada dalam Konvensi Geneva,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Papua Donald Aronggear, dalam keterangan pers secara daring, Jumat (17/9/2021).
Pasal 24 Konvensi Geneva I 1949, Pasal 12 (1), Pasal 8, dan Pasal 21 Protokol tambahan II serta Pasal 9 (1) dan Pasal 11 (1) menyatakan bahwa kesatuan-kesatuan dan angkutan-angkutan kesehatan harus dihormati dan dilindungi setiap waktu dan tidak boleh menjadi obyek serangan selama konflik bersenjata. Adapun sesuai hukum humaniter, penyerangan terhadap faskes dan nakes juga bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Donald mengaku sangat prihatin terhadap penyerangan faskes yang menyebabkan gugurnya perawat Gabriella Meilani. ”Dokter Restu, salah satu dokter di sana, juga mengalami luka di tangan. Kena benda tumpul. Saya tidak yakin, siapa pun menyerang faskes. Kita tahu, pelayanan kesehatan di Papua sangat jauh dari harapan. Sangat minim. Kondisi ini akan merugikan masyarakat,” tuturnya.
Orang Papua harusnya tidak berbuat begitu. Ini sangat kami sesalkan. Kami menunggu, siapa yang bertanggung jawab.
Seperti diberitakan sebelumnya, lima tenaga kesehatan terluka akibat serangan kelompok bersenjata di Distrik Kiwirok pada Senin (13/9/2021). Komandan Korem 172/Praja Wira Yakhti Brigadir Jenderal Izak Pangemanan mengatakan, 10 tenaga kesehatan sudah dievakuasi Pos Satgas Pengamanan Perbatasan Yonif 403/WP di Kiwirok (Kompas.id, 14 September 2021).
Selain membakar puskesmas, kelompok ini juga membakar Kantor Distrik Kiwirok, pasar, sekolah dasar, rumah tenaga kesehatan, rumah guru, dan kantor Bank Papua di Distrik Kiwirok. ”Saat ini evakuasi nakes ke Jayapura masih menunggu cuaca,” kata Donald.
Atas situasi ini, IDI Wilayah Papua sudah menyampaikan surat ke Gubernur Papua, meminta Pemerintah Provinsi Papua beserta TNI/Polri untuk menjamin keselamatan nakes di seluruh wilayah Papua. ”Meminta agar mereka melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota dan terutama para tokoh agama dan adat untuk ikut terlibat dalam menjaga keamanan para tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas,” tuturnya.
Menurut Donald, penyerangan terhadap faskes dan nakes ini tak lazim terjadi selama konflik Papua. ”Saya juga orang Papua. Dulu, tokoh agama, guru dan nakes sangat dihormati di Papua. Saya berharap kejadian kali ini bukan menjadikan nakes sebagai suatu sasaran. Orang Papua harusnya tidak berbuat begitu. Ini sangat kami sesalkan. Kami menunggu, siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 2019 pernah terjadi kerusuhan di Wamena. Salah seorang dokter yang sedang dalam perjalanan diserang, tetapi itu karena awalnya tidak diketahui statusnya. ”Papua membutuhkan nakes. Kita butuh pelayanan kesehatan yang maksimal, terutama di daerah pedalaman,” ucapnya.
Dengan dievakuasinya nakes dari Distrik Kiwirok, menurut Donlad, bakal mengganggu program kesehatan, di antaranya terkait peningkatan kesehatan ibu dan anak, serta operasi pengangkatan katarak yang banyak dialami masyarakat di sana.
Donald berharap penyerangan terhadap faskes tidak terulang sehingga nakes dapat bekerja tanpa rasa takut. ”Mereka sebagai pengabdi, jangan diganggu. Biarlah nakes melayani masyarakat. Justru harus dibantu. Terlepas urusan politik di Pegunungan Bintang, para nakes tidak terlibat, tetapi fokus kami pada pelayanan kesehatan. Tidak boleh terjadi lagi, bakar faskes dan kekerasan kepada nakes,” tuturnya.