Buntut Kematian Dokter Paru di Nabire, IDI Kenakan Pita Hitam
Ikatan Dokter Indonesia meminta agar kasus kematian dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Daerah Nabire, Mawarti Susanti, diusut tuntas.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia meminta semua anggotanya mengenakan pita hitam sebagai ungkapan solidaritas dan dukacita atas meninggalnya dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Daerah Nabire, Papua, Mawarti Susanti, pekan lalu. Organisasi profesi ini juga meminta agar meninggalnya satu-satunya dokter paru di Nabire ini diusut tuntas serta menjadi pembelajaran untuk menjamin keamanan tenaga kesehatan yang bertugas di daerah konflik.
Sekretaris Jendral (Sekjen) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ulul Albab dalam keterangan tertulis, Senin (13/3/2023), menyebutkan, pemakaian pita hitam di lengan kanan dimulai sejak pemakaman Mawarti pada Senin hingga Rabu (15/3/2023). Sebelumnya, Mawarti ditemukan meninggal di rumah dinasnya di sekitar RSUD Nabire pada Kamis (9/3/2023) dengan kondisi mulut berbusa.
Dalam ucapan dukacitanya saat melayat ke rumah duka di Makassar, Sulawesi Selatan, Ketua Umum PB IDI Moh Adib Khumaidi menyatakan mengagumi jejak pengabdian Mawarti Susanti. Sejak lulus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 2004, Mawarti mengabdi sebagai pegawai tidak tetap di Kalimantan Tengah dan kemudian ke Tolikara, Papua. Selepas pendidikan spesialis paru di Universitas Airlangga, Surabaya, dokter Mawarti memilih Nabire sebagai tempat pengabdian hingga akhir hayatnya.
Mengenai informasi penyebab kematian yang beredar di media dan media sosial, kami meminta seluruh pihak untuk menunggu pengumuman hasil otopsi untuk menghindari misinformasi.
Adib mengatakan, PB IDI sudah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Ketua IDI Cabang Nabire dan Ketua IDI Wilayah Papua dan akan terus mengawal investigasi penyebab kematian Mawarti. ”Mengenai informasi penyebab kematian yang beredar di media dan media sosial, kami meminta seluruh pihak untuk menunggu pengumuman hasil otopsi untuk menghindari misinformasi,” kata Adib.
Ketua IDI Cabang Nabire Oktovianus Saranga mengatakan, ”IDI Cabang Nabire sangat berduka kehilangan almarhumah Mawarti Susanti. Beliau sudah berdinas sejak lima tahun lalu di Nabire. Beliau tidak hanya dokter spesialis paru satu-satunya di Nabire, beliau banyak berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan edukasi yang diadakan oleh IDI maupun pemerintah setempat. Beliau juga dikenal ramah dan selalu menolong orang. IDI Nabire siap membantu penyelidikan penyebab meninggalnya beliau.”
Sebelumnya, penggunaan pita hitam pernah juga diimbau PB IDI pada tahun 2013 sebagai bentuk dukungan terhadap dokter Ayu di Manado, Sulawesi Utara, yang mengalami kriminalisasi, juga atas meninggalnya dokter Soeko dalam kerusuhan Wamena tahun 2019. Selain itu, pita hitam juga dipakai dalam perayaan HUT Ke-76 Kemerdekaan RI tahun 2021 sebagai tanda dukacita atas tingginya kematian tenaga kesehatan dalam penanganan Covid-19.
Jaminan keamanan
Berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dari 1.424 dokter spesialis paru di seluruh Indonesia, jumlah dokter spesialis paru di Indonesia timur hanya lebih kurang 50 dokter. Padahal, dokter spesialis paru sangat dibutuhkan utamanya di daerah-daerah seperti Nabire.
”Salah satu kendala dalam pemerataan dokter, terutama dokter spesialis, di daerah adalah belum ada jaminan keselamatan dan keamanan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bagi para tenaga kesehatan yang bertugas, terutama di wilayah terpencil dan wilayah konflik,” kata Adib.
Selain itu, Adib juga meminta pemerintah memperbaiki infrastruktur baik antardesa atau daerah maupun menuju fasilitas kesehatan sehingga tenaga kesehatan, dokter, serta warga bisa mengakses layanan dan fasilitas kesehatan dengan lebih baik. ”PB IDI akan selalu menjadi mitra strategis pemerintah untuk mendorong berkembangnya layanan kesehatan di Indonesia. Namun, kendala pemerataan dokter spesialis di daerah, terutama wilayah terpencil, akan sulit diatasi apabila hal-hal seperti jaminan keamanan dan keselamatan serta akses infrastruktur tidak diperbaiki oleh pemerintah,” katanya.
Terkait kematian dokter di Papua, menurut data PB IDI, dokter Soeko meninggal dalam peristiwa kerusuhan Wamena, Papua, tahun 2019. Serangkaian kekerasan juga terjadi pada sejumlah tenaga kesehatan saat terjadi penyerangan fasilitas kesehatan di Pegunungan Bintang, Papua, tahun 2021.