Smart Village Mengubah Wajah Desa di Lampung
Dengan program Smart Village, wajah perdesaan di Lampung kini berubah menjadi lebih modern. Ekosistem digital di desa mampu memangkas birokrasi, mendorong transparansi, dan menggerakkan perekonomian desa.
Program desa cerdas berbasis digital atau Smart Village yang dikembangkan pemerintah daerah telah mengubah wajah perdesaan di Lampung. Kini, mengakses informasi dan mendapatkan pelayanan di desa semudah menjentikkan jari.
Suasana Balai Tiyuh Pulung Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, masih sepi pada Senin (13/3/2023) pagi. Kendati begitu, sejumlah perangkat desa sudah sibuk di depan layar monitor.
Salah satunya adalah Agus F Pratama (24), yang bertugas sebagai operator pelayanan. Di depan komputer, ia mengecek permohonan surat yang telah diajukan warga melalui layanan elektronik mandiri melalui website desa Pulungkencana.desa.id.
Tak sampai 5 menit, Agus sudah selesai mencetak beberapa surat untuk ditandatangani kepala tiyuh. Tiyuh adalah sebutan desa dalam bahasa Lampung. Setelah beres, Agus kembali mengeklik layar komputer, memberi tahu bahwa surat yang diajukan warga sudah selesai dan bisa diambil di balai tiyuh.
Penerapan teknologi digital oleh pemerintah desa membuat berbagai urusan surat-menyurat menjadi serba cepat. Antrean panjang warga saat mengurus berbagai dokumen kependudukan di balai desa tidak pernah lagi terjadi. Perangkat desa pun bisa bekerja lebih efektif.
Sebelum ada sistem digital, perangkat desa harus mengerjakan surat secara manual mulai dari memasukkan identitas nama, NIK, dan informasi lain satu per satu sesuai kebutuhan. Selain memakan waktu, pembuatan surat secara manual juga rentan kesalahan.
”Sekarang, kami hanya memindai identitas warga yang mengajukan surat permohonan dan secara otomatis datanya akan muncul. Kami tinggal melakukan verifikasi dan mengeklik perintah cetak surat,” kata Agus sembari memperagakan cara pembuatan surat di layar komputer.
Tak hanya perangkat desa, masyarakat juga menikmati kemudahan layanan digital di desa. Mujiono (47), warga RT 007 Tiyuh Pulung Kencana, menceritakan, dahulu ia harus antre seharian di balai tiyuh untuk mengurus surat dan menunggu tanda tangan kepala tiyuh. Petani singkong itu pun terpaksa meninggalkan pekerjaannya di kebun untuk sementara waktu demi mendapat selembar surat keterangan tidak mampu.
Mujiono yang kini menjadi ketua RW juga sering membantu warganya yang masih gaptek alias gagap teknologi. Jika ada yang membutuhkan surat, warga sekitar rumahnya hanya perlu mengirim pesan atau meminta secara lisan.
Mujiono yang sudah hapal nama-nama warganya hanya perlu memasukkan identitas mereka ke dalam sistem digital. Surat pemohonan warga pun bisa diambil pada hari yang sama.
Kepala Tiyuh Pulung Kencana Hendarwan menuturkan, layanan digital di desa itu dikembangkan sejak tahun 2019. Saat ini, data kependudukan 9.330 warga Desa Pulung Kencana sudah terekam secara digital. Berbagai jenis data, mulai dari jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, golongan darah, hingga bantuan yang diperoleh warga terekam secara berkala.
Tak hanya itu, potret kondisi rumah, luas kebun atau lahan, kepemilikan kendaran, serta kepemilikan hewan ternak setiap warga juga bisa dilihat secara realtime lewat peta desa. Untuk merekam data itu, perangkat desa mengombinasikan fitur Google Earth dan foto asli rumah warga.
Selain mempermudah layanan administrasi untuk warga, Smart Village juga mendukung transparansi alokasi dana desa. Dari website, masyarakat bisa memantau penggunaan anggaran hingga mengecek progres pembanguan desa, mulai dari infrastruktur hingga program pemberdayaan masyarakat desa lainnya.
Verifikasi berbagai program bantuan sosial juga lebih mudah. Kini, tak ada lagi kasus tumpang tindih program bantuan. Warga yang sudah mendapat satu jenis bantuan sosial dari pemerintah secara otomatis tidak bisa menerima bantuan lainnya.
Baca Juga:Desa Sehat dan Cerdas
Pemetaan
Perekaman data digital juga memudahkan pemerintah desa memetakan program sesuai kebutuhan warga. Ia mencontohkan, saat ini masih ada sekitar 3.000 warga Desa Pulung Kencana yang belum mempunyai akses BPJS Kesehatan.
Karena itulah, Hendarwan menggagas program sedekah sampah yang diadakan dua kali dalam satu bulan. Pada Jumat pagi, seluruh aparatur desa, termasuk dirinya, berkeliling mencari sampah dari rumah-rumah warga sekitar.
Sampah berupa kresek, gelas plastik, kardus, kaleng, dan botol kaca itu lalu dikumpulkan di tempat pengelolaan sampah milik desa. Setelah disortir, sampah yang terkumpul dijual ke pengepul. Hasil penjualan sampah lalu digunakan untuk mendaftarkan warga sebagai peserta BPJS Kesehatan secara mandiri.
Hingga saat ini, jumlah warga yang telah didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan mandiri kelas III mencapai 519 orang. Pemerintah desa juga bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk mendorong agar warga yang kurang mampu bisa menjadi penerima bantuan iuran dari pemerintah.
Program lain yang dijalankan dengan memanfaatkan data digital di Desa Pulung Kencana adalah pemberian 2.500 bibit pohon pinang betara untuk warga. Program bantuan bibit pohon itu dibuat bukan tanpa alasan.
Hendarwan mengungkapkan, kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan masih sangat kurang. Saat ini, masih sekitar 25 persen warganya yang tidak taat membayar PBB.
Karena itulah, ia membagikan bibit pohon pinang betara untuk ditanam di depan rumah warga. Dalam waktu 2,5 tahun ke depan, pohon itu diharapkan sudah bisa berbuah. Dengan estimasi hasil panen mencapai 25 kilogram untuk setiap pohon per tahun, warga sudah bisa membayar PBB menggunakan uang hasil penjualan panen buah pinang. Adapun perkiraan harga pinang betara berkisar Rp 10.000-Rp 24.000 per kilogram, tergantung kondisi basah atau kering.
Pendataan korban
Di Kampung Bandar Agung, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, sistem digital juga memudahkan perangkat desa mendata warga saat terjadi bencana alam.
Kepala Kampung Bandar Agung Sutopo menuturkan, ada 54 warganya yang menjadi korban saat banjir melanda desa itu pada Kamis (9/3/2023). Para korban kehilangan berkas kependudukan yang hanyut terbawa banjir.
Ia pun dengan sigap meminta anggota stafnya mengumpulkan berkas kependudukan warga, terutama kartu keluarga, untuk keperluan penyaluran bantuan. Dengan adanya cadangan data digital, pendataan korban dan penyaluran bantuan bisa dilakukan dengan cepat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, dan Transmigrasi Lampung Zaidirina menyebutkan, awalnya, Pemprov Lampung membuat program Smart Village di 130 desa percontohan. Selanjutnya, ribuan desa membangun sistem digital secara mandiri menggunakan dana desa.
Kini, sudah ada 1.792 desa di Lampung yang telah terintegrasi dalam program desa cerdas berbasis digital. Jumlah itu setara dengan 73,2 persen dari total 2.446 desa yang ada di Lampung.
Ia menambahkan, Smart Villagemenjadi pintu masuk bagi berbagai program pendampingan desa lainnya. Saat ini, ada 477 BUMDes yang menjadi agen layanan elektronik samsat desa atau E-Samdes. Layanan itu memudahkan masyarakat membayar pajak kendaraan dari desa.
Selain itu, sejumlah desa juga mengembangkan aplikasi e-Voting untuk pemilihan kepala desa secara digital. Program lainnya adalah aplikasi e-Penting untuk pencatatan dan pengentasan stunting atau tengkes. Pelaku UMKM di desa juga dapat memanfaatkan website desa untuk promosi produk.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menuturkan, Smart village merupakan salah satu terobosan Pemprov Lampung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari desa. Hal ini sejalan dengan visinya untuk mewujudkan rakyat Lampung berjaya.
Ekosistem digital di desa mampu memangkas birokrasi, mendorong transparansi, serta menggerakkan perekonomian desa. Dengan programSmart Village, wajah perdesaan di Lampung kini berubah menjadi lebih modern.
Baca Juga: Lampung Optomalkan Layanan E-Samdes untuk Pembayaran Pajak