Desa cerdas (smart village) memang juga menjadi impian kita. Sarana informasi teknologi memungkinkan warga desa dari berbagai kelompok umur untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Oleh
Dr Samsuridjal Djauzi
·5 menit baca
Kemajuan teknologi informasi memungkinkan orang kembali ke desa dan berusaha di desa. Cukup banyak contoh desa yang mampu memberi penghasilan bagi warganya. Saya pernah membaca tentang kampung marketer di Purbalingga, Jawa Tengah. Kampung ini mampu mempekerjakan ratusan remaja sebagai tenaga marketing online. Cukup banyak pengusaha dari Surabaya dan Jakarta yang memanfaatkan jasa kampung marketer ini.
Di Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, para remaja yang memelihara ikan hias mampu mengekspor ikan hias tersebut ke puluhan negara, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Mereka sebenarnya peternak ikan hias skala kecil dan menengah. Namun, atas bimbingan suatu lembaga yang banyak dibantu oleh teman-teman IPB, mereka mampu memasarkan secara daring serta mengekspor ikan hias. Dulu pengekspor ikan hias adalah perusahaan besar, kini mereka dapat mengekspor. Meski nilai penghasilan ekspor sedikit, mereka mampu mengekspor hampir setiap minggu. Mereka sudah mempunyai pelanggan. Sekarang, selain ikan hias, juga ada permintaan tanaman air. Dengan demikian, lebih banyak remaja dapat terlibat.
Di Cianjur, Jawa Barat, sekarang para petani bunga banyak beralih ke tanaman rucus. Permintaan bunga hias semakin menurun, tetapi permintaan rucus masih tinggi. Selain untuk pasar dalam negeri, juga diekspor ke Jepang. Namun, di Cianjur peran pengumpul masih besar. Remaja yang mampu mengekspor belum ada. Dengan pelatihan, saya rasa para petani akan cepat belajar dan mampu juga mengekspor.
Kita semakin optimistis bahwa desa akan menjadi pilihan tempat tinggal dan tempat berusaha. Arus urbanisasi yang menyebabkan orang berdesakan di kota besar dapat dikurangi. Bahkan, sekarang cukup banyak remaja yang ingin punya rumah kebun. Punya tanah agak luas untuk berkebun dan rumah yang udaranya mengalir baik dan bersih. Keinginan untuk berdesakan di apartemen yang luasnya hanya 21 meter persegi mulai berkurang. Ya, mudah-mudahan desa kita akan semakin menarik untuk menjadi tempat tinggal dan berusaha.
Salah satu yang kita perlukan di desa hendaknya adalah sarana air bersih, listrik, serta sarana pendukung untuk informasi teknologi perlu tersedia. Layanan kesehatan juga harus dapat diandalkan sehingga masyarakat merasa aman. Meski tinggal di desa, telekomunikasi serta layanan kesehatan terjamin baik.
Selain keinginan untuk menjadikan desa menjadi desa sehat, sekarang juga timbul kebutuhan agar desa juga menjadi desa cerdas. Di India konsep desa cerdas ini mulai timbul dan berkembang. Semoga di Indonesia juga dapat cepat tumbuh. Mohon pendapat Dokter apakah mimpi desa sehat dan cerdas ini masih terlalu muluk buat kita?
M di B
Wah, Anda rupanya banyak mengamati kemajuan desa serta peran remaja dalam membangun desa. Memang sekarang cukup banyak lulusan perguruan tinggi yang kembali ke desa. Ada juga yang bekerja di perusahaan besar 2 sampai 3 tahun, tetapi kemudian mencoba menjadi pebisnis mandiri di desa. Kemajuan teknologi informasi memang memungkinkan desa kita tumbuh cepat. Pasar yang semula hanya sebatas desa atau kecamatan, sekarang dengan melalui daring dapat mencapai seluruh Nusantara, bahkan juga ke luar negeri.
Dulu uang berputar hanya di kota besar. Di desa uang susah, modal sukar didapat. Namun, dengan adanya teknologi finansial serta dukungan lembaga keuangan, sekarang investasi di desa juga semakin meningkat. Kita menyaksikan bagaimana iGrow, usaha rintisan di bidang pertanian yang lahir di Depok kemudian dapat menyebar ke seluruh Nusantara, bahkan juga ke negara-negara lain di Asia.
Kita juga bergembira semakin banyak tenaga terampil yang mau kembali ke desa dan membangun ekonomi desa. Kemajuan di bidang pariwisata baik berupa pemandangan alam yang menarik, kebudayaan yang khas, maupun kuliner yang lezat menyebabkan wisatawan sekarang senang berkunjung ke desa. Kita saksikan bagaimana desa-desa di Yogyakarta berkembang menjadi desa wisata.
Sarana kesehatan amat berpotensi untuk dikembangkan. Kita mempunyai hampir 10.000 puskesmas di seluruh Indonesia, termasuk di daerah terpencil. Juga tersedia puskesmas pembantu dan posyandu. Di desa yang perlu dikembangkan adalah upaya penyuluhan kesehatan dan pencegahan. Kita harus menjaga agar warga desa sehat. Sudah tentu akan ada warga yang sakit dan mereka dapat dilayani di rumah sakit terdekat.
Tingkat kesehatan warga desa memang banyak dipengaruhi oleh sarana air bersih, jamban keluarga, gizi, serta kebiasaan hidup sehat. Di desa, warga laki-laki masih sekitar 80 persen merokok. Kita harus berusaha menurunkan angka perokok ini secara nyata.
Desa cerdas (smart village) memang juga menjadi impian kita. Sarana informasi teknologi memungkinkan warga desa dari berbagai kelompok umur untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Sekarang ada lembaga Massive Open Online Courses (MOOC). Warga desa tanpa memandang latar belakang pendidikan dapat memilih judul-judul yang diminati.
Topik itu tak hanya dapat dipelajari secara teori, tetapi juga dapat disertai dengan keterampilan. Misalnya, belajar menanam tanaman dengan cara hidroponik, selain dapat dilakukan dengan praktik langsung, juga dapat dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh. Berbagai video pendukung tersedia untuk meningkatkan keterampilan warga desa.
Untuk menyiapkan desa menjadi desa cerdas, tidak hanya diperlukan sarana dan prasarana, tetapi yang paling penting adalah keinginan warga (terutama remaja) untuk maju, kesediaan untuk terus belajar, dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Melalui sarana informasi teknologi, juga dapat dibentuk jaringan remaja baik jaringan antardesa maupun jaringan desa dengan perguruan tinggi, bahkan jaringan dengan luar negeri sekalipun.
Nah, di desa-desa sekarang juga sudah timbul minat remaja untuk belajar bahasa asing. Ada desa Inggris di Kediri, Jawa Timur, dan Magelang, Jawa Tengah. Ada desa berbahasa Arab. Kursus bahasa Korea tumbuh di kota kecil, bahkan juga di desa. Semangat para remaja ini tentu harus didukung oleh aparat desa serta tokoh masyarakat desa.
Kita harus mengubah remaja desa dari remaja yang, misalnya, banyak menganggur, minum alkohol oplosan, sering berkelahi dengan desa tetangga, menjadi remaja yang ingin maju dan mau terus belajar. Jika remaja kota pandai berbahasa asing, mereka pun bisa. Jika remaja kota mempunyai keterampilan melukis, bermain musik, mencipta lagu, di desa pun itu dapat dilakukan.
Kita berharap ring PALKAP akan segera berfungsi sehingga seluruh Nusantara dapat menikmati informasi teknologi. Desa kita dapat dikembangkan menjadi desa pintar. Remaja tak perlu lagi berdesakan mencari kerja di kota besar, tinggal di permukiman padat dan kumuh. Mereka akan memilih tinggal di desa, mempunyai penghasilan cukup, lingkungan hidup yang bersih dan segar, tersedia layanan komunikasi yang menyamai kota.
Semoga usulan Anda agar desa kita menjadi desa sehat dan pintar akan dapat terwujud.