Berawal Kritik di Instagram Ridwan Kamil, Guru Asal Cirebon Berakhir Dipecat
Guru di Cirebon dipecat setelah diduga mengkritik Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Jika pemecatan benar didasari kritikan, tindakan itu dikhawatirkan merusak kebebasan berpendapat.

Muhammad Sabil Fadhilah (34) menunjukkan surat pemecatannya sebagai guru dari SMK Telkom Sekar Kemuning Cirebon, Rabu (15/3/2023), di Cirebon, Jawa Barat. Sabil mengaku dipecat setelah mengkritik di akun Instagram Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Muhammad Sabil Fadhilah (34) tidak habis pikir. Warga Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, ini mengaku dipecat dan terancam kehilangan statusnya sebagai guru setelah bertanya di akun Instagram Gubernur Jabar Ridwan Kamil dengan menggunakan kata "maneh".
"Maneh" adalah kata dalam bahasa Sunda yang berarti kamu. Di beberapa daerah di Jawa Barat, pengucapannya kerap diartikan berbagai rasa, baik sekadar sebagai bahasa pergaulan maupun konotasi kasar.
Sambil mengernyitkan dahi, Sabil menatap layar telepon pintarnya di sebuah kedai di Kota Cirebon, Rabu (15/3/2023). Sejumlah pesan dari nomor tidak dikenal masuk ke Whatsapp-nya. Begitupun dengan 200-an notifikasi di akun Instagramnya (IG), yang belum ia baca seluruhnya.
”Isinya, ada yang bilang saya pansos (pencitraan), guru enggak sopan, dan lain-lain. Saya sampai enggak mau baca lagi,” ucap Sabil. Serbuan warganet ke akun IG miliknya, @sabilfadhillah, itu ramai sejak ia berkomentar di unggahan IG Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Selasa (14/3/2023) siang.
Baca Juga: Apakah Media Sosial ”Lebih Manis” di Tahun Politik?

Muhammad Sabil Fadhilah (34) saat diwawancarai, Rabu (15/3/2023), di Cirebon, Jawa Barat. Guru tidak tetap di SMK Telkom Sekar Kemuning Cirebon itu mengaku dipecat setelah mengkritik di akun Instagram Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Saat itu, Emil, sapaan Kamil, mengunggah potongan video dirinya berkomunikasi via daring dengan sejumlah siswa SMPN 3 Kota Tasikmalaya. Kisah siswa di sekolah itu sempat viral setelah mereka urunan membeli sepatu untuk mengganti sepatu rusak salah satu temannya.
Di kolom komentar, Sabil menuliskan, ”Dalam zoom ini, Manehteh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil???”. Ia menanyakan, dalam video itu, Emil hadir sebagai gubernur, kader partai, atau pribadi.
”Komentar saya di postingan tersebut karena Kang Ridwan Kamil menggunakan jas kuning. (Padahal), posisinya beliau sedang berhadapan dengan dunia pendidikan. Yang saya ingat, yang namanya politik praktis tidak boleh masuk ke sekolah meskipun secara virtual,” kata Sabil.
Menurut dia, meski tidak ada lambang partai, jas kuning yang dikenakan Emil dalam unggahan itu menyimbolkan partai politik. Apalagi, Emil belum lama jadi kader Partai Golkar yang identik dengan warna kuning. Ia mengaku menanyakan itu sebagai kritik dan pengingat untuk Emil.
Emil lalu membalasnya dengan komentar, ”@sabilfadhillah ceuk maneh kumaha (menurut kamu, bagaimana)?”. Komentar warganet pun datang bertubi-tubi. Begitu pula permintaan pertemanan. Apalagi, Emil menyematkan unggahan Sabil di bagian paling atas kolom komentar.
Beberapa di antara komentar dan pesan langsung warganet itu menuding Sabil tidak sopan karena mengucapkan kata maneh kepada gubernur.
”Saya akui, kurang sopan dengan kata maneh. Saya menggunakan kata itu dengan pertimbangan Kang RK itu, kan, cepat akrab dengan follower (pengikut di media sosial). Jadi, saya berpikir positif saja,” ujar Sabil yang mengaku pernah dua kali bertemu dan berbincang dengan Emil.
Alih-alih mendapatkan jawaban atas pertanyaannya di IG Emil yang pengikutnya 20 juta akun, Sabil malah merasa ”diteror” warganet. Tidak ingin memperpanjang polemik, pemilik pengikut lebih dari 1.600 akun di IG ini pun menghapus komentarnya.
Dipecat

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat datang ke Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/1/2020).
Apalagi, warganet mulai menyeret SMK Telkom Sekar Kemuning Cirebon tempatnya bekerja. ”Saya dapat kabar, ternyata akun IG sekolah di-DM (menerima pesan) langsung dari akun IG RK (Emil) perihal kelakuan saya,” ucapnya sambil menunjukkan tangkapan layar pesan itu.
SMK Manbaul Ulum Cirebon, tempat kerjanya yang lain, juga ikut terbawa-bawa. Sejak 2014, Sabil terdaftar sebagai guru dan tenaga kependidikan di sekolah itu sesuai Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Sejak 2020, ia tak lagi mengajar di sana dan pindah ke SMK Telkom.
Sebagai guru honorer di sekolah swasta, katanya, boleh saja mengajar di beberapa sekolah untuk memenuhi beban kerja guru. Akan tetapi, dua jam setelah komentarnya di IG Emil, ia mendapat kabar buruk.
”Saya dikeluarkan dari Dapodik. Artinya, saya tidak bisa ngajar lagi,” ucapnya.
Sabil pun menunjukkan foto tangkapan layar berisi tabel sejumlah guru dan tenaga kependidikan yang keluar. Di situ tertulis, Sabil keluar karena mutasi. Pagi tadi, guru desain komunikasi visual itu menerima surat dari Yayasan Miftahul Ulum yang memecatnya dari SMK Telkom Cirebon. Kompas sudah berusaha menghubungi SMK Telkom Cirebon, tetapi belum mendapatkan tanggapan.
Dalam surat yang ditetapkan pada 14 Maret itu, Sabil dinyatakan bukan lagi guru tidak tetap di sekolah. Keputusan itu berdasarkan pertimbangan bahwa ia melanggar etika guru, melanggar tata tertib yayasan, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Sabil memohon maaf jika komentarnya di media sosial telah menyeret tempat kerjanya. Meski berat, ia akan menerima keputusan sekolah yang mengeluarkannya. ”Istri saya belum tahu. Kalau bini tahu suaminya kehilangan pekerjaan, pusing,” ucap ayah dari bayi berusia tiga tahun ini.
Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Jabar Ambar Triwidodo mengonfirmasi pemecatan dari SMK Telkom Cirebon itu. Namun, ia memastikan, keputusan itu tidak terkait dengan komentar Sabil di medsos.
”Tidak ada arahan (pemecatan) dari Pak Gubernur,” katanya.
Menurut Ambar, pihak yayasan sebelumnya telah memberi dua surat peringatan kepada yang bersangkutan. Akan tetapi, ia tidak ingin mengintervensi wewenang sekolah setempat. Pihaknya hanya meminta agar sekolah menegur Sabil yang dinilai kurang beretika di medsos.
”Saya tidak menganjurkan pemecatan. Dia juga belum dikeluarkan dari Dapodik,” ucapnya.
Meski demikian, keputusan mengeluarkan Sabil dari Dapodik ada di SMK Manbaul Ulum. Ambar memastikan, setiap guru boleh mengkritik, tetapi harus beretika sesuai peraturan.
Baca Juga: Komedi Membuka Ruang Diskusi dan Kritik
Boleh mengkritik

Menyikapi hal itu, Emil mengatakan, seorang guru harusnya memberikan contoh yang baik dengan berkomentar sopan di medsos. Meskipun sekolah dan yayasan memiliki kewenangan menindak, ia meminta agar Sabil cukup dinasihati dan diingatkan, tidak sampai diberhentikan.
Menurut dia, siapa pun boleh mengkritik gubernur. Ia pun kerap merespons ribuan kritik dengan santai hingga menggunakan penjelasan ilmiah.
”Pada dasarnya, kritik, mah, boleh-boleh saja. Saya, kan, selalu menjawab, kalau mengkritik boleh, kalau tidak sopan, ya, harus sopan,” ujarnya.
Ketua Lembaga Bahasa Cirebon Akbarudin Sucipto mengatakan, bahasa Sunda dialek Cirebon berbeda dengan di daerah Bandung dan sekitarnya. Jika maneh di Priangan dianggap kasar, lanjutnya, kata itu di Cirebon, seperti di Sindanglaut, dinilai biasa saja dalam komunikasi.
”Jadi, kesopanan berbahasa itu tidak bisa diukur hanya melihat diksinya. Jangan lihat mulut siapa yang mengatakan, tetapi lihatlah apa yang keluar dari mulut itu,” katanya. Apalagi, Sunda punya nilai silih asah, silih asih, silih asuh (saling belajar, saling menyayangi, saling mengasuh).
Rosidin, aktivis dari Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan, mengatakan, jika Sabil dianggap melanggar etika, seharusnya ia ditindak secara etik.
”Tidak langsung memecat. Itu bagian dari penggunaan kekuasaan,” ujarnya.
Ia menilai tindakan itu dapat merusak kebebasan berpendapat. ”Orang akan takut mengkritik karena ada risikonya. Akhirnya, masyarakat apatis, tidak peduli. Ini bahaya bagi demokrasi. Padahal, warga punya otoritas untuk memantau pemerintah,” tutur Rosidin.
Baca Juga: Generasi Rebahan sebagai Kritik Zaman