Pelajaran dari Bunga Rawa Ranca Upas yang Kini Tegak Kembali
Ukuran bunga rawa memang kecil. Namun, pengaruhnya besar pada ekosistem rawa di dataran tinggi. Dari Ranca Upas, Bandung, keberadaannya ikut memberi warna pada keanekaragaman hayati yang khas.
Keberadaan bunga rawa (Eriocaulon brownianum Mart) menjadi buah bibir di Tanah Air di awal Maret 2023. Bunga kecil yang tumbuh di Ranca Upas, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ini digilas roda besar motor trail hingga tercerabut dari akarnya. Padahal, keberadaannya unik, memberikan keanekaragaman hayati yang tidak mudah ditemukan di semua rawa di negeri ini.
Kerusakan ini berasal dari ingar-bingar aktivitas berkendara sepeda motor lintas alam di Ranca Upas, Minggu (5/3/2023). Ribuan ban sepeda motor bercampur lumpur menggilas hamparan rumput, hutan, hingga lahan bunga rawa yang tengah tegak berdiri.
Aktivitas yang merusak lingkungan itu membuat Supriatna (44) naik pitam. Lahan bunga rawa yang dia rawat rusak tak keruan. Kemarahan pria yang akrab dipanggil Uprit itu lantas viral di media sosial.
”Saya telanjur emosi dan memohon maaf jika ada yang tersinggung. Saya sedih melihat lahan bunga rawa yang rusak karena aktivitas manusia. Saya harap tidak ada lagi kejadian seperti ini di masa depan,” ujar Uprit seusai penanaman kembali bibit bunga rawa dan sejumlah pohon di Ranca Upas, Selasa (14/3/2023).
Lebih dari 300 bibit bunga rawa kembali ditanam di sekitar lahan yang rusak. Garis polisi masih membentang di salah satu sudut lapangan Ranca Upas yang menjadi lokasi kejadian. Hari itu, bunga rawa kembali berdiri tegak.
Penanaman itu dilakukan sejumlah petinggi Perum Perhutani, pemerhati lingkungan, dan sejumlah tokoh masyarakat. Salah satunya Memet (70), pegiat lingkungan di selatan Bandung. Dia prihatin melihat alam yang rusak oleh ketidaktahuan manusia.
”Saya tidak ingin menyalahkan siapa pun. Ini menjadi pembelajaran agar semua lebih memperhatikan lingkungan. Saya juga berharap penanaman kali ini juga tidak hanya untuk seremonial, tetapi juga komitmen untuk menjaga alam Ranca Upas,” ujarnya.
Baca juga : Data Indeks Biodiversitas Indonesia Bantu Analisis Status dan Tren Populasi
Bunga rawa
Dosen Taksonomi Tumbuhan di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, Joko Kusmoro, berpendapat, setiap flora dan fauna berperan penting dalam ekosistem. Karena itu, keberadaan bunga rawa di Ranca Upas tidak bisa dipandang sebelah mata.
Berdasarkan sejumlah referensi, salah satunya buku Flora of Java Jilid III, Joko menjelaskan, tumbuhan serupa rumput teki ini ditemui di area rawa. Lokasinya diketinggian 1.600-2.400 meter di atas permukaan laut.
Tinggi tanaman bunga rawa dapat mencapai 1 meter dengan panjang daun umumnya 10-80 sentimeter dan lebar daun 0,5-2 sentimeter. Tumbuhan ini hidup berkelompok dengan lumut gambut (Sphagnum), bunga liar seperti Xyris, hingga tanaman lain seperti Rhynchospora dan Scirpus.
Bentuk berkelompok ini membuat bunga rawa yang liar hidup menyempil di antara tumbuhan tinggi lainnya. Mahkota bunga rawa berwarna putih itu tampak samar di antara daun yang menjulang. Bahkan, tidak semua rawa dataran tinggi ditemui bunga rawa tersebut.
”Di kawasan rawa dan ranca (rawa tepi danau), bunga rawa sering dijumpai di Danau Ciharus, Gunung Patuha, Pangalengan, dan Ranca Upas. Di lokasi lain bisa saja ada, tetapi sulit untuk ditemui,” ujarnya.
Baca juga: Edelweis Rawa, Tanaman Langka yang Kini Tak Bernyawa
Hidup berkelompok dengan tumbuhan lain membuat bunga rawa tidak bisa dipisahkan dengan ekosistem. Keberadaannya ikut memengaruhi kesuburan dan keanekaragaman hayati di ekosistem rawa.
Menurut Joko, setiap jenis kehidupan di alam memiliki peran khusus yang tidak tergantikan. Jadi, saat bunga rawa menghilang, ekosistem rawa Ranca Upas menjadi timpang.
”Kehidupan di rawa itu spesifik. Kimiawi tanah, air, serta karakter tumbuhan tidak semua sama. Keanekaragaman di sana sangat unik, dan itu menambah kekayaan hayati dan bisa saja endemik,” ujarnya.
Kehidupan
Bunga rawa memang mengisi keanekaragaman hayati yang unik di Tanah Air. Namun, jika dilihat lebih jauh lagi, keberadaannya berperan pentingmempertahankan rawa bersama kehidupan yang lebih luas.
Karena itu, lanjut Joko, upaya untuk melestarikan Ranca Upas tidak hanya berbicara tentang bunga rawa, tetapi juga ekosistem yang menaungi segala kehidupan di dalamnya. Bahkan, belantara beserta rawa di bagian selatan Bandung ini menjadi cadangan air untuk hajat yang lebih luas.
”Kawasan Rancaekek bisa menjadi contoh. Dulu, sebelum ada aktivitas manusia, daerah tersebut banyak rawa yang menjadi tempat cadangan air. Saat kawasan rawa ini menghilang, banjir pun datang karena tidak ada tempat untuk menyerap air hujan,” ujarnya.
Joko pun berharap rawa di Ranca Upas ini tetap lestari agar kehidupan di Bandung bagian selatan tetap asri dan jauh dari bencana. Dia juga menyayangkan aktivitas manusia yang merusak alam dan berpotensi menghilangkan berbagai kehidupan di dalamnya.
”Tidak hanya bunga rawa, tetapi juga banyak kehidupan yang perlu diperhatikan. Jika bunga rawa atau kehidupan di sana menghilang, anak cucu kita nanti tidak mengenal lagi. Bila sudah begitu, bumi ini jelas tidak akan sama lagi,” kata Joko.
Lestari
Keinginan untuk melestarikan alam di daerah Ranca Upas ini juga membuat Perhutani sebagai pengelola akan mengevaluasi izin aktivitas pengunjung. Direktur Komersial Perum Perhutani Anggar Widiyatmoko menyatakan, peristiwa ini menjadi momentum bagi pihaknya untuk membenahi aturan.
Tidak hanya di kawasan Ranca Upas atau Bandung, evaluasi juga dilakukan di seluruh titik wisata yang dikelola Perhutani. Apalagi, perusahaan ini memiliki destinasi wisata alam mencapai 800 titik, termasuk Ranca Upas.
”Untuk sementara kegiatan motor trail kami stop dulu, termasuk kegiatan roda empat kami tutup. Peristiwa ini pembelajaran luar biasa, tentang bagaimana kami mengelola tempat wisata agar hal yang sama tidak terjadi kembali,” ujarnya.
Anggar berkomitmen wanawisata seharusnya tidak merusak lingkungan. Bahkan, setiap jenis tanaman yang hidup di dalamnya, seperti bunga rawa yang tengah viral ini, harus dijaga dan dilestarikan.
Apalagi, bunga rawa menjadi penanda ekosistem rawa yang masih terjaga. Saat bunga ini rusak, rantai ekosistem menjadi timpang. Tidak hanya keanekaragaman hayati yang terancam, hilangnya bunga ini bisa saja berujung pada kerusakan alam yang membahayakan manusia di sekitarnya.
Baca juga : Politik Keanekaragaman Hayati