Pemerintah Kabupaten Magelang Larang Aktivitas Penambangan
Pemkab Magelang melarang aktivitas penambangan di alur-alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Selain membahayakan keselamatan jiwa petambang, penghentian penambangan perlu dilakukan guna memudahkan evakuasi warga.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Terhitung sejak Minggu (12/3/2023), Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, melarang aktivitas apa pun, termasuk penambangan, di alur-alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi, terutama di Kali Bebeng dan Kali Putih. Larangan ini tertuang dalam surat edaran 050/554/46/2023 tentang Peningkatan Aktivitas Gunung Merapi di Wilayah Kabupaten Magelang.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edi Wasono, di tengah kondisi sekarang, aktivitas penambangan memang wajib dihentikan. Selain demi menjaga keselamatan warga penambangan sendiri, penghentian kegiatan tersebut diperlukan demi menjaga kelancaran jalan agar upaya menyelamatkan, mengevakuasi warga nantinya tidak terganggu.
”Jika dibiarkan berjalan, aktivitas penambangan berikut truk-truk pasir yang biasa lalu lalang di jalan desa pasti akan menghambat kelancaran proses evakuasi warga saat situasi mendesak nantinya,” ujarnya, Senin (13/3/2023).
Penghentian aktivitas penambangan, menurut dia, penting dilakukan sebagai upaya antisipasi untuk menghadapi kondisi terburuk saat terjadi erupsi. Potensi bencana pun saat ini masih sulit diprediksi karena aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cenderung fluktuatif.
Surat edaran, termasuk larangan menambang material galian C, ini sudah disampaikan kepada aparat, semua pemerintah desa di lereng Gunung Merapi, dan kepada warga petambang.
Dalam hal ini, pemerintah desa diminta menindaklanjutinya dengan menutup jalan-jalan yang menjadi akses menuju lokasi penambangan, sedangkan warga, pelaku penambangan, juga diminta sadar, dan menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas penambangan.
Pelaku penambangan, menurut dia, diharapkan menyadari betul potensi bahaya saat berada di alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Selain berisiko terkena luncuran awan panas atau lava pijar, saat turun hujan, para pelaku penambangan pun berisiko terdampak banjir lahar hujan.
Edi menuturkan, pihaknya sempat turun ke lapangan dan memastikan bahwa sejumlah desa sudah menutup akses jalan penambangan. Namun, dia mengakui, pelanggaran masih berpotensi terjadi, dilakukan oleh pelaku penambangan dengan memanfaatkan akses jalan lainnya.
Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Magelang Komisaris Besar Ruruh Wicaksono mengatakan, Minggu (12/3/2023), dia dan sejumlah personel sudah mengecek lokasi dan masih menemui sejumlah petambang manual di radius 3-4 kilometer dari Gunung Merapi.
”Seketika itu juga, para petambang berikut truk-truk pasir langsung kami suruh meninggalkan lokasi,” ujarnya.
Saat itu pula, jajaran Polresta Magelang juga memasang papan-papan imbauan, larangan untuk melakukan aktivitas penambangan di alur Kali Bebeng.
Ruruh mengatakan, tersedia banyak akses jalan menuju lokasi penambangan. Menyikapi kondisi ini, dia pun berencana segera menurunkan personel untuk berjaga, menghalau kedatangan penambangan dan truk-truk pengakut material di akses masuk tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, lalu lalang truk pasir masih terlihat di jalan di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, pada Minggu (12/3/2023). Haryanto (40), salah seorang pengemudi truk pengangkut material, mengatakan, dirinya masih mengangkut material galian C dari alur Kali Bebeng, yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Gunung Merapi. Ketika itu, selain dirinya, masih ada sekitar 50 truk pasir lainnya yang mengangkut material dari lokasi yang sama.