Merapi Terus Erupsi, Penambangan Pasir di Daerah Bahaya Harus Dihentikan
Meski erupsi terus terjadi, aktivitas penambangan pasir dan batu di lereng Gunung Merapi masih berlangsung. Untuk menjaga keselamatan, aktivitas penambangan pasir di daerah potensi bahaya erupsi harus dihentikan.
Oleh
HARIS FIRDAUS, REGINA RUKMORINI, KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah terus mengalami erupsi. Namun, aktivitas penambangan pasir dan batu di lereng Merapi masih berlangsung. Untuk menjaga keselamatan, aktivitas penambangan pasir di daerah potensi bahaya erupsi harus dihentikan.
”Masyarakat menyaksikan para petambang masih menambang di daerah potensi bahaya. Ini tidak aman. Kami mengimbau daerah potensi bahaya untuk dikosongkan dari aktivitas tersebut karena sangat membahayakan,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso dalam konferensi pers, Minggu sore.
Gunung Merapi mengalami erupsi dengan mengeluarkan rentetan awan panas guguran sejak Sabtu (11/3/2023), pukul 12.12. Hingga Minggu (12/3) pukul 18.00, Merapi tercatat meluncurkan 56 kali awan panas guguran. Rangkaian awan panas itu mengarah ke barat daya atau menuju Sungai Bebeng dan Sungai Krasak.
Berdasarkan informasi awal, jarak luncur terjauh awan panas guguran itu adalah 4 kilometer dari puncak Merapi. Namun, berdasarkan hasil foto udara pada Minggu pagi, jarak luncur terjauh awan panas tersebut adalah 3,7 km ke arah Sungai Bebeng.
Agus memaparkan, luncuran awan panas Merapi saat ini diperkirakan hanya mengarah ke sejumlah sungai yang berhulu ke gunung api tersebut. Oleh karena itu, daerah potensi bahaya erupsi Merapi saat ini juga terkonsentrasi di sejumlah sungai.
Mengacu data BPPTKG, ada beberapa sungai yang masuk daerah potensi bahaya. Di sisi selatan-barat daya, daerah bahaya mencakup Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km dari puncak Merapi serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Di sisi tenggara, radius bahaya meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Meski demikian, BPPTKG juga menyebut adanya potensi bahaya berupa lontaran material vulkanik apabila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
Untuk menjaga keselamatan, Agus menyatakan, masyarakat diminta tidak melakukan aktivitas apa pun di daerah potensi bahaya yang telah ditetapkan. Sementara itu, aktivitas di luar daerah potensi bahaya masih diperbolehkan. ”Prinsipnya, semua aktivitas jika dilakukan di luar daerah bahaya masih bisa,” katanya.
Aktivitas tambang
Sementara itu, berdasarkan pantauan Kompas pada Minggu siang, sejumlah truk pengangkut pasir dan batu masih tampak lalu-lalang di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jateng.
Haryanto (40), sopir truk pengangkut pasir dan batu, mengatakan, saat terjadi awan panas guguran dari Merapi pada Sabtu kemarin, dirinya sedang berada di lokasi penambangan di Sungai Bebeng, Kecamatan Srumbung. Saat itu, Haryanto mengaku khawatir sehingga langsung meninggalkan lokasi.
Meski demikian, pada Minggu, Haryanto sudah kembali lagi ke lokasi penambangan untuk mengangkut material. Padahal, lokasi penambangan itu berada di aliran Sungai Bebeng yang berjarak sekitar 5 km dari puncak Merapi. Artinya, lokasi tersebut sebenarnya masuk daerah potensi bahaya yang seharusnya dikosongkan.
Saat mengangkut material hasil tambang pada Minggu, Haryanto juga mengatakan melihat awan panas guguran dari Merapi. Namun, dia tetap melanjutkan aktivitas karena menilai awan panas yang keluar lebih kecil dibanding sehari sebelumnya.
Menurut Haryanto, aktivitas penambangan pasir dan batu di lokasi itu belum seramai biasanya. ”Di lokasi yang saya datangi biasanya ada ratusan truk pengangkut pasir dan batu. Tapi, hari ini (Minggu) cuma ada sekitar 50 truk di lokasi,” tutur dia.
Nurman, salah seorang sukarelawan Peduli Merapi di Kecamatan Srumbung, mengatakan, aktivitas penambangan pasir dan batu di lereng Gunung Merapi memang sudah kembali berjalan pada Minggu. Namun, kebanyakan petambang yang sudah berani beraktivitas adalah petambang manual yang mengeruk material pada jarak sekitar 5 km dari Merapi.
Adapun aktivitas penambangan dengan alat berat pada radius 3-4 kilometer dari Merapi belum berjalan. Nurman menambahkan, truk-truk pengangkut pasir juga mulai tampak lalu-lalang di Kecamatan Srumbung. Kebanyakan truk itu hanya mengambil pasir dari depo-depo pasir yang berjarak 6-7 km dari Gunung Merapi.
Masyarakat diminta tidak melakukan aktivitas apa pun di daerah potensi bahaya yang telah ditetapkan.
Sementara itu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng telah mengeluarkan surat yang meminta penghentian sementara aktivitas penambangan pasir dan batu dengan radius 7 km dari puncak Gunung Merapi.
Surat bernomor 543/2095 tertanggal 12 Maret 2023 itu ditujukan kepada para pemegang izin usaha pertambangan di sekitar lereng Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Magelang. Dalam surat itu dinyatakan, penghentian aktivitas penambangan harus dilakukan hingga situasi dinyatakan aman.
”Imbauan untuk menghentikan aktivitas pertambangan ini sudah kami sampaikan dari kemarin, tetapi surat larangannya baru kami keluarkan per hari ini. Larangan ini berlaku sampai nanti status Gunung Merapi kembali aman,” kata Kepala Dinas ESDM Jateng Sujarwanto Dwiatmoko di Semarang, Minggu.