Presiden Resmikan Tambak Udang Modern di Kebumen, Target Panen 40 Ton Per Hektar
Presiden Joko Widodo meresmikan tambak udang modern di Kebumen, Jawa Tengah. Tambak itu diharapkan bisa menghasilkan minimal 40 ton udang per hektar per tahun.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
KEBUMEN, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meresmikan tambak budidaya udang berbasis kawasan di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023). Tambak modern yang dibangun dengan anggaran Rp 175 miliar dan memiliki 149 petak di pesisir pantai itu ditargetkan mampu menghasilkan udang vaname minimal 40 ton per hektar per tahun.
”Di tambak udang yang berbasis kawasan ini telah diselesaikan kurang lebih 60 hektar yang akan menghasilkan udang satu hektarnya kurang lebih kita harapkan di atas 40 ton,” kata Presiden dalam acara peresmian tersebut.
Presiden mengatakan, tambak yang dikelola secara modern tersebut akan menjadi contoh yang nantinya bisa direplikasi di tempat lain. Dengan demikian, manajemen modern pengelolaan tambak juga bisa diterapkan di tempat lain.
”Kita harapkan ini bisa jadi contoh yang baik dalam budidaya udang vaname yang memerlukan kebersihan air, yang memerlukan betul-betul manajemen yang detail,” papar Presiden.
Menurut Presiden, udang yang dibudidayakan di tambak tersebut bisa dipanen setelah 100 hari atau 3-4 bulan. Kebumen dipilih menjadi lokasi pembangunan tambak karena lokasinya dinilai cocok. ”Ya, ini airnya cocok, masyarakatnya mendukung, bupati dan gubernurnya mendukung sehingga ini cepat dikerjakan,” ujar Presiden.
Presiden menambahkan, ke depan akan dibangun lagi tambak seluas 1.800 hektar di Waingapu, Nusa Tenggara Timur. Selain tambak, di sana juga akan dibangun industri pakan dan pengolahan udang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, tambak udang itu berdiri di atas lahan seluas 100 hektar. Saat ini, pembangunan tambak tersebut mencapai sekitar 60 persen atau 60 hektar dengan jumlah 149 petak budidaya.
Trenggono menyebut, pengelolaan tambak itu akan memperhatikan beberapa hal penting, misalnya pemilihan bibit, pemberian pakan, dan pengolahan limbah. Selama ini, hal-hal itu tak banyak diperhatikan dalam pengelolaan tambak secara tradisional di Indonesia. Saat ini, Indonesia tercatat memiliki 247.803 hektar tambak rakyat, tetapi produktivitasnya hanya 0,6 ton per hektar per tahun.
”Tambak ini memenuhi standar budidaya yang baik dan benar. Maka, hasil produksinya diyakini kualitasnya terbaik dan produktivitasnya juga terbaik sesuai kaidah keilmuan,” papar Trenggono.
Dengan pengelolaan tambak yang baik dan benar, ia meyakini, dana Rp 175 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membangun tambak itu akan kembali dalam waktu tiga tahun. Apalagi, harga rata-rata udang diperkirakan mencapai Rp 80.000 per kilogram.
Ia menambahkan, kawasan tambak udang itu merupakan aset milik pemerintah daerah. Adapun pembangunan dan pengelolaannya dilakukan melalui kerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan jangka waktu 20 tahun. Setelah periode itu, akan dievaluasi pengelolaan yang sudah dilakukan.
Pengelolaan tambak itu akan memperhatikan beberapa hal penting, misalnya pemilihan bibit, pemberian pakan, dan pengolahan limbah.
Pembangunan tambak budidaya udang berbasis kawasan (BUBK) merupakan salah satu strategi KKP untuk meningkatkan produktivitas udang nasional. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menargetkan produksi udang nasional pada tahun 2024 mencapai 2 juta ton.
Trenggono mengakui, target itu kemungkinan belum akan tercapai dalam waktu dekat. Namun, melalui pengembangan tambak BUBK, target tersebut diyakini akan tercapai pada tahun-tahun mendatang.
”Pada 2024, 2025, 2026, kita akan menuju ke target itu. Harapan saya, pada 2026 atau 2027, tambak-tambak yang berbasis kawasan ini, baik yang dibangun pemerintah maupun swasta, akan sama. Kami akan mengawasi semua pembangunan tambak-tambak nasional agar memenuhi standar kualifikasi ini,” tuturnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP TB Haeru Rahayu menyampaikan, survive rate (tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup) udang di tambak BUBK di Kebumen itu mencapai 90 persen.
”Minimal survivel rate-nya 90 persen. Biasanya kita di 95 dan 96 persen. Tapi, target pesimistisnya 90 persen. Bayangkan kalau ada 100 udang, maka yang hidup itu ada 90 udang,” ujarnya.
Haeru menambahkan, pada tahun ini, KKP akan memaksimalkan tambak seluas 100 hektar itu melalui pembangunan 64 petak tambak dengan target produktivitas 80 ton per hektar setahun. Diperkirakan jumlah produksi yang akan diperoleh sekitar 2.700 ton dan perputaran uangnya mencapai Rp 400 miliar.
Pengelolaan tambak secara baik dan benar di Kebumen itu pun melibatkan masyarakat setempat. Saat ini sudah terdapat 152 pegawai yang berasal dari desa sekitar.
Salah seorang warga setempat yang terlibat dalam pengelolaan tambak itu adalah Fendi Pradana (34). Warga Desa Karanggadung, Kecamatan Petanahan, Kebumen, itu bertugas memberi pakan udang.
Fendi mengatakan sangat bersyukur atas pembangunan tambak tersebut. Dengan adanya tambak itu, ia bisa mendapat pekerjaan di dekat rumah dengan upah Rp 2 juta sebulan. ”Tambak ini membuka lapangan pekerjaan,” kata pria yang sebelumnya bekerja di bengkel interior mobil di Sruweng, Kebumen, itu.