Pemerintah Dorong Peningkatan Produksi Udang sampai 2 Juta Ton
Budidaya lobster di Sumba Timur segera dimulai setelah adanya penandatanganan nota kesepahaman Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Bupati Sumba Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah pusat terus membangun kerja sama dengan pemerintah daerah untuk menaikkan produksi udang nasional dari 1 juta ton saat ini menjadi 2 juta ton pada 2024.Salah satu terobosan adalah membangun kerja sama dengan Pemda Sumba Timur melalui program integrated shrimp farming untuk pembangunan dan pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb Haeru Rahaya saat menandatanganinota kesepahaman bersama Pemkab Sumba Timur di Kupang, Selasa (27/12/2022), mengatakan, udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan yang terus digalakkan pemerintah. Kontribusi ekspor udang mencapai 39 persen dari total ekspor perikanan.
Disebutkan, pada periode 2020-2024, produksi udang ditargetkan 2 juta ton, sedangkan nilai ekspor udang ditargetkan 4,25 miliar dollar AS atau tumbuh 250 persen.
”Saat ini KKP sedang mengimplementasikan konsep Blue Economy yang terfokus pada empat komoditas unggulan yang diusulkan, salah satu di antaranya adalah udang,” kata Haeru.
Ia mengatakan, produksi udang saat ini sudah 1 juta ton, masih sisa 1 ton lagi. Karena itu, penandatanganan kerja sama dengan pemda Sumba Timur ini merupakan awal yang baik, sebuah terobosan inovatif mencapai target itu, terutama membangun kesejahteraan bersama.
Untuk mencapai target itu, KKP memiliki dua kegiatan prioritas. Pertama, revitalisasi yang bertujuan mengangkat produktivitas lahan masyarakat pembudidaya yang masih tergolong tradisional. Kedua, KKP coba membuat model budidaya udang yang dilakukan swasta. Namun, swasta masih menunggu keseriusan KKP tentang model yang benar-benarmemiliki prospek ke depannya.
Proyek percontohan
Ia mengatakan, program integrated shrimp farming yang ditawarkan KKP, jumlah anggaran yang diusulkan senilai 500 juta dollar AS. ”Dicoba untuk dilaksanakan dan realisasikan dengan sungguh-sungguh. Jika program ini berhasil dan sukses, akan ada program integrated shrimp farming selanjutnya. Ini semacam proyek percontohan,” kata Haeru.
Saat ini proses green book dan blue book sudah memiliki tiga lokasi pengembangan, yakni NTB, Aceh, dan Sulawesi. Namun, dalam perjalanan tiga lokasi itu bukan milik negara, apakah itu milik pusat, pemda, atau masyarakat perorangan.
Program strategis ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya. (Kristofel Praing)
Jalur birokrasi sangat panjang dan berbelit. Banyak kendala yang dihadapi di lapangan. Karena itu, KKP coba membangun satu terobosan, yakni bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selama ini hampir 50 persen terkendala lahan atau tanah.
”Di Sumba Timur, ada satu anak bangsayang menghibahkan lahan, hak guna usaha bagi KKP. Kami berharap 2024, program ini bisa tuntas. Jadi, para era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, kita bisa meninggalkan satu berharga, yakni kesejahteraan masyarakat khususnya petani, pembudidaya udang,” ujarnya.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengatakan, nota kesepahaman bersama itu untuk mewujudkan perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan sumber daya perikanan budidaya berkelanjutan di Sumba Timur. Peranan masing-masing pihak harus bersinergi, saling mendukung, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat Sumba Timur.
Ia mendorong Pemkab Sumba Timur agar nota kesepahaman itu harus dibangun di atas komitmen moral yang sungguh–sungguh, dan bertanggung jawab. Jajaran KKP, Pemprov, dan Pemkab Sumba Timur memiliki tanggung jawab berat merealisasikan program integrated shrimp farming ini.
Kekayaan terbesar NTT ada di laut. Karena itu, tanggung jawab semua pihak mengelola sumber daya laut itudemi kesejahteraan masyarakat. NTT masuk kategori daerah miskin karena masyarakat di daerah ini, termasuk para pengambil kebijakan, belum mampu mengelola semua potensi kekayaan alam yang ada, khususnya kekayaan bahari yang ada.
Ia mengatakan, Norwegia hanya memiliki kekayaan ikan salmon, tetapi mampu mengelola kekayaan itu secara optimal. Devisa terbesar negara itu datang dari budidaya ikan salmon.
”Di seluruh dunia ada 10 jenis komoditas utama yang sangat dibutuhkan dan Indonesia memiliki 7-8 komoditas tersebut. Komoditas unggulan itu, antara lain, udang, teripang, ikan kerapu, tuna, lobster, dan rumput laut,” katanya.
Program integrated shrimp farming ini harus melibatkan pengusaha jika tidak mau gagal. Pengusaha memiliki semangat dan daya juang untuk sukses sangat tinggi. Pengusaha selalu memiliki semangat untuk mencapai sukses yang besar. Semangat dan daya juang sebagai pengusaha ini jarang dimiliki pemerintah.
Bupati Sumba Timur Kristofel Praing mengatakan, program itu sebagai berkat bagi masyarakat Sumba Timur. ”Program strategis ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sumba Timur sangat cocok untuk budidaya udang air payau, air tawar, dan air laut. Lahan untuk itu luas,” ujarnya.
Ia mengatakan, Sumba Timur bahkan NTT sebagai provinsi kepulauan, memiliki potensi cukup diandalkan untuk budidaya udang, dan ikan air tawar jenis lainnya. Jumlah pulau di NTT 1.192 unit, sebagian sudah ditempati, dan sebagian lain belum ditempati. Dengan jumlah pulau yang begitu banyak, NTT memiliki potensi besar untuk budidaya udang.
Hampir semua kabupaten di NTT memiliki potensi itu karena memiliki pesisir, pantai, dan laut. Sampai hari ini, potensi itu belum dikelola, kecuali beberapa kabupaten memanfaatkan bibir pantai untuk budidaya rumput laut.