Ekspor Buka Pasar Baru untuk Kelapa Nias yang Melimpah
Kelapa segar dari Nias Utara menembus pasar ekspor ke China. Kelapa dari Nias sangat melimpah, tetapi harganya sering anjlok hingga di bawah Rp 800 per buah. Hilirisasi kelapa disiapkan untuk meningkatkan nilai tambah.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
NIAS UTARA, KOMPAS — Kelapa segar dari Kabupaten Nias Utara mendapat pasar baru setelah menembus pasar ekspor ke China. Kelapa sangat berlimpah di Kepulauan Nias, tetapi harganya sering anjlok hingga Rp 800 per buah karena tingginya biaya logistik. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menganggarkan Rp 200 miliar untuk perbaikan jalan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Nias Utara Salomon Omasio Gea, Kamis (9/3/2023), mengatakan, untuk pertama kalinya Nias Utara mengekspor 74 ton kelapa segar ke Kota Hainan, China. Ekspor disaksikan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Direktur Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Harlina Sulistyorini.
Omasio mengatakan, kelapa merupakan salah satu penghasilan utama di Nias Utara karena warga menanamnya hampir di sepanjang pantai. Tanaman itu juga tumbuh subur tanpa harus dipupuk di pantai yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia itu.
”Nias Utara menghasilkan 46.361 ton kelapa segar pada 2022. Ini potensi yang sangat besar, tetapi petani sering berhadapan dengan harga kelapa yang anjlok,” kata Omasio.
Omasio mengatakan, harga kelapa di tingkat petani berkisar Rp 800 hingga Rp 1.200 per buah, tergantung kualitas. Harga juga bisa anjlok di bawah Rp 800 jika hasil panen melimpah atau jika distribusi ke luar Kepulauan Nias tersendat.
Rendahnya harga jual kelapa dari Nias, antara lain, karena biaya logistik yang sangat mahal. Jalan dan jembatan di Kepulauan Nias banyak yang rusak. Biaya logistik itu akhirnya dibebankan pada harga kelapa.
Dari Nias Utara, kelapa diangkut dengan truk ke Pelabuhan Angin di Kota Gunungsitoli. Truk lalu menyeberang dengan kapal selama satu malam ke Kota Sibolga dan melanjutkan perjalanan ke kota-kota di Sumut atau provinsi lain.
Petani kelapa di Nias juga mengolah kelapa menjadi kopra atau daging kelapa kering. Kopra ini dijual untuk membuat minyak kelapa. Namun, harga kopra juga sering jatuh dan hanya bisa dijual di pasar lokal.
Omasio menyebut, mereka juga sedang mencari investor dalam negeri atau luar negeri untuk mengolah kelapa yang melimpah di Nias Utara, khususnya untuk menjadi nata de coco atau santan siap saji. Beberapa kali calon investor datang dan sangat tertarik dengan bahan baku yang melimpah dan kualitas yang sangat baik.
Namun, ketika melihat infrastruktur, ketersediaan energi, dan biaya logistik yang tinggi, para investor urung membangun pabrik. ”Dengan pembangunan yang mulai berjalan di Nias Utara, kami berharap hilirisasi produk kelapa bisa dilakukan ke depan,” kata Omasio.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan, ekspor kelapa segar bisa dilakukan oleh badan usaha milik desa di Nias Utara dengan program Desa Sejahtera Astra. ”Selamat kepada Nias Utara yang telah bisa mengekspor kelapa segar. Mudah-mudahan ke depan bisa terus digali potensi dari Kepulauan Nias,” kata Edy yang juga ikut membuka Pra-Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrebang) di Nias Utara.
Jalan di Nias banyak yang rusak. Karena itu, Pemprov Sumut mengalokasikan Rp 200 miliar untuk jalan di sini agar lebih baik.
Dia pun mendorong agar ke depan dilakukan hilirisasi produk kelapa untuk mendapat nilai tambah yang lebih besar bagi daerah. Selain itu, hilirisasi juga akan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.
Edy menyebut, Pemprov Sumut berfokus memperbaiki infrastruktur jalan di Nias secara keseluruhan. Jalan lingkar di kepulauan yang berada di pesisir barat Sumut itu terdiri dari jalan nasional dan jalan provinsi.
”Jalan di Nias banyak yang rusak. Karena itu, Pemprov Sumut mengalokasikan Rp 200 miliar untuk jalan di sini agar lebih baik. Desa dan Kabupaten juga perbaiki jalan kalian. Kalau tidak cukup dananya, tahun ini dicicil,” kata Edy.
Bupati Nias Utara Amizaro Waruwu mengatakan, mereka meminta Pemprov Sumut memprioritaskan pembangunan di Nias Utara karena tergolong daerah tertinggal. Status itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
”Kami harap Kepulauan Nias menjadi prioritas dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah Sumut 2024 dan menyentuh langsung masyarakat kami di sini,” kata Amizaro.