Meski kembali meraih Adipura Kencana, Surabaya jangan berpuas diri. Ibu kota Jatim itu harus terus memaksimalkan pemilahan sampah yang lebih masif di masyarakat untuk menekan produksi sampah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kota Surabaya, Jawa Timur, menjadi satu-satunya metropolitan di Indonesia yang meraih Adipura Kencana 2022. Keberhasilan itu perlu dilihat sebagai tantangan untuk mempertahankan status metropolitan terbersih dan terbaik dalam pengelolaan sampah. Namun, Surabaya masih perlu memaksimalkan program pemilahan untuk menekan produksi sampah.
Demikian diutarakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi seusai Kirab Adipura Kencana 2022 di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/3/2023). Adipura Kencana adalah penghargaan tertinggi bagi kabupaten/kota yang mampu menunjukkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang inovatif dan berkelanjutan. Adipura Kencana diberikan kepada kota/kabupaten dengan penilaian tertinggi dan telah mendapat Adipura tiga kali berturut-turut.
Adipura Kencana 2022 yang diterima Surabaya diarak bersama 13 penghargaan bergengsi lainnya memakai 20 jip Willys. Iring-iringan dimulai dari depan Graha Pena di frontage Jalan Ahmad Yani lalu menyusuri Jalan Wonokromo, Jalan Raya Darmo, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Gubernur Suryo, Jalan Yos Sudarso, dan berakhir di Taman Surya Balai Kota Surabaya di Jalan Wali Kota Mustajab.
Eri mengatakan, keberhasilan Surabaya meraih Adipura Kencana 2022 memperlihatkan kepaduan kinerja aparatur dan warga dalam program kebersihan. Program utama adalah Surabaya Bergerak yang diinisiasi oleh pemerintah dan diluncurkan pada 10 November 2022 bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.
Surabaya Bergerak merupakan program yang mendorong kampung-kampung melakukan kerja bakti. Aparatur kemudian mengangkut sampah dari kerja bakti yang jumlahnya 700-800 ton dalam sehari kegiatan.
Eri mengatakan, produksi sampah masih besar sehingga perlu dioptimalkan program pemilahan untuk menekan jumlah buangan ke TPA Benowo. Setiap hari sekitar 3 juta warga Surabaya membuang 1.800-2.000 ton sampah yang mayoritas limbah domestik atau rumah tangga.
Eri melanjutkan, di Surabaya ada 600-700 bank sampah dalam pengelolaan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Hampir di setiap RW telah terbangun tempat penampungan sementara (TPS).
Di TPS biasanya sampah dipilah. Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik dipilah untuk daur ulang atau dimanfaatkan. Sampah yang tidak bisa lagi dimanfaatkan barulah dibawa ke TPA Benowo. Di tempat pengolahan akhir itu, sebagian sampah diolah menjadi energi listrik.
Eri menyebutkan, kalau pemilahan sampah bisa didorong di tingkat keluarga, tentu sampah yang terolah bisa maksimal sehingga yang dibawa ke TPA Benowo bisa berkurang. Pemilahan sampah perlu menjadi kesadaran dan gaya hidup warga ibu kota Jatim ini sehingga selaras dengan ikhtiar pelestarian lingkungan.
Dari laman resmi https://surabaya.go.id/, Surabaya sudah meraih penghargaan Adipura 20 kali. Untuk Adipura Kencana, ini sudah yang kesembilan kali dan diterima pada 1995, 1996, 1997 (Adipura Kencana Paripurna), 2012, 2013, 2014, 2017, 2019, dan 2022. Untuk periode 2020-2021, program Adipura ditunda oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena pandemi Covid-19.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro menambahkan, program penanganan sampah mendapat tantangan berat karena limbah juga diangkut dari endapan Kali Surabaya dan percabangannya, yakni Kalimas dan Kali Jagir. Kali Surabaya adalah terusan dari Sungai Brantas, yang juga meliputi wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, serta Kabupaten Sidoarjo.
”Setiap hari, Kali Surabaya menjadi tempat pembuangan setidaknya 25 ton sampah yang kebanyakan sampah plastik,” kata Agus. Sampah-sampah itu terdapat di endapan sungai, bahkan di sekitar intake atau saluran pengambilan air baku untuk PDAM Surya Sembada. Sampah di Surabaya juga berasal dari luar daerah, terutama yang dibuang melalui Kali Surabaya.
Agus melanjutkan, program penanganan sampah tidak bisa dilakukan oleh Surabaya dan warganya sendiri, tetapi seluruh kabupaten/kota, setidaknya dalam wilayah aglomerasi Surabaya Raya (Surabaya-Sidoarajo-Gresik) atau Gerbangkertasusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan).
Sementara itu, Koordinator Komunitas Nol Sampah Hermawan Some pernah mengatakan, penanganan sampah merupakan program abadi yang menuntut komitmen dan keberlangsungan. Penanganan sampah melalui pemilahan dan pengolahan ataupun gerakan tanpa plastik harus menjadi kesadaran dan tidak boleh berpuas meski sudah mendapat penghargaan atau pengakuan bergengsi.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi mengingatkan, Kali Surabaya dan sungai-sungai yang melintasi Surabaya telah diteliti. Hasilnya, kali itu tercemar sampah mikroplastik yang berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia.
”Penanganan sampah bukan sekadar urusan kuantitas, melainkan kualitas. Ini, misalnya, memastikan sumber air bagi PDAM (Kali Surabaya) aman dari cemaran,” katanya.