Pertemuan DPRD dan Dinas Pendidikan NTT Tak Temukan Solusi
Rapat dengar pendapat Komisi V DPRD NTT dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT soal masuk sekolah pukul 05.30 Wita tidak menemukan solusi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Rapat dengar pendapatKomisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT soal masuk sekolah pukul 05.30 Wita tidak menemukan titik terang. DPRD minta kebijakan itu ditunda, sambil melakukan kajian dan analisis dengan melibatkan para pakar pendidikan menengah. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bertekad kebijakan tetap jalan, yakni masuk sekolah pukul 05.30. Ini demi meningkatkan mutu pendidikan di NTT.
Rapat dengar pendapat Komisi V DPRD NTT dipimpin Ketua Komisi V Yunus Takandewa. Ia didampingi anggota komisi, Muhammad Ansor, Kristien Samiyati Pati, dan Jan Pieter Windi. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dihadiri kepala dinas Linus Lusi dan sejumlah kepala bagian.
Menurut Yunus, kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT memajukan waktu masuk sekolah bagi tingkat sekolah menengah atas (SMA) pada pukul 05.00, kemudian diundur menjadi pukul 05.30, sangat tidak masuk akal. Kebijakan itu mengganggu seluruh rutinitas hidup dalam keluarga.
Dalam rapat itu Komisi V DPRD meminta pemprov menyetop kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 itu. Alasannya, masih banyak persoalan yang akan muncul di balik itu. Misalnya, orangtua harus bangun lebih awal menyiapkan sarapan.
Dampak tidak disiapkan sarapan, menurut Yunus, anak ke sekolah dalam kondisi perut kosong, tidak bisa menyerap pelajaran yang diajarkan, dan mengganggu psikologis anak. Sebelum pukul 05.30, transportasi umum pun belum beroperasi.
Anggota Fraksi PDI-P ini menilai, pelaksanaanmasuk sekolah lebih awal itu bukan sebuah kebijakan. Itu hanya arahan sehingga belum bisa dijalankan. Kalau kebijakan, tentu didasarkan pada sebuah peraturan daerah atau surat keputusan gubernur. Itu pun sesudah dilakukan analisis, kajian, dan penelitian lapangan.
Karena itu, kebijakan tersebut diambil dan terus dievaluasi. (Linus Lusi)
Komisi V DPRD mendapat begitu banyak masukan dari masyarakat terkait praktik masuk sekolah pukul 05.30 itu, antara lain dari lembaga perlindungan perempuan dan anak, komisi kebijakan dan pelayanan publik Ombudsman, serta Komnas HAM.
Pelanggaran hak
Pelaksanaan masuk sekolah pukul 05.30 termasuk pelanggaran hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, wajar, berkualitas, dan menyenangkan. Bukan pemaksaan.
Belum lagi yang sudah viral di media sosial. Kesannya kita hanya membuat suatu gebrakan yang mengundang ”keramaian” di media sosial. Suara para pakar pendidikan dan orangtua siswa, terutama ibu-ibu, perlu didengarkan.
Anggota Komisi V DPRD, Muhammad Ansor,mengatakan, pelaksanaan masuk sekolah pukul 05.30 itu mestinya memiliki dasar hukum yang jelas. Bukan tebersit dalam pikiran langsung diterapkan kepada anak sekolah. Setiap keputusan untuk kepentingan umum harus melalui proses panjang. Dampaknya sangat luas, apalagi bagi peserta didik.
Bisa saja melalui studi banding ke sekolah-sekolah favorit di Pulau Jawa, yang selama ini memegang rekor ranking tertinggi untuk masuk perguruan tinggi negeri, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
”Apakah sekolah-sekolah itu juga masuk kelas pukul 05.30 atau tidak. Apakah mereka menggunakan kurikulum yang sama atau bukan,” kata anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi mengatakan, pihaknya tetap menjalankan kebijakan itu sambil berbenah. Setelah jalan beberapa bulan, kebijakan tersebut akan dievaluasi, mana yang bagus untuk dilanjutkan dan mana yang perlu dibenahi.
Menurut dia, awalnya hanya dua sekolah, yakni SMAN 1 dan SMAN 6 Kupang, yang ditawarkan untuk menjalankan kebijakan masuk sekolah pukul 05.30. Namun, beberapa kepala sekolah lain meminta mengikuti program serupa sehingga menjadi 10 sekolah.
Disebutkan, dasar pemikirannya adalah mengapa lulusan SMA dari daerah ini sulit menembus masuk perguruan tinggi favorit seperti UI, UGM, dan ITS. Sementara siswa dari provinsi lain begitu mudah. Padahal, NTT punya anggaran yang memadai, sarana dan prasarana mendukung, serta guru pun hebat-hebat.
”Karena itu, kebijakan tersebut diambil dan terus dievaluasi,” katanya.
Akhir Linus Lusi berbicara, Yunus Takandewa mengetuk palu sidang dengan merekomendasikan agar ajakan masuk sekolah pukul 05.30 ditunda. Pemprov diminta melakukan analisis dan mengkaji secara akademis, kemudian mengambil keputusan.
Setelah ketuk palu, Yunus pun berjalan keluar meninggalkan ruang rapat. Tiga anggota Komisi V lain masih duduk di depan. Saat itu Linus Lusi meminta waktu berbicara meski Yunus sudah meninggalkan ruang rapat. Ia menegaskan tetap menjalankan kebijakan itu.
”Saya tidak akan menunda. Kebijakan sudah jalan dan terus jalan. Kami akan terus evaluasi,” kata Linus.