Racuni Bangkai Kambing, Warga Aceh Timur Jadi Tersangka Kematian Harimau
Kesal karena tiga kambingnya mati diterkam harimau, SY menabur racun pada bangkai kambingnya yang membuat sang harimau tewas. SY pun harus berhadapan dengan hukum.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Seorang warga Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, SY (38), ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian harimau sumatera. SY diduga membunuh satwa lindung itu dengan menabur racun pada bangkai kambing miliknya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resor Aceh Timur Ajun Komisaris Arif S Wibowo, Selasa (28/2/2023), mengatakan, penyidik sejak awal mencurigai keterlibatan SY di balik kematian harimau tersebut. Sebab, kambing yang dimangsa oleh harimau milik SY.
Harimau sumatera itu ditemukan mati di Desa Peunaron pada Selasa (21/2/2023). Tidak jauh dari penemuan bangkai harimau terdapat bangkai kambing dan plastik berisi racun insektisida merek curater. ”Raja hutan” itu menyantap daging kambing yang telah dilumuri racun.
”SY mengakui perbuatannya. Dia kesal dan emosi hewan ternaknya dimangsa oleh harimau,” kata Arif.
Kepada penyidik, SY mengatakan, dia menabur racun pada kambing yang telah mati karena dimangsa harimau itu. Ia kecewa kerena ada tiga kambing yang mati diterkam satwa lindung yang terancam punah itu.
SY kini telah ditahan untuk menjalani proses hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Kasus serupa pernah terjadi di Kabupaten Aceh Selatan pada Juli 2020. Seekor harimau mati karena memakan daging kambing yang juga telah dilumuri racun insektisida. Namun, hingga kini kasus tersebut belum terungkap siapa pelakunya.
Kasus tersebut memperpanjang daftar kematian harimau di Aceh. Catatan Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK), lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada pemantauan kasus satwa, sejak 2019 hingga 2022, sebanyak 19 harimau sumatera mati, sebagian besar karena perburuan.
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan harimau dalam kelompok satwa yang kritis atau selangkah lagi menuju kepunahan. Populasinya diperkirakan 500-600 ekor yang tersebar di hutan-hutan Pulau Sumatera, 150-200 ekor diperkirakan berada di Aceh.
Barangkali upayanya belum efektif sehingga konflik masih masif. (Teuku Reza Ferasyi)
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Teuku Reza Ferasyi mengatakan, konflik satwa lindung semakin masif. Konflik membuat satwa lindung dan manusia sama-sama terancam. Selain kerugian materi, konflik telah memakan korban baik manusia maupun satwa.
Reza mendorong pemerintah agar mengevaluasi upaya mitigasi yang telah dilakukan. ”Barangkali upayanya belum efektif sehingga konflik masih masif,” kata Reza.
Reza juga mendorong upaya penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal di dalam kawasan hutan seperti pembalakan dan perambahan.
Bagi petani yang menjadi korban dari konflik satwa liar, mereka harus diberikan kompensasi. Selama ini petani yang alami kerugian karena tanaman rusak tidak diberikan kompensasi.
”Mereka harus diberikan kompensasi atau ganti rugi agar tidak semakin terpuruk,” uajar Reza.