Kasus Perburuan dan Perdagangan Satwa Lindung di Aceh Meningkat
Satwa yang paling banyak diburu adalah harimau sumatera, gajah sumatera, orangutan sumatera, trenggiling, dan burung rangkong.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Terdakwa kasus kematian lima gajah seusai divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Aceh Jaya, Provinsi Aceh, Kamis (27/1/2022). Sebelas terdakwa divonis bersalah dengan besaran hukuman 10 bulan penjara hingga 3 tahun 4 bulan penjara.
BANDA ACEH, KOMPAS —Sepanjang 2019 hingga 2022, kasus perburuan dan perdagangan satwa lindung di Provinsi Aceh yang ditangani aparat penegak hukum mencapai 50 perkara. Vonis terhadap terdakwa dinilai tinggi, tetapi pencegahan masih lemah.
Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) mencatat, sejak 2019 hingga 2022 ada kecenderungan kasus perburuan dan perdagangan naik. Misalnya, pada 2019 kasus yang ditangani 10 kasus, naik menjadi 11 kasus pada 2020. Setahun kemudian, 2021 naik menjadi 15 kasus. ”Pada 2020 sejak Januari hingga September sudah ada 14 kasus,” ujar Missi Muizzan, Manajer Program LSGK.
LSGK yang fokus pada konservasi dan penegakan hukum juga mencatat satwa yang paling banyak diburu adalah harimau sumatera, gajah sumatera, orangutan sumatera, trenggiling, dan burung rangkong.
”Harimau paling banyak diburu. Tiga tahun 19 individu mati. Sebagian sengaja diburu, ada juga yang terkena jerat pemburu babi,” kata Missi.
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) jantan bernama Petir berada di kandang tinggal Rescue Centre Sumatran Tiger, Tambling Wildlife Nature Conservation, Bengkunat Blimbing, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, Sabtu (30/1/2016).
Missi mengatakan, peningkatan kasus yang ditangani aparat penegak hukum menunjukkan ada semangat dari aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus, tetapi di sisi lain fakta ini memperlihatkan perburuan satwa lindung marak. ”Artinya, satwa lindung semakin terancam. Penegakan hukum saja tidak akan menghentikan perburuan jika tidak dibarengi dengan pencegahan,” ujar Missi.
Adapun vonis yang dijatuhkan oleh hakim terhadap para terdakwa cukup tinggi. Vonis tertinggi 3,5 tahun penjara dan vonis terendah 8 bulan penjara. Adapun tuntutan hukuman paling tinggi 4,5 tahun kurungan sedikit di bawah ancaman maksimal yang tertuang dalam UU Konservasi Sumber Daya Alam. Dalam UU itu disebut maksimal hukuman lima tahun penjara.
”Kajian yang kami lakukan, besaran vonis kasus kejahatan tumbuhan dan satwa liar di Aceh lebih baik dibandingkan provinsi lain,” kata Missi.
Namun, Missi mengatakan, para tersangka yang ditahan oleh aparat penegakan hukum umumnya pemburu dan kurir. Sedangkan penadah dan pembeli di tingkat akhir belum terungkap. ”Jika penadah dan pelaku intelektual tidak diungkap selama perdagangan organ satwa lindung akan sulit dihentikan,” kata Missi.
Sebelumnya, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Subhan mengatakan, selain penegakan hukum, pencegahan juga harus diperkuat. ”Penegakan hukum ada upaya terakhir untuk menyelamatkan satwa lindung,” kata Subhan.
Jika penadah dan pelaku intelektual tidak diungkap selama perdagangan organ satwa lindung akan sulit dihentikan.
Subhan mengatakan, pencegahan dilakukan dengan memperluas dan memperbanyak aktivitas operasi jerat. Sosialisasi terkait satwa lindung kepada warga juga diperbanyak.
ZULKARNAINI
Aktivis lingkungan dari Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh melakukan aksi kampanye perlindungan satwa lindung, Jumat (4/3/2022), di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Kampanye tersebut dalam rangka memperingati Hari Perlindungan Satwa Liar Sedunia yang diperingati setiap 3 Maret. Perburuan dan perdagangan satwa lindung di Aceh yang masif menjadi ancaman terhadap keberlangsungan hidup satwa lindung.
Meski demikian, tambahnya, penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terlibat dalam kasus akan ditindak. Mei 2022, mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi dan dua tersangka lain perdagangan kulit harimau ditangkap oleh petugas Gakkum Sumatera. Saat ini salah seorang tersangka, Iskandar, sedang menjalani proses persidangan.
Aktivitas Yayasan Ekosistem Lestari, Teuku Muhammad Zulfikar, menuturkan, isu konservasi kini menjadi arus utama dalam pembangunan. Kepentingan lingkungan menjadi semangat pembangunan karena alam kian rusak. ”Perubahan iklim dan pemanasan global, pencemaran lingkungan menjadi isu dunia. Aceh yang masih memiliki hutan yang bagus, harus kita jaga,” kata Zulfikar.
Selain penegakan hukum, perbaikan habitat dan proteksi hutan dari perambahan akan memberikan jaminan keberlangsungan kehidupan satwa lindung.