Perusahaan Rintisan di NTB Olah Sampah Plastik Jadi ”Paving Block” dan Pelumas
Berbagai pihak turut ambil bagian dalam penanganan sampah di NTB. Salah satunya adalah perusahaan rintisan Conplas yang berhasil mengolah sampah plastik menjadi ”paving block” dan pelumas padat untuk mesin.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Keterlibatan elemen masyarakat dalam penanganan sampah di Nusa Tenggara Barat terus bermunculan. Salah satu pihak yang ikut terlibat itu adalah perusahaan rintisan atau start up bernama Conplas. Start up itu mengolah sampah menjadi produk bernilai dan bermanfaat seperti paving block dan pelumas padat untuk mesin.
Co-founder Conplas, Sudirman, mengatakan, Conplas atau Convertion of Plastic mulai diinisiasi sejak 2018. ”Conplas berawal dari tugas akhir mahasiswa. Setelah lulus, dikembangkan dan baru mulai produksi sejak tahun 2021,” katanya, Senin (27/2/2023), di Mataram.
Menurut Sudirman, pembentukan Conplas berawal dari fenomena makin banyaknya sampah plastik yang dihasilkan di sejumlah wilayah, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB). Sampah plastik dengan volume besar itu tentu membutuhkan penanganan yang tepat. Itulah kenapa Conplas berupaya menjalankan usaha pengolahan atau daur ulang sampah plastik.
Sudirman menyebut, Conplas juga mempunyai visi sebagai perusahaan pelopor daur ulang sampah berbasis ekonomi sirkuler terbesar di Indonesia. Hal itu diwujudkan dengan mengembangkan sistem daur ulang limbah melalui pendekatan riset dan kebutuhan pasar.
Chief Executive Officer (CEO) Conplas, Amrul Ikhsan, menambahkan, saat ini ada dua produk utama yang dihasilkan perusahaan rintisan itu, yakni eco block dan eco grace. Eco block adalah produk hasil olahan plastik non-recycle yang dibuat dalam bentuk paving block dan pot block.
Paving block biasa digunakan untuk perkerasan jalan, halaman rumah, trotoar, dan lainnya. Sementara itu, pot block bisa digunakan sebagai wadah untuk tanaman.
Adapun eco grace adalah gemuk atau pelumas padat yang bisa digunakan pada onderdil mesin produksi dan kendaraan. Saat ini, Conplas juga tengah mengembangkan plastik polyethylene terephthalate (PET) menjadi bahan bakar cair. Produk ini belum bisa diproduksi karena terkendala standardisasi yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Sudirman menambahkan, sejak mulai produksi dan komersialisasi, peminat produk mereka datang dari sejumlah daerah di NTB, seperti Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Utara. ”Ada kampus dan juga sekolah-sekolah, serta perorangan di Mataram yang telah memasang paving block kami,” kata dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram itu.
Selain itu, Conplas juga tengah menjajaki kerja sama di berbagai kawasan, misalnya di kawasan Gili (Lombok Utara), Sekotong (Lombok Barat), dan Mandalika (Lombok Tengah). ”Target produk kami memang spesifik. Misalnya di Gili akan digunakan di area pantai yang rawan abrasi,” kata Sudirman.
Sudirman menambahkan, saat ini Conplas mendapat bahan baku sampah plastik dari sejumlah daerah di Lombok. Sampah plastik itu berasal dari masyarakat, bank sampah, dan perusahaan makanan.
Conplas juga mempunyai visi sebagai perusahaan pelopor daur ulang sampah berbasis ekonomi sirkuler terbesar di Indonesia.
Sampah-sampah itu kemudian diangkut ke Murbaya, Lombok Tengah, yang menjadi lokasi produksi. Menurut Sudirman, hingga saat ini mereka telah memilah 9.535 kilogram sampah dari sejumlah pemasok. Dari jumlah itu, sekitar 7.500 kilogram telah diolah.
Dari sisi bahan baku, Sudirman mengatakan, Conplas tidak mengalami kendala. ”Sebagai usaha rintisan, kendala rata-rata soal pendanaan. Misalnya untuk mengangkut sampah. Banyak yang mau memberi cuma-cuma sampahnya, tetapi kami masih butuh ongkos untuk transportasi,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB Julmansyah mengatakan, total sampah yang diproduksi masyarakat NTB selama lima tahun terakhir sekitar 3,9 juta ton.
Dari jumlah produksi sampah tersebut, 1,9 juta ton sudah dikelola melalui program zero waste. Hal itu membuat neraca pengelolaan sampah NTB naik dari 20,05 persen menjadi 54,9 persen.
Menurut Julmansyah, untuk meningkatkan pengelolaan sampah di NTB, berbagai upaya terus dilakukan. Upaya itu antara lain berupa pembangunan pabrik pengolahan sampah menjadi bahan bakar (RDF), pengolahan sampah organik menjadi pupuk bio organik, dan pengolahan sampah di tingkat desa.