Empat Desa Terus Tergenang, Pemkab Sidoarjo Wacanakan Tambah Sudetan
Empat desa di Sidoarjo, Jawa Timur, masih tergenang banjir. Untuk meringankan beban warga terdampak bencana, pemerintah daerah kembali menyalurkan bantuan bahan pokok. Selain itu, ada rencana untuk membuat sudetan baru.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Empat desa di Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, masih tergenang banjir. Untuk meringankan beban warga terdampak bencana, pemerintah daerah kembali menyalurkan bantuan bahan pokok. Selain itu, pemerintah juga berencana membangun sudetan baru untuk mengalirkan air sehingga menurunkan tinggi genangan banjir.
Empat desa yang tergenang adalah Kalidawir, Banjarasri, Kedungbanteng, dan Banjarpanji. Banjir melanda sejak akhir Januari 2023. Total rumah warga yang terdampak sebanyak 2.136 unit. Selain itu, terdapat sejumlah sekolah, mulai dari pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah pertama, yang tergenang.
Untuk meringankan derita warga korban banjir, Pemkab Sidoarjo kembali menyalurkan bantuan pada Kamis (23/2/2023). Bantuan berupa bahan kebutuhan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan makanan siap saji. Setiap keluarga menerima satu paket bantuan.
Selain itu, pemda menyediakan layanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis. Layanan itu diberikan oleh petugas kesehatan menggunakan ambulans yang berkeliling dari rumah ke rumah karena banyak warga kesulitan mengakses puskesmas terdekat. ”Kaki saya gatal-gatal karena terkena air banjir terus-menerus. Kalau dipakai jalan terasa sakit, padahal jarak puskesmas jauh,” ujar Romlah (55), warga Kedungbanteng.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, banjir yang menggenangi empat desa di Tanggulangin itu tak kunjung surut meski penanganan terus dilakukan. Selain memompa air dari permukiman ke sungai, pemda juga berulang kali menguruk jalan dan halaman rumah warga.
”Namun, air tetap menggenang saat hujan. Hal itu mengindikasikan terjadinya penurunan tanah yang cukup signifikan,” ujar Muhdlor.
Pemkab Sidoarjo, lanjut dia, akan mengkaji kebijakan terobosan yang tepat untuk mempercepat penanganan banjir di empat desa tersebut. Salah satunya, membuat sudetan baru untuk menambah sudetan yang sudah ada. Tujuannya, mengalirkan air agar genangan banjir lebih cepat surut.
Namun, hal itu memerlukan proses karena butuh pengadaan tanah untuk membuat sudetan baru. Saat ini sudah dibangun dua embung di Kedungbanteng dan Banjarasri untuk mengalirkan genangan banjir. Kondisinya selalu penuh saat musim hujan.
Menurut Muhdlor, menyelesaikan persoalan banjir di empat desa tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, bahkan butuh lebih dari satu tahun. Indikasinya, banjir di empat desa ini sudah lama ditangani dan menghabiskan dana ratusan miliar rupiah. Namun, kondisi genangan justru semakin meluas setiap tahunnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo Dwijo Prawito mengatakan, kajian penyebab penurunan tanah telah dilakukan bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Hasilnya, terdapat penurunan tanah yang signifikan di daerah tersebut. Namun, untuk memastikan penyebab penurunan tanah harus dilakukan kajian lebih dalam oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pakar bencana geologi dari ITS Amin Widodo mengatakan, BPBD Sidoarjo melakukan kajian terhadap banjir ini pada akhir 2020 dan dilanjutkan pada pertengahan tahun 2021 bekerja sama dengan ITS Surabaya. Kajian meliputi penurunan tanah dengan teknologi radar penginderaan jauh INSAR, pengukuran lewat navigasi satelit GPS, topografi, pengukuran geolistrik, asesmen hidrologi banjir, dan asesmen kerugian bencana.
”Hasil kajian INSAR dan GPS, kawasan tersebut mengalami penurunan (subsidence) 20 sentimeter per tahun dan penurunan terdalam 60 cm sehingga kawasan tersebut menjadi cekung dan saat hujan air tergenang,” ucap Amin.
Hasil pengukuran GPS dan hidrologi sungai menunjukkan adanya perubahan morfologi dasar sungai sehingga ada perubahan arah aliran. Hasil pengukuran geolistrik menunjukkan kawasan tersebut tersusun oleh endapan lempung lunak yang tebal dan ada retakan di bawah kawasan yang turun.
Adapun perhitungan nilai kerusakan dan kerugian didasarkan berbagai sektor, meliputi permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial, dan sektor lainnya. Berdasarkan hasil kaji cepat kerusakan dan kerugiaan akibat banjir menunjukkan, setiap terjadi banjir, muncul kerusakan dan kerugian mencapai Rp 100 miliar.