Diduga Cabuli Muridnya, Guru Agama di Kalteng Ditangkap
Kalimantan Tengah belum terlepas dari situasi darurat seksual. Baru-baru ini polisi menangkap seorang guru agama di sebuah SMP di Kotawaringin Barat karena diduga mencabuli muridnya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Seorang guru agama SMP di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, ditangkap polisi karena diduga mencabuli murid perempuannya. Menurut pengakuan tersangka, dia sudah lima kali melakukan kekerasan seksual terhadap sang murid.
Pelaku berinisial WRN (43) itu merupakan guru agama di salah satu SMP di Kecamatan Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat. Pelaku berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang sudah belasan tahun mengajar di sekolah tersebut.
Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Barat Ajun Komisaris Besar (AKBP) Bayu Wicaksono menjelaskan, kasus pelecehan itu bermula saat guru tersebut memanggil korban untuk menyapu kelas yang sedang kosong. Namun, pelaku tiba-tiba memeluk korban dari belakang. Setelah itu, korban tak bisa bergerak.
”Korban merupakan anak didiknya sendiri. Korban sempat berontak, tetapi tak berdaya hingga menuruti keinginan pelaku,” kata Bayu saat dihubungi dari Palangkaraya, Kamis (23/2/2023).
Bayu menambahkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku mengaku telah lima kali melakukan aksi bejatnya sejak September 2022 hingga Januari 2023. Pelaku baru ditangkap pada Selasa (21/2/2023) setelah keluarga korban melapor ke polsek terdekat.
”Pelaku memberikan sejumlah uang agar korban tutup mulut. Kejadian ini terungkap setelah orangtua bersama korban melapor ke Polsek Pangkalan Banteng,” kata Bayu.
Setelah adanya laporan itu, polisi menangkap pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka. Polisi juga menyita beberapa barang bukti, yakni baju dan pakaian dalam korban, baju seragam ASN tersangka, dan handuk.
Tersangka, kata Bayu, diancam dengan Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ”Ancaman hukuman untuk pelaku adalah pidana penjara paling lama 15 tahun,” katanya.
Pemulihan korban
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng Margaretha Winda Febiana Karotina mengungkapkan, persoalan kekerasan seksual terhadap anak tidak akan selesai dengan memenjarakan pelaku. Pemulihan kondisi korban juga sangat penting dalam penanganan kasus semacam itu.
Winda menilai, Kalteng saat ini berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Hal itu karena banyaknya kasus kekerasan seksual di provinsi tersebut. Selain itu, pendampingan terhadap korban kekerasan seksual juga masih belum optimal.
”Pendampingan berlanjut terhadap korban itu belum optimal. Menurut pengamatan kami, korban belum didampingi hingga benar-benar pulih. Harus dipastikan korban itu pulih dari traumanya dan kita semua tahu itu butuh proses panjang,” ujar Winda.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku mengaku telah lima kali melakukan aksi bejatnya sejak September 2022 hingga Januari 2023.
Pendampingan yang belum optimal juga terlihat dari belum dimilikinya rumah aman untuk korban kekerasan seksual di Kalteng. Rumah aman merupakan tempat perlindungan sementara atau kediaman baru korban kekerasan seksual yang dirahasiakan.
Rumah tersebut diawasi dan dijaga selama 24 jam oleh aparat keamanan. Rumah aman juga harus didukung pekerja sosial, psikolog klinis, konselor, petugas pendamping, dan petugas pramusosial.
Selama ini, rumah aman untuk para korban di Kalteng masih menggunakan fasilitas dinas sosial di daerah masing-masing yang belum memberikan pendampingan berkelanjutan. ”Artinya, pemerintah belum serius menangani kasus kekerasan seksual,” kata Winda.