Rencana Pemerintah Kota Batam mengimpor ikan dinilai tidak berpihak kepada nelayan tradisional dan ironis mengingat letaknya yang berada di provinsi kepulauan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, berencana mengimpor ikan jenis benggol dan mata besar atau kembung untuk mengatasi kenaikan harga di pasar. Rencana itu dinilai tidak berpihak kepada nelayan tradisional dan hanya akan menguntungkan sejumlah pengusaha.
Ketua Komisi II DPRD Kepri Wahyu Wahyudin, Selasa (21/2/2023), mengatakan, rencana Pemkot Batam mengimpor ikan itu ironis mengingat sumber daya perikanan di Kepri amat melimpah. Kepri terdiri atas 2.408 pulau, dan 96 persen wilayah provinsi ini merupakan laut.
”Gudang-gudang penyimpanan ikan di Batam, Bintan, dan Tanjung Pinang rata-rata masih memiliki stok 400-1.000 ton ikan jenis benggol dan mata besar untuk bulan ini. Tidak perlu impor, ikan melimpah di laut Batam sampai Natuna,” kata Wahyu saat meninjau gudang penyimpanan ikan PT Hasil Laut Sejati di Pulau Setokok, Batam.
Di gudang PT Hasil Laut Sejati masih terdapat stok sekitar 700 ton ikan jenis benggol dan mata besar untuk bulan ini. Perusahaan itu memiliki dua cold storage untuk menampung ikan hasil tangkapan kapal-kapal purse seine yang mayoritas beroperasi di Laut Natuna.
Salah satu tengkulak, Witno (42), mengatakan, pihaknya setiap hari mengambil 600-700 kilogram (kg) ikan benggol dan ikan mata besar di gudang PT Hasil Laut Sejati untuk dijual di Pasar Sentosa Plaza, Kecamatan Batu Aji. Hal itu berlangsung sejak 2011, dan ia tidak pernah kesulitan mendapatkan dua jenis ikan tersebut.
Menurut Witno, ikan jenis benggol atau yang disebut juga ikan layang kini dijual dengan harga Rp 28.000 per kg di pasar. Adapun harga ikan kembung di pasar adalah Rp 36.000 per kg.
Pada 17 Februari lalu, Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Kota Batam Gustian Riau mengatakan, impor ikan dibutuhkan untuk mengatasi harga ikan yang tidak stabil di pasar. Dua jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi warga Batam adalah benggol dan mata besar.
Gustian menambahkan, Pemkot Batam tengah mengajukan rencana impor ikan tersebut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Mengenai jumlah kuota impor ikan yang akan diajukan, ia mengatakan, hal itu diserahkan kepada pengusaha untuk mengaturnya.
Kalau (Pemkot Batam) impor ikan benggol dan ikan mata besar, tentu harga ikan dari Anambas dan Natuna akan jatuh.
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas, Dedi Syahputra, mengatakan, ikan benggol dan ikan mata besar berlimpah di Laut Natuna. Ikan benggol dan ikan mata besar yang ditangkap nelayan Anambas dan Natuna mayoritas diserap pasar Batam dan Tanjung Pinang.
”Kalau (Pemkot Batam) impor ikan benggol dan ikan mata besar, tentu harga ikan dari Anambas dan Natuna akan jatuh. Kebijakan impor ikan bakal merugikan nelayan dan warga Kepri sendiri,” ujar Dedi.
Menanggapi hal itu, Wahyu mengatakan, alih-alih menggodok rencana impor ikan, pemerintah kota/kabupaten dan pemerintah provinsi seharusnya membantu pemberdayaan nelayan tradisional. Ini amat dibutuhkan agar sumber daya perikanan di laut Kepri dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Menurut dia, salah satu yang paling mendesak adalah soal kuota bahan bakar bersubsidi yang tidak mencukupi kebutuhan nelayan di Kepri. Hal ini telah berulang kali dikeluhkan oleh para nelayan kepada pemerintah.
”Yang tak kalah mendesak adalah perlunya industri pengolahan ikan di Kepri. Ini penting agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari sumber daya perikanan yang melimpah di laut Kepri,” ucap Wahyu.