Pekerja Migran Indonesia asal Bali Jadi Korban Gempa di Turki
Satu dari empat warga negara Indonesia yang menjadi korban meninggal dalam bencana gempa di Turki adalah Ni Wayan Supini, pekerja migran dari Klungkung, Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
KLUNGKUNG, KOMPAS — Ni Wayan Supini (44), perempuan pekerja migran asal Indonesia dari Klungkung, Bali, termasuk satu dari empat orang warga Indonesia di Turki, yang menjadi korban meninggal dalam bencana gempa Turki bermagnitudo 7,8 pada Senin (6/2/2023). Keluarga Supini berharap jenazah korban dapat segera dipulangkan ke Bali.
Supini teridentifikasi sebagai salah satu korban asal Indonesia, yang meninggal dunia di Provinsi Diyarbakir, Turki. Perempuan yang bekerja sebagai terapis spa profesional di Turki itu ditemukan di reruntuhan apartemen tempat tinggalnya di Kota Diyarbakir. Selain Supini, seorang warga Indonesia lainnya, yang juga ditemukan meninggal di lokasi sama, adalah Irma Lestari asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang berdomisili di Kota Denpasar.
Keterangan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ankara, yang dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri, menyebutkan, almarhum Ni Wayan Supini dan Irma Lestari merupakan pekerja migran Indonesia, yang bekerja sebagai terapis spa profesional di Diyarbakir. Dengan ditemukannya kedua korban meninggal di Diyarbakir tersebut, jumlah warga negara Indonesia, yang meninggal dalam gempa Turki menjadi empat orang.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan bersama Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Bali dan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Klungkung sudah berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan KBRI di Ankara, Turki, mengenai kondisi Supini. Almarhum Supini terdata tinggal di Dusun Tegal Besar, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung.
”Almarhum berangkat pada Juli 2022 dan tidak terdaftar di Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri karena menggunakan visa holiday,” kata Setiawan melalui pesan tertulis, yang diterima Kompas, Senin (20/2/2023).
Kepala BP3MI Bali Anak Agung Gde Indra Hardiawan membenarkan kondisi Supini tersebut. Indra menyebutkan, data Supini, yang menjadi korban gempa di Turki, itu tidak ditemukan di Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia karena Supini berangkat ke luar negeri pada 2022 menggunakan visa kunjungan (visitor visa).
”Keterangan dari pihak keluarga almarhum membenarkan bahwa almarhum bekerja di luar negeri, yakni di Turki, diajak temannya,” kata Indra di Kantor BP3MI Bali, Kota Denpasar, Senin (20/2/2023).
Lebih lanjut, Indra menyebutkan, pendataan di Sisko P2MI menunjukkan terdapat 1.400 pekerja migran Indonesia, yang bekerja di Turki, serta mengurus dokumen kerja di luar negerinya melalui BP3MI Bali. Mayoritas dari pekerja migran Indonesia di Turki tersebut bekerja di sektor jasa dan pariwisata. Kondisi pekerja migran Indonesia di Turki pascagempa terus dipantau dan mereka dapat dihubungi secara di dalam jaringan (daring).
Setelah mendengar kejadian gempa di Turki, saya langsung menghubungi ibu, tetapi tidak dapat tersambung. Sampai malam harinya baru dapat kabar dari seorang teman ibu di Diyarbakir, yang mengatakan apartemen, yang mereka tempati, hancur akibat gempa. ( I Gede Krisna Adi Pratama Putra)
Sementara itu, ditemui di rumah keluarga almarhum Supini di Klungkung, Senin (20/2), suami almarhum, I Nyoman Ranten (50), mengatakan, pihak keluarga menunggu pemulangan jenazah Supini.
Adapun kakak Ranten, I Wayan Pasek (55), menambahkan, mereka mendapat kabar jika jenazah Supini akan dipulangkan dari Turki ke Indonesia pada Rabu (22/2/2023). Namun, pihak keluarga tidak langsung dapat melaksanakan penguburan lantaran mereka sedang menyiapkan upacara keagamaan dalam waktu dekat ini. Pihak keluarga berencana akan menitipkan jenazah almarhum di rumah sakit terlebih dahulu.
Almarhum Supini meninggalkan seorang suami dan tiga anak. Menurut putra mendiang, I Gede Krisna Adi Pratama Putra (20), ibunya memutuskan bekerja ke luar negeri setelah tidak lagi bekerja di Bali. Sebelum bekerja ke luar negeri itu, ibunya terlebih dahulu mengikuti kursus keterampilan sebagai terapis spa di Bali.
”Ibu berangkat ke Turki pada 7 Juli 2022. Dia diajak temannya,” kata Krisna di rumah keluarga almarhum di Klungkung, Senin (20/2/2023).
Sebelum gempa hebat mengguncang Turki dan Suriah, Senin (6/2/2023), Supini terakhir kali berkomunikasi dengan Ranten dan putrinya, Ni Kadek Osiana Murni Savitri, pada Minggu (5/2/2023) melalui panggilan video. ”Ibu rutin menelepon kami di Bali,” kata Krisna.
”Setelah mendengar kejadian gempa di Turki, saya langsung menghubungi ibu, tetapi tidak dapat tersambung. Sampai malam harinya baru dapat kabar dari seorang teman ibu di Diyarbakir, yang mengatakan apartemen, yang mereka tempati, hancur akibat gempa,” ujar Krisna lebih lanjut.
Pada Jumat (17/2/2023) lalu, I Nyoman Ranten dan anak-anaknya diajak ke Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar untuk diambil bahan uji asam deoksiribonukleat (DNA), antara lain sampel usap rongga mulut dan sampel darah. Baru pada Minggu (19/2/2023), mereka mendapatkan kabar bahwa Supini termasuk korban meninggal dalam peristiwa gempa bermagnitudo 7,8, yang berpusat di Turki selatan, Senin (6/2/2023).