Getir Hidup Keluarga di Baubau, Anak Dicabuli, Diancam, dan Ditersangkakan
S (41), janda dengan empat anak, sedang menanggung beban tak terkira. Dua anak perempuannya menjadi korban kekerasan seksual oleh sejumlah pelaku, tapi justru anak laki-lakinya yang menjadi tersangka.

S (41), janda dengan empat anak, sedang menanggung beban tak terkira. Dua anak perempuannya dicabuli oleh sejumlah pelaku. Sang kakak, yang tidak pernah disebut oleh sang adik, malah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Saat ini, ia bahkan mengungsi karena anak mereka diancam akan dibunuh.
Jelang siang, Senin (20/2/2023), S mulai kembali berdagang sayuran di salah satu pasar di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Pekerjaan ini sebelumnya ia tinggalkan sementara waktu karena mengurus anak-anaknya yang diterpa musibah beruntun. Padahal, berjualan adalah pekerjaan utamanya untuk menghidupi keempat anaknya setelah sang suami meninggal dua tahun lalu.
Di dekatnya, sang bungsu yang berumur empat tahun, tak pernah mau jauh darinya. Bungsunya itu juga tak bersekolah sejak kejadian naas yang menimpanya akhir Desember lalu. Anak keduanya, yang juga korban pencabulan, tetap bersekolah. ”Kalau yang kakak, selama mulai sekolah, murungnya sudah tidak terlalu. Hanya yang kecil ini takut kalau jauh dari saya. Katanya takut ibunya dibunuh,” tutur S, saat dihubungi dari Kendari.
Ketakutan mereka bukan tanpa alasan. Tiga anaknya, termasuk seorang anak laki-lakinya yang berumur tujuh tahun, mendapat ancaman dari pelaku pencabulan. Ancaman itu tidak tanggung-tanggung, yaitu diancam dibunuh sekeluarga.
Ancaman itu bahkan dilontarkan pelaku disertai todongan senjata. ”Anak-anak saya mengaku ditodong pistol oleh pelaku. Ada yang ditodong di dada, di jidat, dan di mulut. Katanya, kalau melaporkan kejadian (pencabulan) itu ke saya, kami sekeluarga akan dibunuh,” tuturnya.

Ilustrasi pistol
Sejak dua minggu terakhir, ia dan tiga anaknya terpaksa mengungsi dari rumah yang baru ditinggalinya sejak November lalu. Padahal, ia menabung selama 25 tahun untuk membeli rumah tersebut. Ia akhirnya menyewa sebuah kamar kos seharga Rp 600.000 per bulan agar jauh lebih aman.
”Saya baru tahu kalau mereka diancam itu dua minggu lalu karena mereka baru berani cerita. Mereka kenal siapa yang mengancam, orang di perumahan juga. Orang itu juga salah satu pelaku pencabulan,” tambahnya.
Baca juga: Penetapan Tersangka Pencabulan Dua Bocah Bersaudara di Baubau Dipertanyakan
Pengancaman itu terjadi saat dua anak perempuannya dicabuli oleh sejumlah pelaku di kawasan kediamannya, di sebuah perumahan di Baubau. S pertama kali tahu kejadian itu pada Selasa (28/12/2022) malam. Saat itu, ia baru pulang berjualan di pasar.
Sang bungsu mengaku sakit di kemaluan saat buang air kecil. Saat ia memeriksa, kemaluannya rusak. Setelah melihat kondisi anaknya, ia lalu menanyai detail tentang apa yang dialami anaknya tersebut.
Dua anak saya tidak pernah menyebut kakaknya sebagai pelaku sampai hari ini, tapi orang lain.
Sang anak mengaku dicabuli oleh orang yang ia kenal dekat. Sang bocah menyebut juga beberapa pelaku adalah pekerja bangunan yang sedang membangun rumah di perumahannya. Kompleks permukiman itu memang baru dan masih dalam pembangunan beberapa rumah lainnya.
Saat itu ia masih belum tahu apa yang harus dilakukan. Dua malam setelahnya, ia melihat anak keempatnya yang berumur 9 tahun juga kesulitan saat buang air kecil. Saat ia periksa, kemaluan sang anak juga rusak.
Pada Sabtu (31/12/2022), ia melaporkan kejadian ini ke Polsek Murhum. Setelah dimintai keterangan, ia lalu diarahkan ke Polres Baubau. Setelah diperiksa di Polres Baubau, sang anak diarahkan untuk melakukan visum. Hasil pemeriksaan dokter menyebutkan ada robek pada kemaluan sang anak.

Berselang sekitar sebulan setelah melaporkan, sebuah kabar buruk kembali menimpanya. Anak pertamanya, AL (19), ditetapkan oleh Polres Baubau sebagai tersangka pencabulan dua adiknya dan langsung ditahan. Anak tertuanya tersebut memang sebelumnya dipanggil oleh polisi untuk dimintai ketarangan.
”Dua anak saya tidak pernah menyebut kakaknya sebagai pelaku sampai hari ini, tapi orang lain. Saya sangat yakin anak saya itu bukan pelakunya,” tuturnya menahan emosi.
Dugaan rekayasa
Kepala Polres Baubau Ajun Komisaris Besar Bungin Masokan Misalayuk, yang dihubungi Kompas berulang kali, belum menjawab panggilan. Sebelumnya, ia mengungkapkan bahwa kasus ini telah ada tersangka, yaitu kakak korban, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut alat bukti yang dimiliki.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Baubau Ajun Komisaris Najamuddin juga sama. Ia tidak mengangkat telepon dan tidak menjawab pertanyaan yang dikirimkan Kompas melalui pesan pendek.
Kuasa hukum AL, Sutri Mansyah, menjelaskan, pihaknya telah bertemu beberapa kali dengan AL. Dalam penjelasannya, AL mengaku bingung kenapa sampai ditetapkan sebagai tersangka pencabulan kedua adiknya itu. Bahkan, pada hari pencabulan yang disangkakan polisi, AL berada di pasar bersama ibunya sedang berjualan dari pagi sampai sore hari. ”Dan itu ada saksinya,” terang Sutri.

Suasana Pantai Kamali, Baubau, Sulawesi Tenggara, pada 28 Mei 2022.
Dalam pemeriksaan di Polres Baubau sebelumnya, ia melanjutkan, AL memang mengakui perbuatan bejat tersebut di depan penyidik. Namun, pengakuan itu diucapkan karena ia mendapat bujukan hingga tekanan dari para penyidik. Merasa takut, ia akhirnya mengakui jika melakukan pencabulan tersebut. Dalam pemeriksaan saat itu ia tidak didampingi oleh pengacara.
Hal yang sangat ganjil, tambah Sutri, karena kedua korban tidak pernah menyebut nama AL sebagai pelaku. Namun, kedua korban menyebut beberapa nama orang lain yang sampai saat ini masih bebas berkeliaran.
Kami akan melaporkan kejadian ini ke Polda Sultra ke depannya.
”Berarti proses penersangkaan itu subyektivitas penyidik, tidak berdasarkan keterangan korban. Ini yang membuat kami curiga bahwa proses penersangkaan ini adalah rekayasa. Kami akan melakukan pra-peradilan dalam waktu dekat dan melaporkan kejadian ke depannya,” kata Sutri.
Ia turut mengeluhkan kepolisian yang terkesan tertutup. Hal ini termasuk perihal pihaknya belum mendapatkan surat penetapan tersangka kliennya itu meski telah beberapa kali meminta. Ia memang pengacara kedua AL.
Baca juga: Bocah Kakak Beradik di Baubau Dilecehkan, Polisi Tak Kunjung Tangkap Pelaku
Safrin Salam, kuasa hukum kedua korban, membenarkan jika kliennya tersebut tidak pernah menyebut nama kakak mereka sebagai pelaku. Kedua korban konsisten menunjuk beberapa orang, yaitu beberapa pekerja bangunan, termasuk kontraktor perumahan tempat mereka tinggal.
Menurut Safrin, ia telah berulang kali memastikan hal ini kepada para korban, dan jawaban mereka selalu sama. Bahkan, dalam keterangan kepada kepolisian sebelumnya, korban juga tidak pernah menyebut nama sang kakak sebagai pelaku pencabulan.
”Ini mengindikasikan ada upaya ’bermain-main’ dari aparat, tidak profesional, dan terkesan melindungi pelaku utama, malah mengkriminalisasi orang lain. Kami akan melaporkan kejadian ini ke Polda Sultra ke depannya,” ucapnya.

Ilustrasi
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso menilai ada sejumlah keganjilan dalam proses penyelidikan kasus pencabulan dua bersaudara ini. Salah satu yang utama, kedua korban tidak pernah menyebut nama kakak mereka sebagai pelaku, tetapi orang lain. Namun, polisi malah menjerat kakak korban, yaitu AL, sebagai tersangka.
Tidak hanya itu, terkait waktu kejadian perkara yang dituduhkan oleh polisi, AL berada di lokasi lain, yaitu di pasar bersama sang ibu. Hal ini menjadi aneh jika AL dianggap menjadi pelaku pencabulan kedua adiknya yang berada di tempat lain.
Baca juga: KPAI: Indonesia Darurat Kekerasan pada Anak
”Oleh karena itu, ada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Reskrim Polres Baubau dalam menangani kasus ini. Polda Sultra harus menarik kasus ini karena terlihat penyidik tidak profesional dalam menangani kasus,” katanya.
Wakil Kepala Polda Sultra Brigadir Jenderal (Pol) Waris Argono mengungkapkan, saat ini proses penyidikan kasus sedang berjalan. Meski begitu, penyidik tidak bisa membuka detail kasus ke publik karena termasuk delik khusus dengan korban di bawah umur dan termasuk informasi yang dikecualikan.
Terkait keterangan korban yang harusnya menjadi rujukan utama sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Waris beralasan bahwa kasus ini memakai UU Perlindungan Anak, bukan di ranah TPKS. Dalam hal ini, alat bukti itu ada lima, bukan hanya keterangan saksi korban.
”Dan penyidik sudah mengumpulkan kelima alat bukti tersebut. Polda (Sultra) melakukan asistensi dan monitor kasus ini sejak awal,” tambahnya. Hanya saja, saat ditunjukkan aturan kekerasan seksual anak juga ada dalam UU TPKS, ia tidak lagi menjawab pertanyaan yang dikirimkan.

Yustina Fendritta, aktivis perempuan Sultra, mengungkapkan, meskipun masuk ranah Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu pemerkosaan, proses pemidanaan harus berdasar pada Undang-undang TPKS Nomor 12/2022, yang merupakan aturan paling baru. Sebab, pidana kekerasan seksual terhadap anak juga diatur dalam UU TPKS.
Dengan demikian, semua tahapan penyelidikan hingga persidangan harus berdasar pada aturan UU TPKS tersebut. Dalam hal ini, keterangan korban merupakan salah satu unsur utama yang bisa menjerat pelaku, dengan tambahan satu alat bukti lain.
”Padahal, telah ada telegram dari Kapolri kepada semua polisi di daerah untuk menggunakan UU TPKS ini dalam pengusutan kasus kekerasan seksual. Tidak ada alasan bagi penyidik tidak menggunakan aturan ini,” ujarnya.
Sementara itu, bagi S dan keluarganya, mereka akan terus berjuang untuk keadilan anak-anaknya. ”Kami ini orang kecil. Anak saya sudah menjadi korban pemerkosaan, tapi malah anak saya juga yang jadi tersangka. Kami mau cari keadilan di mana kalau begini,” tuturnya sendu.