Kepolisian Tahan Tujuh Petambang Emas Ilegal di Aceh
Aparat kepolisian menahan tujuh tersangka petambang emas ilegal di dalam kawasan hutan di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Selain ilegal, tambang emas tersebut berpotensi memicu kerusakan hutan dan memicu bencana alam.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SUKA MAKMUE, KOMPAS — Aparat kepolisian menahan tujuh tersangka petambang emas ilegal di dalam kawasan hutan di Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Selain ilegal, tambang emas tersebut berpotensi memicu kerusakan hutan dan mengakibatkan bencana alam.
Direktur Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Winardy, Rabu (8/2/2023), mengatakan, operasi penangkapan pelaku tambang itu dilakukan pada Selasa (7/2/2023) di Desa Agoy, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya. Dari Suka Makmue, ibu kota Nagan Raya, lokasi tambang ilegal itu berjarak sekitar 50 kilometer.
Wilayah Kecamatan Beutong dikelilingi hutan lindung yang sebagian di antaranya masuk Kawasan Ekosistem Leuser. Selain kaya dengan keanekaragaman hayati, tanah Beutong juga menyimpan cadangan emas. Sejak lama, para petambang terus berburu emas di kawasan tersebut secara ilegal.
Winardi memaparkan, saat tim aparat penegak hukum tiba di lokasi, para tersangka sedang bekerja. Di lokasi juga ditemukan sebuah alat berat atau eskavator yang digunakan untuk mengeruk tanah. Polisi menahan tujuh tersangka, satu di antaranya pemodal.
Para tersangka yang ditahan itu adalah SFA (23), JM (31), TM (38), KR (43), HZ (37), RD (40), dan DA (48). Tersangka DA disebut sebagai pemilik dari lokasi tambang ilegal itu.
”Kegiatan penambangan itu tidak memiliki izin dan sangat meresahkan karena berpotensi merusak lingkungan,” kata Winardy.
Penambangan emas ilegal di Nagan Raya dilakukan dengan mengeruk tanah yang diduga mengandung emas. Pengerukan dilakukan menggunakan alat berat. Pengerukan dilakukan sembarangan, termasuk di aliran sungai dan hutan.
Kegiatan penambangan itu tidak memiliki izin dan sangat meresahkan karena berpotensi merusak lingkungan.
Untuk melancarkan pengerukan, pelaku penambangan tak segan merobohkan pohon-pohon yang ada. Oleh karena itu, penambangan ilegal tersebut menimbulkan kerusakan yang masif.
Di lokasi pertambangan ilegal itu, polisi menemukan 1 timbangan digital, 1 buku rekap catatan hasil galian emas, 1 toples pasir hitam berisi kandungan emas, 2 alat indang, dan 2 jerigen berisi minyak solar.
”Alat berat dan para terduga pelaku, termasuk pemilik lokasi tambang, sudah ditahan,” kata Winardy.
Meski berulang kali penangkapan dilakukan, aktivitas penambangan emas ilegal di Aceh belum juga berhenti. Saat ini, tambang emas ilegal tersebar di enam kabupaten, yakni Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan, dan Aceh Tengah. Diperkirakan ada lebih 6.000 orang terlibat dalam aktivitas ilegal itu.
Direktur Walhi Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, tambang emas ilegal adalah persoalan klasik yang tak pernah selesai. Ahmad menyebut, jika pemerintah tak serius memberantas tambang ilegal, berarti pemerintah membiarkan warganya terus melakukan dosa ekologis.
Hal ini karena tambang ilegal bisa berdampak buruk pada kondisi ekologi, yakni merusak hutan dan lingkungan sehingga dapat memicu bencana alam.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh Khairil Basyar mengatakan, persoalan tambang emas ilegal seperti buah simalakama. Jika aktivitas itu ditutup total, akan timbul konflik sosial. Namun, jika aktivitas tersebut dibiarkan, kondisi alam bakal kian mengalami kerusakan.
Khairil berharap aparat kepolisian dapat melakukan penindakan hukum sehingga aktivitas tambang ilegal bisa berkurang. ”Tambang emas ilegal itu merupakan tindakan kriminal karena melanggar undang-undang. Ini jadi ranah pihak kepolisian,” katanya.