Kebakaran di Dua Kawasan Jadi Peringatan Dini bagi Sumsel untuk Bermitigasi
Pada awal Februari 2023, dua daerah di Sumatera Selatan sudah mengalami kebakaran lahan dengan luas total mencapai 6,5 hektar. Peristiwa ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih dini mengantisipasi karhutla.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Pada awal Februari 2023, dua daerah di Sumatera Selatan sudah mengalami kebakaran lahan dengan luas total mencapai 6,5 hektar. Peristiwa ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih dini mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan yang diperkirakan mencapai puncaknya pada Agustus-September 2023 mendatang.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Wilayah Sumatera Ferdian Kristianto, Selasa (7/2/2023), mengatakan, hingga awal Februari 2023, sudah ada dua kasus kebakaran lahan di dua kabupaten. Pertama, di Desa Arisan Jaya, Kecamatan Pemulutan Barat, Kabupaten Ogan Ilir. Di lokasi tersebut, api membakar kawasan semak belukar yang tumbuh di atas lahan mineral dengan luas lahan terbakar mencapai 1,5 hektar.
Kebakaran lain terjadi di sebuah lahan konsesi perusahaan di Desa Jungkal 1, Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir. Lahan yang terbakar merupakan lahan gambut dengan luas lahan terbakar mencapai 5 hektar. ”Di kedua lokasi ini, kebakaran sudah bisa dipadamkan,” ujar Ferdian.
Dua kasus kebakaran ini menjadi peringatan bagi semua pihak di Sumsel untuk mulai bersiap menghadapi ancaman kebakaran lahan di sejumlah daerah. Apalagi, ujar Ferdian, BMKG sudah memprediksi Sumsel bakal mengalami kemarau kering.
Secara keseluruhan, wilayah Sumatera bagian selatan memang cukup rawan karena sudah terjadi kebakaran lahan yang cukup luas. ”Di Lampung saja, tepatnya di Taman Nasional Way Kambas, terjadi kebakaran lahan seluas 1.000 hektar,” ungkapnya.
Bahkan, apabila dilihat dari kondisi lapangannya, Ferdian khawatir kebakaran lahan di Sumsel bisa lebih awal dibandingkan periode sebelumnya. ”Biasanya, kebakaran lahan di Sumsel akan terjadi pada Juli-Oktober. Namun tahun ini, saya khawatir karhutla di Sumsel bisa datang lebih awal, bahkan lebih cepat dari Riau,” ujar Ferdian.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori mengatakan, memperhatikan hasil rapat koordinasi khusus antisipasi karhutla, Gubernur Sumsel Herman Deru telah mengimbau semua daerah di Sumsel untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian karhutla sejak dini.
Upaya itu dilakukan dengan memonitor secara efektif deteksi dini karhutla dengan menggerakkan sumber daya yang ada. Selain itu, identifikasi kawasan rawan terbakar sudah harus dipetakan.
Tahun ini, saya khawatir karhutla di Sumsel bisa datang lebih awal, bahkan lebih cepat dari Riau.
Hal yang juga dilakukan adalah melibatkan tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama, untuk mengajak masyarakat tidak membakar lahan. Patroli rutin juga perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Pemda di daerah rawan karhutla juga sudah harus mengalokasikan anggaran untuk penyediaan tenaga, sarana, dan prasarana untuk kegiatan pemadaman kebakaran lahan. ”Daerah yang mulai terlihat kejadian karhutla sudah harus menetapkan status siaga darurat bencana karhutla,” ujar Ansori.
Berkaca pada tren karhutla di Sumsel, titik panas (hotspot) biasanya akan lebih banyak terjadi pada saat kemarau kering. Terlihat pada tahun 2015, sebaran titik panas mencapai 27.043 titik dengan luas lahan terbakar sekitar 750.000 hektar. Berlanjut pada 2019, sebaran titik panas berjumlah 17.391 titik dengan luas lahan terbakar mencapai 329.485 hektar.
Siaga
Dalam apel pasukan siaga akhir Januari lalu, Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) Iskandar menyebut daerahnya sudah bersiaga sejak dini untuk meningkatkan koordinasi antar-satuan. Di Ogan Komering Ilir setidaknya terpantau ada 54 titik rawan karhutla yang terus menjadi perhatian.
”Untuk itu, dikerahkan sekitar 1.150 personel gabungan untuk mengantisipasi karhutla di wilayah OKI,” ujarnya.
Kepala BPBD OKI Listiadi Martin menuturkan, dalam pencegahan, pihaknya menerapkan strategi kluster. Skema ini mengedepankan antisipasi karhutla menggunakan metode lanskap dengan melibatkan pemerintah dan swasta.
Kepala Operasi Pengendalian Api APP Sinar Mas Region OKI Panji Bintoro menyebut, beragam upaya mitigasi sudah dilakukan untuk mengantisipasi karhutla di dalam dan di perbatasan kawasan konsesi. ”Secara keseluruhan ada sekitar 574.000 hektar konsesi yang harus diawasi agar tidak terbakar,” ujarnya.
Proses pemantauan menggunakan beragam peranti yang tersedia, mulai dari data satelit hingga pesawat nirawak (drone). Selain itu, dikerahkan 369 anggota regu pemadam kebakaran di 20 distrik dan 24 unit menara api yang tersebar di semua kawasan konsesi.
”Kami juga terus berkoordinasi dengan masyarakat di luar konsesi untuk turut menjaga lahannya agar tidak terbakar,” ucapnya. Itu karena 5 kilometer dari sisi terluar konsesi juga menjadi tanggung jawab perusahaan.
Menurut dia, potensi kebakaran lahan tahun ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dua tahun terakhir. Itu karena kemarau akan lebih kering. ”Puncaknya diprediksi akan terjadi pada Juli-September. Di waktu itulah kami harus terus bersiaga,” kata Panji.