10 Daerah di Sumsel Tetapkan Status Siaga Darurat Karhutla
Memasuki musim kemarau, sepuluh daerah di Sumatera Selatan sudah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan. Semua daerah itu rawan mengalami kebakaran setiap tahunnya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Memasuki musim kemarau, 10 daerah di Sumatera Selatan menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan atau karhutla. Semua daerah itu merupakan yang rawan mengalami kebakaran setiap tahunnya. Dengan penetapan status ini, pengerahan personel dan armada untuk pemadaman akan lebih lancar sehingga kebakaran dapat diantisipasi sejak dini.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Sumsel Ansori, Jumat (11/6/2021). Dia mengatakan, penetapan status siaga darurat ini merupakan langkah antisipasi daerah jelang musim kemarau.
Ke-10 daerah itu adalah Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, Muara Enim, Penukal Abab Lematang Ilir, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu, dan Ogan Komering Ulu Timur.
Ansori menuturkan, penetapan ini untuk mempermudah koordinasi di antara pemangku kepentingan jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran di lokasi tersebut. Hal ini sudah diimplementasikan ketika kebakaran terjadi di Ogan Ilir, awal Juni lalu. ”Karena pemkab sudah menetapkan status siaga darurat, maka pemadaman bisa segera dilakukan,” ucapnya.
Ansori menjelaskan, penetapan status ini sebagai langkah antisipasi untuk penanganan kebakaran karena sebagian besar daerah di Sumsel sudah memasuki musim kemarau. Selain penyiapan sarana dan prasarana, personel juga segera dikerahkan untuk mengantisipasi di sejumlah kawasan rawan.
Tingkat kerawanan kebakaran lahan di Sumsel cenderung meningkat seiring semakin keringnya permukaan lahan di daerah yang rawan terbakar. Hal itu, misalnya, di Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir yang beberapa kawasannya sudah tidak diguyur hujan selama 20 hari terakhir.
Bahkan, kata Ansori, di beberapa lokasi, tanahnya sudah pecah-pecah. Ini menjadi peringatan bagi setiap daerah untuk lebih waspada agar kebakaran tidak menjadi bencana asap.
Tidak hanya itu, kasus kebakaran juga sudah terjadi di beberapa tempat di Kecamatan Pemulutan dan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, serta di Kecamatan Gandus, Palembang. Sepanjang Juni, kasus kebakaran lahan sudah empat kali terjadi dengan luas kebakaran setiap kasus 1,5 hektar-3 hektar. ”Walau tergolong masih kecil, tetap sangat mengkhawatirkan jika tidak segera ditanggulangi,” ucap Ansori.
Dengan adanya status darurat ini, beragam bantuan, seperti teknologi modifikasi cuaca (TMC) dan operasional helikopter bom air, bisa diterapkan. ”Di Sumsel, sudah ada dua helikopter bom air dan satu pesawat TMC yang dioperasikan,” ucap Ansori.
Tidak hanya itu, posko terpadu yang melibatkan semua instansi terkait juga akan diaktifkan sehingga ketika terjadi potensi titik api bisa segera ditanggulangi. ”Pekan depan, kami akan menetapkan lokasi mana saja yang perlu mendapatkan perhatian sehingga penanggulangan kebakaran lebih terarah,” ujar Ansori.
Apabila TMC kali ini bisa meningkatkan curah hujan hingga 30-40 persen, kami nilai itu sudah cukup baik.
Koordinator Bidang Pelayanan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Sutrisno mengatakan, pelaksanaan TMC di Sumsel akan berlangsung sampai Jumat (25/6/2021). Namun, jika diperlukan, bisa diperpanjang. Pada akhir operasi, akan dihitung bagaimana dampak TMC terhadap penambahan intensitas hujan di Sumsel.
Berdasarkan pengalaman tahun 2020, ada peningkatan curah hujan hingga 60 persen dibandingkan normal karena Sumsel juga diliputi kemarau basah. Namun, dia memprediksi, tahun ini curah hujan lebih rendah karena Sumsel berada dalam kondisi kemarau normal. ”Apabila TMC kali ini bisa meningkatkan curah hujan hingga 30-40 persen, kami nilai itu sudah cukup baik,” ujarnya.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan menuturkan, saat ini sebagian besar kawasan di Sumsel sudah memasuki musim kemarau. Hal ini ditandai dengan tidak adanya hujan pada satu dasarian (10 hari) dan akan berlanjut di dua dasarian berikutnya. ”Itu sudah terjadi di beberapa daerah,” ucapnya.
Dia mengatakan, karakteristik kemarau tahun ini adalah kemarau normal sehingga tidak jauh berbeda dengan kondisi pada tahun 2019. Dalam kondisi seperti ini, curah hujan akan sangat kecil, bahkan kemungkinan berada di kisaran 0-50 milimeter (mm) per dasarian. Masa puncak kemarau pun diprediksi terjadi pada Agustus 2021 dengan kemungkinan hari tanpa hujan bisa saja mencapai 60 hari.