Tunggu Penggemukan, Pengiriman Ternak dari NTT Idealnya Setelah Musim Hujan
Pengiriman hewan ternak dari Nusa Tenggara Timur ke provinsi lain idealnya dilakukan setelah musim hujan usai. Hal ini agar hewan ternak bisa menjalani penggemukan hingga mencapai bobot yang disepakati.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pengiriman hewan ternak dari Nusa Tenggara Timur ke provinsi lain idealnya dilakukan setelah musim hujan usai. Hal ini untuk memberi kesempatan agar hewan ternak menjalani proses penggemukan hingga mencapai bobot yang disepakati, yakni di atas 275 kilogram. Di sisi lain, kuota pengiriman ternak melalui kapal dari NTT dinilai perlu ditambah.
”Idealnya pengiriman sapi dan kerbau ke luar NTT itu setelah musim hujan. Biarkan ternak-ternak itu digemukkan sampai mencapai bobot di atas 275 kg per ekor. Kecuali ternak yang sudah mencapai bobot di atas 275 kg bisa dikirim,” kata Ketua Himpunan Pedagang Peternakan Sapi dan Kerbau NTT Decky Budianto, Kamis (2/2/2023), di Kupang.
Decky menambahkan, hewan ternak yang sudah mencapai bobot di atas 275 kg sebaiknya segera dikirim. Dia berharap, hewan-hewan ternak dengan bobot seperti itu tidak ditampung di tempat karantina selama belasan hari karena bobotnya akan menyusut. Padahal, jika bobotnya menyusut, pedagang ternak akan merugi.
Di sisi lain, Decky menyambut gembira peluncuran kapal ternak KM Camara Nusantara 2 untuk pengangkutan ternak dari Pelabuhan Tenau, Kupang, pada Selasa (31/1/2023). Peresmian itu dilanjutkan dengan pengiriman 550 sapi ke Samarinda, Kalimatan Timur.
Namun, Decky berharap, kuota pengiriman ternak melalui kapal tersebut bisa ditambah, yakni dari 550 ekor menjadi 650-700 ekor dalam sekali pengangkutan. Hal ini agar jumlah hewan ternak yang diangkut bisa makin banyak.
Decky menambahkan, jumlah ternak sapi di tingkat peternak di NTT sebenarnya cukup untuk memenuhi permintaan dari provinsi lain. Namun, NTT juga harus tetap menjaga stok ternak sehingga tidak bisa semua ternak dikirimkan ke daerah lain.
Selama ini, populasi ternak di tingkat petani di NTT tersebar di sejumlah wilayah, misalnya, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, Belu, Sumba Timur, dan Sumba Barat Daya.
Idealnya pengiriman sapi dan kerbau ke luar NTT itu setelah musim hujan. Biarkan ternak-ternak itu digemukkan sampai mencapai bobot di atas 275 kg per ekor. (Decky Budianto)
Kepala Bidang Agrobisnis Dinas Peternakan NTT Edy Djuma mengatakan, kuota pengiriman ternak NTT ke luar daerah untuk tahun 2023 belum ditandatangani oleh Gubernur NTT. Namun, kuota tahun ini diperkirakan tidak jauh beda dengan kuota tahun lalu, yakni sapi 82.054 ekor, kerbau 4.965 ekor, dan kuda 6.414 ekor.
Meski kuota belum ditetapkan, pengiriman ternak dari NTT ke provinsi lain sudah dilakukan. Dengan begitu, kebutuhan ternak di provinsi lain tetap tercukupi dan peternak juga bisa mendapat pemasukan.
”NTT masih bebas penyakit mulut dan kuku sehingga bebas mengirim sapi dan kerbau ke mana saja, tetapi tetap melalui pemeriksaan pihak karantina hewan,” kata Edy.
Dosen Program Studi Pakan Ternak Fakultas Pertanian, Peternakan, dan Kelautan Universitas Nusa Cendana, Kupang, Gusti Jelantik, mengatakan, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi peternak untuk menyiapkan pakan. Hal ini untuk mengantisipasi kelangkaan pakan selama puncak kemarau pada Agustus–November 2023.
Salah satu metode untuk menyiapkan pakan itu adalah dengan sistem Hay, yakni tanaman hijau dipotong-potong, dikeringkan, lalu disimpan dalam waktu lama. Pakan itu bisa diberikan pada musim kemarau saat pasokan pakan dari alam berkurang. Jenis tanaman yang bisa dioleh dengan sistem Hay antara lain kacang-kacangan dan rumput.
”Sistem pembuatan Hay ini kami sudah ajarkan ke semua kelompok tani sejak tahun 1990-an. Saya sudah terlibat di bidang ini 30 tahun lebih. Karena itu, melalui ketua kelompok tani, kami terus mendorong peternak agar memanfaatkan keterampilan dan pengetahuan yang telah mereka dapatkan,” kata Gusti.
Namun, Gusti menuturkan, setelah mengikuti pelatihan, banyak peternak yang kembali memberi makan ternaknya dengan cara lama. Selama musim hujan, peternak biasanya menggiring ternak ke hutan untuk mencari makan lalu dibawa pulang pada sore hari. Ada pula yang membiarkan ternak mengembara di padang penggembalaan sampai berbulan-bulan.
Dami Tallok (54), peternak di Kelurahan Liliba, Kota Kupang, mengatakan, pada musim hujan, banyak peternak yang kesulitan mencari rumput segar untuk pakan ternak. Jumlah tanaman untuk pakan ternak terus menyusut karena kebakaran lahan dan penggundulan hutan.
”Sistem Hay itu baik, tetapi kandungan zat-zat gizi pakan akan menyusut jika dikeringkan. Apalagi, stok pakan sekarang terbatas. Musim hujan dan kemarau pun tetap sama. Pemda harus pikirkan soal ini,” kata Tallok.