Ribuan Perempuan di Nusa Tenggara Timur Dilatih Membuat Pakan Ternak
Ribuan perempuan di Nusa Tenggara Timur dilatih membuat pakan ternak sebagai cadangan makanan ternak pada musim kemarau, juga dijual untuk meningkatkan ekonomi mereka.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sekitar 10.000 perempuan yang tersebar di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Malaka diberdayakan membuat pakan ternak sapi selama musim hujan berlangsung. Pakan ternak disiapkan sebagai stok cadangan, dan sebagian dijual saat memasuki musim kemarau. Penggunaan internet untuk penjualan produk UMKM baru 60.000 unit dari total 400.000 unit di NTT.
Sekretaris Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil,Menengah dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Nusa Tenggara Timur Yohanes Mau, di Ruang Kerja di Kupang, Rabu (30/3/2022), mengatakan, sejak 2020, kaum perempuan terdiri dari ibu rumah tangga dan gadis-gadis pencari kerja dilibatkan meracik pakan ternak. Pelatihan di desa melibatkan kaum perempuan yang memiliki ternak.
Sekitar 10.000 perempuan terlibat dalam pelatihan itu. Dosen dari Politeknik Pertanian Negeri Kupang melatih langsung perempuan ke desa-desa produksi ternak sapi. Kaum perempuan di desa itu punya semangat membangun ekonomi keluarga.
”Pelatihan berlangsung satu pekan, secara bergilir di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Malaka,” kata Yohanes.
Pengadaan pakan itu tidak hanya kebutuhan sapi milik pribadi, tetapi bisa juga dijual ke pasar atau peternak di desa tetangga. Kelompok perempuan yang sudah dilatih dan menjadi terampil bisa melatih perempuan di desa tetangga atas kerja sama dengan kepala desa kedua pihak.
Semestinya pelatihan pakan serupa juga berlaku untuk ternak babi, ayam, dan kambing. Namun, anggaran terbatas sehingga difokuskan pada pakan ternak sapi dulu. Pemda harus menyediakan paling kurang satu unit mesin penggiling dan fasilitas pendukung lain di desa itu. Mereka bekerja secara kelompok.
Pandemi Covid-19 sejak 2020 mendorong pelaku UMKM terlibat penjualan daring itu. Penjualan daring sudah merupakan suatu kebutuhan pokok untuk usaha bisnis. (Yohanes Mau)
Bahan baku pembuatan pakan sapi lebih mudah didapatkan selama musim hujan. Bahan baku yang disiapkan, antara lain lamtoro, rumput gajah, daun pisang, dan jenis rumput lain yang dapat diproses untuk menghasilkan konsentrat dalam ukuran tertentu.
Setiap perempuan yang sudah dilatih menghasilkan 100 kg-1.000 kg pakan per musim hujan. Pakan ini bakal dicampur dengan rerumputan tertentu, kemudian diberikan kepada ternak selama musim kemarau.
”Diupayakan agar kondisi fisik ternak sapi tidak lagi melorot dari 300 kg turun sampai 100 kg lagi. Dengan pakan ini diusahakan agar bobot sapi tetap stabil. Kalau turun pun hanya beberapa kilogram,” katanya.
Dalam usaha ini, mereka dibantu suami, dan anak-anak. Tetapi, ada pula membentuk kelompok usaha, masing-masing beranggotakan 10-20 orang. Mereka mencari bahan baku rumput, kemudian memproses bersama, kemudian disimpan sampai puncak musim kemarau tiba.
Akordia Nope (54), salah satu perajin pakan ternak sapi Desa Naibonat, Kabupaten Kupang, mengaku sangat bangga dengan usahayang mulai dirintis awal Desember 2021 itu. Satu kelompok perempuan berjumlah 10 orang.
”Saya dibantu dua anak setelah mereka selesai kegiatan belajar siang. Musim hujan tahun ini kami kumpulkan sekitar 100 kg pakan,” katanya.
Mengenai pemanfaatan internet bagi pemasaran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di NTT, Yohanes Mau mengatakan, data Bank Indonesia Perwakilan NTT menyebutkan, total UMKM saat ini sekitar 400.000 unit usaha.
Jumlah ini, hanya 60.000 UMKM yang menjual hasil produk mereka secara daring. Sementara 340.000 UMKM menjual secara luring, atau jual sistem tatap muka langsung.
Telah terjadi peningkatan penggunaan aplikasi digital untuk penjualan produk UMKM setelah pandemi Covid-19, meski belum mencapai 30 persen dari total UMKM yang ada.
”Saat ini baru 15 persen yang menggunakan internet. Keterbatasan anggaran sehingga kami tidak menyediakan Wi-Fi atau perangkat lain bagi pelaku UMKM ini,” kata Yohanes.
Akan tetapi, pihaknya terus berupaya memberi pelatihan langsung kepada mereka secara bertahap secara kelompok. Setiap kabupaten/kota memberikan pelatihan teknis menggunakan aplikasi penjualan secara daring, atau menciptakan aplikasi sendiri, atau bekerja sama dengan aplikasi yang sudah ada seperti Shopee, Blibli, dan Bukalapak.
Putra Atambuamengatakan, tidak ada pelatihan pun, para pelaku UMKM sudah paham bahwa sudah saatnya mereka harus menjual hasil produk secara daring. ”Pandemi Covid-19 sejak 2020 mendorong pelaku UMKM terlibat penjualan daring itu. Penjualan daring sudah merupakan suatu kebutuhan pokok untuk usaha bisnis,” ujarnya.
Sharina Usman (45), pemilik warung makan Sukamampir di Kelurahan Liliba, Kota Kupang, mengatakan, tidak ingin berjualan secara daring karena ia belum paham dan merepotkan. Konsumen pun tidak terbiasa menggunakan media sosial untuk mencari makanan.
Sekarang konsumen lebih suka datang langsung ke warung, meneliti, memeriksa jenis makanan tertentu, dan membeli sendiri.