Pemerintah Dorong Penggunaan Dana Desa untuk Ciptakan Lapangan Kerja Padat Karya
Masyarakat didorong memanfaatkan dana desa untuk menciptakan lapangan kerja padat karya. Walakin, kendala kualitas SDM masih menghantui.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BINTAN, KOMPAS — Pemerintah mendorong penggunaan dana desa untuk menciptakan lapangan kerja padat karya. Hal itu bisa dilakukan melalui program padat karya tunai desa dan optimalisasi badan usaha milik desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, Kamis (2/2/2023), mengatakan, lewat program padat karya tunai desa (PKTD), dana desa bisa digunakan untuk membangun infrastruktur sederhana, misalnya jalan, irigasi, dan saluran air minum. Dengan PKTD, pembangunan infrastruktur desa dapat dilakukan secara swakelola dengan pola padat karya.
”PKTD merupakan salah cara yang bisa digunakan untuk menyerap tenaga kerja. Prioritasnya adalah warga yang kehilangan pekerjaan akibat dampak Covid-19, perempuan kepala keluarga, dan kelompok marjinal lainnya,” kata Abdul Halim saat menghadiri rangkaian Hari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Nasional di Bintan, Kepulauan Riau.
Menurut Abdul Halim, pembangunan infrastruktur yang biayanya diambil dari dana desa harus mengacu pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals Desa/SDGs Desa). Hal ini untuk memastikan agar infrastruktur yang dibangun betul-betul sesuai dengan kebutuhan warga setempat.
Dalam kesempatan itu, Abdul Halim mengunjungi Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan. Masyarakat desa itu mengajukan program PKTD untuk membangun saluran air sepanjang 140 meter guna mencegah banjir.
Kepala Desa Teluk Bakau Abdul Wahid menuturkan, dua tahun lalu, desa tersebut pernah terendam banjir setinggi 50 sentimeter. Oleh karena itu, warga kemudian berinisiatif membangun saluran air untuk mencegah banjir saat musim hujan.
”Saluran air kami buat dengan gotong royong. Saat ini, kami menggunakan Rp 89 juta dari dana desa untuk melapis saluran air itu dengan batu dan semen agar tidak tergerus ketika dilewati air yang deras,” ujar Abdul Wahid.
Ia menambahkan, lebih kurang 130 warga terlibat dalam PKTD tersebut. Warga yang terlibat mendapat upah Rp 100.000 per hari. Mayoritas warga yang terlibat adalah korban pemutusan hubungan kerja sektor pariwisata yang terdampak pandemi.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Bintan Roby Kurniawan mengatakan, perekonomian Bintan yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata memang amat terdampak pandemi Covid-19. Pendapatan asli daerah Bintan nol selama pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Menurut Roby, saat ini, perekonomian Bintan mulai pulih karena sektor pariwisata telah kembali menggeliat seiring dengan kondisi pandemi yang terkendali. Ia juga berharap perekonomian desa ke depan dapat semakin menggeliat dengan penggunaan dana desa yang tepat sasaran.
Lewat program padat karya tunai desa, dana desa bisa digunakan untuk membangun infrastruktur sederhana, misalnya jalan, irigasi, dan saluran air minum.
BUMDes
Direktur Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Harlina Sulistyorini mengatakan, pemerintah juga mendorong penggunaan dana desa untuk penguatan ekonomi warga lewat BUMDes. Beberapa tahun belakangan, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan afirmatif untuk memperkuat posisi BUMDes.
Lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kini BUMDes telah diakui sebagai badan hukum. Posisi BUMDes juga diperkuat lagi dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUMDes.
Menurut Harlina, BUMDes perlu berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan perusahaan swasta. Ia mencontohkan, Pemerintah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, mewajibkan pegawainya untuk membeli beras produk BUMDes setempat.
Selain itu, beberapa perusahaan swasta juga telah menggunakan produk BUMDes sebagai bahan baku industri. ”Kita harus saling sinergi dan kolaborasi. Intinya itu,” ucap Harlina.
Saat ini, pemerintah juga tengah mendorong agar BUMDes dapat memasarkan produknya ke luar negeri. Salah satu yang tengah digodok adalah ekspor tanaman anggrek ke Thailand dari BUMDes Bersama Lembaga Keuangan Desa (LKD) Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Meski demikian, Harlina mengakui, perkembangan BUMDes masih terhambat oleh kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal itu pada akhirnya juga menimbulkan ketimpangan perkembangan antara BUMDes di Pulau Jawa dan di wilayah lain.
Direktur BUMDes Bersama (BUMDesma) Lembaga Keuangan Desa (LKD) Singosari Agus Sudrikamto mengatakan, mereka kesulitan menyusun laporan yang sesuai standar akuntansi keuangan (SAK). Padahal, ke depan, semua BUMdes di Indonesia wajib membuat laporan keuangan dengan standar SAK untuk kemudian diperiksa oleh akuntan publik.
”Di satu sisi BUMDes harus mengelola anggaran hingga miliaran rupiah, tetapi di sisi lain kami tidak memiliki SDM yang memadai. Ini dapat berisiko menimbulkan penyelewengan,” ucap Agus.
BUMDesma LKD adalah hasil transformasi unit pengelola kegiatan eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Kini, jumlah BUMDesma LKD lebih dari 5.100 lembaga dan mereka mengelola dana eks PNPM yang jumlahnya sekitar Rp 12,7 triliun.