Mencermati Anomali Kemiskinan di Jawa Timur
Kinerja fiskal regional yang tinggi diyakini akan mempercepat penanggulangan kemiskinan di wilayah berjuluk Brang Wetan ini.
Kemiskinan di Jatim meningkat dari Maret hingga September 2022, tetapi secara tahunan menurun. Bahkan, kondisi saat ini lebih baik dibandingkan awal pandemi Covid-19. Kinerja fiskal regional yang tinggi diyakini akan mempercepat penanggulangan kemiskinan di wilayah berjuluk Brang Wetan ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 10,49 persen, naik 0,11 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,10 persen poin terhadap September 2021 sebesar 10,59 persen. Jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 4,236 juta orang, meningkat 55.220 orang terhadap Maret 2022 dan menurun 23.090 orang terhadap September 2021.
Persentase kemiskinan di Jatim yang mencapai 10,49 persen tersebut lebih tinggi dari nasional 9,57 persen. Kemiskinan nasional pada September 2022 tersebut juga meningkat dibandingkan Maret 2022 sebesar 9,45 persen. Artinya, kemiskinan di Jatim dan nasional sama-sama meningkat secara bulanan.
Kenaikan angka kemiskinan Jatim pada September 2022 sejatinya menjadi anomali mengingat dalam rentang 10 tahun terakhir, September 2012-September 2022, tingkat kemiskinan di Bumi Majapahit ini turun dari 13,08 persen menjadi 10,49 persen. Bahkan kondisinya hampir pulih seperti sebelum pandemi Covid-19.
Baca juga: Dinilai Efektif Redam Kemiskinan Bansos Jangan Buru-Buru Disudahi
Sebelum Covid-19 melanda, angka kemiskinan Jatim pada September 2019 sebesar 10,20 persen. Kemiskinan tersebut naik pada Maret 2020 menjadi 11,46 persen. Kasus pertama Covid-19 di Indonesia dilaporkan pada Februari 2020. Artinya, saat itu belum ada dampak pandemi.
Selama satu dekade belakangan ini, kemiskinan Jatim tercatat meningkat atau lebih tinggi pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, September 2020, dan September 2022. Kepala Badan Pusat Statistik Jatim Dadang Hardiwan dalam rilisnya mengatakan, kenaikan persentase penduduk miskin pada periode September 2013, Maret 2015, dan September 2022 dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
”Sementara itu, kenaikan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 disebabkan adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia,” ujarnya.
Apabila dicermati lebih jauh, persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,71 persen, naik menjadi 7,78 persen pada September 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2022 sebesar 13,69 persen, naik menjadi 13,90 persen pada September 2022. Artinya peningkatan kemiskinan tertinggi terjadi di desa.
Kenaikan angka kemiskinan Jatim pada September 2022 sejatinya menjadi anomali mengingat dalam rentang 10 tahun terakhir, September 2012-September 2022, tingkat kemiskinan di Bumi Majapahit ini turun dari 13,08 persen menjadi 10,49 persen
Dibandingkan Maret 2022, jumlah penduduk miskin September 2022 perkotaan naik sebanyak 24.180 orang dari 1,721 juta orang pada Maret 2022 menjadi 1,752 juta orang pada September 2022. Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan naik 24.200 orang dari 2,459 juta orang pada Maret 2022 menjadi 2,484 juta orang pada September 2022.
Baca juga: Tren Penurunan Tingkat Kemiskinan Tertahan
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, salah satu faktor utama yang menyebabkan peningkatan kemiskinan pada September 2022 dibandingkan Maret 2022 adalah kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022. Kebijakan itu memicu kenaikan inflasi umum dari Maret 2022 menuju September 2022 sebesar 4,24 persen.
”Tapi,Pemprov Jatim mampu mengendalikan laju kenaikan harga komoditas penyebab kemiskinan sehingga kenaikan Garis Kemiskinan (GK) Jatim September 2022 terhadap Maret 2022 mencapai 5,86 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan kenaikan Garis Kemiskinan nasional yang mencapai 5,95 persen,” ujar Khofifah.
Garis Kemiskinan pada September 2022 tercatat Rp 487.908 per kapita per bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 368.771 atau 75,58 persen dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 119.136 atau 24,42 persen.
Garis Kemiskinan per rumah tangga pada September 2022 tercatat Rp 1.883.324 per bulan, turun 5,85 persen dibandingkan kondisi Maret 2022 sebesar Rp 2.000.345 per bulan. Garis kemiskinan adalah gambaran pengeluaran minimum yang harus dikeluarkan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin.
Khofifah menambahkan, Pemprov Jatim juga berhasil menurunkan kualitas kemiskinan. Indeks Keparahan (P2) Kemiskinan turun dari 0,377 pada Maret 2022 menjadi 0,358 pada September 2022 atau berkurang 0,019 poin. Selain itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,618 pada Maret 2022 menjadi 1,616 pada September 2022 atau berkurang 0,002 poin.
”Tidak hanya itu, Gini Ratio pada September 2022 sebesar 0,365, turun 0,006 poin dibandingkan Maret 2022 atau sekitar 0,371 poin. Ini menjadi indikasi bahwa terjadi penurunan tingkat ketimpangan kesejahteraan masyarakat di Jatim selama Maret-September 2022,” kata Khofifah.
Berdasarkan data BPS, penurunan angka Gini Ratio Maret 2022-September 2022 terjadi di perkotaan ataupun perdesaan. Hal itu mengindikasikan terjadi penurunan tingkat ketimpangan secara merata. Pada September 2022 Gini Ratio di perkotaan Jatim sebesar 0,381 atau turun 0,007 poin terhadap Maret 2022. Adapun di perdesaan sebesar 0,322 atau turun 0,001 poin terhadap Maret 2022.
Faktor lain, masyarakat miskin masih belum tepat dalam membelanjakan pendapatannya. Hal itu tecermin masih tingginya konsumsi rokok pada masyarakat miskin. Bahkan konsumsi rokok menempati urutan kedua setelah beras.
Mantan Menteri Sosial tersebut menambahkan tantangan penanganan kemiskinan di Jatim adalah intervensi bantuan sosial yang masih menyasar pada kelompok rumah tangga pada semua desil (pembagian kelompok data menjadi 10 bagian yang sama rata). Seharusnya, bansos menyasar sesuai kelompok sasaran.
Faktor lain, masyarakat miskin masih belum tepat dalam membelanjakan pendapatannya. Hal itu tecermin masih tingginya konsumsi rokok pada masyarakat miskin. Bahkan konsumsi rokok menempati urutan kedua setelah beras.
”Pemprov Jatim berkomitmen mengerahkan beragam daya untuk menanggulangi kemiskinan, termasuk mengedukasi warga agar mengelola belanja rumah tangga berdasarkan prioritas kebutuhan. Program penanggulangan kemiskinan masuk dalam tujuh prioritas pembangunan Jatim tahun 2023,” kata Khofifah.
Kinerja fiskal
Kepala Direktorat Jenderal Perbendaharaan Jatim Kementerian Keuangan Taukhid mengatakan, kinerja pertumbuhan ekonomi di provinsi paling timur Pulau Jawa ini menunjukkan kecenderungan meningkat signifikan, terutama dari sisi fiskal. Oleh karena itu, menurut, terbuka ruang yang sangat besar untuk melakukan intervensi demi menurunkan angka kemiskinan di 2023 ini.
Dia memaparkan perekonomian Jatim triwulan III dibandingkan triwulan II 2022 tumbuh 2,15 persen. Secara tahunan, perekonomian Jatim (2022 dibandingkan 2021) tumbuh 5,53 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim triwulan III-2022 mencapai Rp 700 triliun atas dasar harga berlaku (ADHB) dan mencapai Rp 447,54 triliun atas dasar harga konstan (ADHK).
”Atas capaian itu, perekonomian Jatim kuartal III-2022 berkontribusi 13,8 persen terhadap perekonomian nasional berdasarkan ADHB dan 15 persen berdasarkan ADHK. Kontribusi yang signifikan,” ujar Taukhid, saat ditemui di kantornya, Jumat (27/1/2023).
Tumbuhnya perekonomian Jatim tak lepas dari realisasi APBN dan APBD konsolidasian. Sampai 31 Desember 2022, realisasi pendapatan negara Rp 256,35 triliun atau mencapai 107 persen dari target. Nominalnya tumbuh 11,72 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun realisasi belanja negara Rp 123 triliun atau 101 persen dari target. Namun, secara nominal realisasi belanja negara ini turun Rp 1,42 triliun atau minus 1,14 persen dari tahun lalu. Penurunan terjadi pada realisasi belanja kementerian/lembaga maupun transfer ke daerah dan dana desa. Hal itu disebabkan turunnya persentase realisasi dana alokasi khusus nonfisik dan dana insentif daerah.
Menurut Taukhid, penanggulangan kemiskinan bisa dioptimalkan oleh pemprov bersinergi dengan pemda karena realisasi pendapatan yang tinggi sementara realisasi belanjanya belum optimal. Realisasi pendapatan daerah konsolidasian dari 38 kabupaten/kota di Jatim dan pemprov tahun 2022 sebesar Rp 123 triliun atau mencapai 104 persen. Adapun realisasi belanja daerah konsolidasian mencapai Rp 118 triliun atau sebesar 92 persen dari target.
”Dengan demikian sampai 31 Desember lalu terdapat surplus APBD konsolidasian Rp 4,93 triliun. Surplus itu naik 13,14 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan akumulasi silpa mencapai Rp 17,8 triliun,” kata Taukhid.
Terkait dengan penanggulangan kemiskinan akibat dampak kenaikan harga BBM, pemerintah pusat juga menggelontorkan program pemulihan ekonomi nasional dan program kredit usaha rakyat. Bahkan, total kemampuan fiskal Jatim selama tahun 2022 lebih dari Rp 300 triliun. Anggaran itu cukup besar untuk meningkatkan kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu yang perlu dilakukan adalah menggarap basis ekonomi Jatim, yakni sektor pertanian, terutama tanaman pangan dan hortikultura. Sektor ini berkembang di daerah perdesaan yang menjadi basis kemiskinan di Jatim. Salah satu persoalan petani hingga saat ini adalah jatuhnya harga komoditas saat panen.
”Solusinya bisa melalui fasilitas subsidi resi gudang agar petani bisa menyimpan hasil panennya untuk menunggu harga kembali stabil. Jadi manajemen pergudangan perlu diperbaiki,” ucapnya.
Taukhid mengatakan, anomali kemiskinan di Jatim perlu dicermati lebih detail untuk menemukan indikator penyebab yang paling kuat. Setelah itu segera dirumuskan program intervensi yang tepat agar permasalahannya segera tertangani.
Dia optimistis kemiskinan semakin turun tahun ini meski situasinya menantang karena Jatim memiliki modal besar untuk intervensi dari berbagai bidang. Selain sumber daya alam dan sumber daya manusia yang besar, kinerja ekonomi tahun ini diprediksi tumbuh positif dan tetap berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Kemampuan fiskal juga masih cukup besar.
Baca juga: Pendapatan Rendah Kemiskinan Bertambah