Kembalinya Astuti, Pongo Kecil yang Diselamatkan dari Penjualan Satwa
Astuti, orangutan berusia dua tahun, dipulangkan dari Sulawesi Utara ke Kalimantan Timur. Satwa tersebut diselamatkan dari jaringan gelap penjual satwa lintas negara menuju Filipina.
Dalam sebuah kotak oranye, tangan mungil Astuti terlihat menggenggam jaring di hadapannya. Matanya mengintip di antara celah-celah besi yang terkena cahaya. Sesekali ia kaget ketika mendengar suara benda yang berbenturan.
Maklum, orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) itu baru saja tiba di Bandar Udara Kargo Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Suara naik-turun berbagai macam barang hampir selalu terdengar dan kerap membuat Astuti kaget.
Astuti, orangutan betina berusia dua tahun, adalah korban jual-beli satwa ilegal. Sekitar Mei 2022, seorang kurir menerima Astuti di sebuah pelabuhan di Makassar, Sulawesi Selatan. Kurir tersebut kemudian melanjutkan perjalanan darat menuju Kota Manado, Sulawesi Utara. Di tengah perjalanan, polisi memeriksa mobil tersebut.
Anggota Polres Boalemo, Gorontalo, menemukan Astuti dan 58 satwa lain di dalam mobil tersebut. Menurut keterangan sopir, satwa tersebut hendak dijual ke Filipina. Para satwa kemudian diselamatkan dan sopir ditangkap polisi.
”Saat awal ditemukan, Astuti terlihat lemas. Tim dokter hewan kemudian memberi air dan memeriksa kesehatan,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara Askhari DG Masiki di Balikpapan, Selasa (24/1/2023) malam, saat mengantar Astuti.
Baca juga : Sungai Payau dan Gunung Mesangat, ”Rumah Bebas” Lima Orangutan di Kaltim
Dari informasi yang dihimpun kepolisian, sang kurir hanya menerima barang yang dikirim melalui jalur laut dari Kalimantan. Polisi, kata Askhari, masih mendalami jaringan perdagangan satwa tersebut. Kurir tersebut saat ini sudah divonis lima bulan penjara dan denda Rp 15 juta.
Astuti kemudian dirawat di Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki dan Kantor Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo BKSDA Sulut. Sekitar tujuh bulan, pongo Astuti menjalani serangkaian tes kesehatan dan sejumlah perawatan. Tim dokter hewan kemudian mengirim sampel Astuti untuk uji genetik di Universitas Indonesia.
Hasil identifikasi dan uji laboratorium, Astuti adalah orangutan kalimantan. Hal ini bersesuaian dengan keterangan kurir penjual satwa yang mengaku membawa kiriman satwa dari Kalimantan. Pada Selasa (24/1/2023), pemerintah melakukan translokasi Astuti melalui jalur udara: dari Manado, transit di Makassar, kemudian lanjut ke Kota Balikpapan.
Malam itu, sekitar pukul 20.00 Wita, Astuti mendarat di Kota Balikpapan setelah melalui perjalanan sekitar 10 jam. Tiba di Balikpapan, tim BKSDA Kaltim langsung memeriksa kondisi kesehatan Astuti.
Keliaran ditumbuhkan. Setelah liar, akan dilepasliarkan pada kantong habitat orangutan. Ada empat kantong yang tersebar di Kaltim dan Kalimantan Utara.
Pongo kecil itu dinyatakan sehat dan bisa melanjutkan perjalanan menuju pusat rehabilitasi orangutan di Kabupaten Berau yang dikelola Center for Orangutan Protection (COP), organisasi nirlaba sekaligus mitra pemerintah dalam merehabilitasi orangutan.
Kepala BKSDA Kaltim M Ari Wibawanto menyatakan, di pusat rehabilitasi itu, Astuti akan menjalani serangkaian kegiatan. Terutama, ia akan diobservasi dan dilatih sampai dinilai siap dilepasliarkan. ”Keliaran ditumbuhkan. Setelah liar, akan dilepasliarkan pada kantong habitat orangutan. Ada empat kantong yang tersebar di Kaltim dan Kalimantan Utara,” kata Ari.
Korban manusia
Astuti adalah korban kesekian dari banyaknya penjualan satwa ilegal di Kalimantan Timur. Dari kasus-kasus sebelumnya, orangutan menjadi salah satu satwa incaran lantaran harganya mahal di pasar gelap, berkisar antara puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Beberapa yang berhasil diselamatkan dikembalikan ke Kalimantan, salah satunya Kaltim. Sepanjang tahun 2022, COP dan BKSDA Kaltim telah melepasliarkan lima di antaranya ke Hutan Sungai Payau dan Hutan Lindung Gunung Mesangat.
Direktur Eksekutif COP Daniek Hendarto mengatakan, lantaran berusia di bawah enam tahun, Astuti akan menjalani program sekolah hutan. Program itu adalah kegiatan untuk mengenalkan orangutan yang masih kecil terhadap kehidupan hutan, mulai dari tumbuhan, sarang, hingga jenis makanan di alam.
”Prosesnya panjang. Setiap individu orangutan memiliki kecerdasan berbeda-beda. Tim biologi dan tim medis akan menilai dan mengamati perilakunya, sampai nanti dinyatakan siap dilepasliarkan,” ujar Daniek.
Data mengenai populasi orangutan kalimantan memang belum ada yang pasti. Belum lama ini, Erik Meijaard, Direktur Pelaksana Borneo Futures, organisasi yang menekuni penelitian dan konservasi orangutan, termasuk di Indonesia, menyatakan populasi orangutan di Indonesia menurun.
Dia merujuk sejumlah penelitian ilmiah di Nature (2017) dan Current Biology (2018, 2022) yang menunjukkan populasi tiga spesies orangutan telah menurun dalam beberapa dekade terakhir dan tidak ada populasi yang tumbuh (Kompas, 28/9/2022).
Kendati demikian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut populasi orangutan justru meningkat. Hal itu berdasarkan pemantauan pemerintah di 24 lokasi di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang menunjukkan jumlah orangutan meningkat dari 1.441 ekor pada 2014 menjadi 2.431 ekor pada 2022.
Perbedaan data itu memang masih perlu ditinjau lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada perbedaan metode penghitungan atau hal lain. Semoga perbedaan tersebut bisa menjadi jembatan untuk menentukan metode mana yang paling tepat untuk menghitung populasi orangutan di Indonesia.
Mulai dengan cara sederhana, dari dia makan buah, kemudian menyebarkan sisa makanannya secara tidak langsung. Berpindah dari titik satu ke titik lain. Itu proses gratis yang dilakukan orangutan dan tidak bisa dilakukan manusia.
Terlepas dari itu semua, berkaca dari kasus Astuti, penjualan satwa dan perburuan orangutan memang masih terjadi. Hal itu disebabkan, antara lain, adanya permintaan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam sejumlah kasus, orangutan dipelihara oleh manusia dalam sebuah kandang.
Padahal, orangutan termasuk satwa penting di hutan. Jika orangutan tak hidup di alam liar, hutan kehilangan salah satu satwa penting untuk keberlanjutan hutan. Daniek mengatakan, orangutan punya peran cukup penting dalam regenarasi pohon di hutan. Melalui daya jelajah yang luas, si pongo bisa menjadi penebar benih tumbuhan.
”Mulai dengan cara sederhana, dari dia makan buah, kemudian menyebarkan sisa makanannya secara tidak langsung. Berpindah dari titik satu ke titik lain. Itu proses gratis yang dilakukan orangutan dan tidak bisa dilakukan manusia,” kata Daniek.
Dari pohon-pohon di hutan itulah manusia mendapatkan manfaatnya: oksigen, wilayah resapan air, penyerap karbon dioksida, dan mencegah bencana alam, seperti longsor dan banjir.
Baca juga : Balada Orangutan di Kaltim