Balada Orangutan di Kaltim
Selain faktor usia, menyempitnya ruang hidup yang beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Timur membuat orangutan berhadapan dengan manusia.
Sepanjang 2021, setidaknya terdapat dua orangutan masuk ke permukiman warga di Kalimantan Timur. Selain faktor usia, menyempitnya ruang hidup yang beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan membuat orangutan berhadapan dengan manusia.

Bujang salah satu orangutan (Pongo Pygmaeus) jantan yang menjalani perawatan dan rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari yang dikelola Yayasan Borneo Orangutan Survival di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (12/3/2021).
Pada Selasa (8/6/2021), orangutan jantan yang diperkirakan berusia di atas 15 tahun terlihat masuk ke permukiman warga di Desa Lusan, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, Kaltim. Dalam video yang direkam warga, primata bernama latin Pongo pygmaeus itu melangkah perlahan di jalan tanah desa. Sejumlah warga memberi makan dan minum orangutan tersebut.
”Ada kemungkinan itu orangutan jantan dewasa yang tidak punya kemampuan memanjat lagi. Maka itu, ia berjalan sampai ke permukiman warga,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Nur Patria Kurniawan yang dihubungi dari Balikpapan, Kamis (10/6/2021).
Tim BKSDA Kaltim yang berangkat ke lokasi menyebutkan, Desa Lusan termasuk wilayah yang terisolasi dan dikelilingi hutan. Di sana, sinyal telepon dan internet hanya bisa ditemukan di titik tertentu. Menurut laporan yang diterima Nur, selain perkebunan warga, tak ada aktivitas tambang ataupun perkebunan sawit skala besar.

Leci, orangutan jantan berumur 9-10 tahun ini, setelah direhabilitasi Centre for Orangutan Protection (COP) di Berau, Kaltim, dilepasliarkan ke Hutan Lindung Sungai Lesan, Berau.
Begitu pula dari hasil pemantauan citra satelit tim BKSDA Kaltim, Desa Lusan masih diselimuti hutan belantara. Dengan melihat kondisi hutan yang baik, peristiwa itu terbilang unik. ”Setidaknya 10 tahun terakhir baru ini kejadian begini,” kata Kepala Desa Lusan M Irham.
Tim BKSDA Kaltim bekerja sama dengan Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) menggiring orangutan tersebut ke dalam hutan sekitar pukul 11.00 Wita, Rabu (9/6/2021). Keesokan hari, Kamis (10/6/2021) sekitar pukul 17.00 Wita, tim menjumpai kembali orangutan tersebut.
Berdasarkan analisis awal Tim BKSDA Kaltim, usia menjadi faktor utama sang pongo itu masuk ke permukiman warga. Orangutan tua biasanya hidup soliter dan menyendiri. Selain itu, kemampuan memanjatnya diperkirakan berkurang seiring bertambah usia sehingga lebih banyak hidup di tanah dengan berjalan.
Dari observasi awal, tim menemukan sebuah microchip di tubuh sang pongo, pertanda ia adalah individu yang pernah dilepasliarkan setelah menjalani proses rehabilitasi. Nur menjelaskan, menurut informasi awal yang dihimpun, diperkirakan orangutan tersebut dilepasliarkan pada 2010 di sekitar pegunungan Meratus yang memanjang di Kalsel hingga perbatasan Kalteng dan Kaltim.
”Untuk penanganan lebih lanjut, termasuk memeriksa data akurat microchip, orangutan itu kami pindahkan terlebih dahulu ke Pusat Rehabilitasi Orangutan di Samboja untuk menjalani observasi, pemeriksaan kesehatan, serta penilaian kesiapannya untuk pelepasliaran kembali ke alam,” kata Nur.
Baca juga: Dua Orangutan Korban Konflik dengan Manusia di Kaltim Dilepasliarkan
Berdasarkan analisis awal Tim BKSDA Kaltim, usia menjadi faktor utama sang pongo itu masuk ke permukiman warga. Orangutan tua biasanya hidup soliter dan menyendiri. Selain itu, kemampuan memanjatnya diperkirakan berkurang seiring bertambah usia sehingga lebih banyak hidup di tanah dengan berjalan.
Secara umum, kata Nur, ada tiga komponen yang harus dipenuhi satwa, yakni tempat mencari makan, tempat bersembunyi atau bersarang, dan air. Orangutan itu diperkirakan tidak menemukan salah satu komponen tersebut sehingga berjalan hingga masuk ke Desa Lusan.

Aktivitas orangutan di salah satu pulau kompleks Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari yang dikelola Yayasan Borneo Orangutan Survival di Kelurahan Margo Mulyo, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (30/8/2019).
Hilangnya koridor
Sebelumnya, warga Kaltim dikejutkan dengan video orangutan yang beredar di media sosial. Seorang sopir truk perusahaan tambang batubara merekam orangutan jantan berjalan di jalur tanah yang biasanya dilalui berbagai alat berat.
Itu terjadi di area tambang batubara PT Tawabu Mineral Resource di Desa Sepaso Timur, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, pada Senin (17/5/2021). Setelah kejadian, BKSDA Kaltim mengobservasi selama 20 hari.
Tim berhasil membius orangutan itu. Setelah diperiksa tim dokter, orangutan itu dinyatakan sehat. Tim bekerja sama dengan Taman Nasional Kutai untuk melepasliarkan sang pongo ke TN Kutai, salah satu hutan hujan tropis dataran rendah di Kaltim pada Rabu (9/6/2021).
Temuan ini berbeda dengan temuan di Kabupaten Paser. Faktor utama penyebab individu kera besar satu-satunya di Asia itu masuk ke area tambang batubara adalah hilangnya koridor sebagai jalur perpindahan satwa mencari makan.
”Memang di situ ada area tambang dan kebun sawit. Hutan sebenarnya masih banyak, tetapi koridornya sudah menjadi kebun sawit, jalan, dan tambang batubara. Area untuk melintasnya tidak ada,” ujar Nur.

BKSDA Kaltim sudah melakukan sosialisasi kepada perusahaan dan warga yang memiliki kebun di sana. Hasilnya, disepakati standar penanganan untuk menghindari kejadian serupa. Perusahaan di sana diminta memasang rambu di wilayah yang kerap menjadi lintasan satwa. Tujuannya, agar warga tidak mengganggu orangutan.
Selain itu, BKSDA Kaltim juga meminta pihak perusahaan menanam pohon di wilayah yang menjadi koridor satwa. Tumbuhan itu direncanakan berupa tanaman buah atau tanaman pakan. Harapannya, ketika ada satwa yang melintas, tidak perlu keluar area hutan dan berjumpa manusia.
Forum Orangutan Indonesia (Forina) mencatat, berdasarkan penilaian kelayakan habitat populasi, orangutan Kalimantan berjumlah 57.350 individu di habitat seluas 16 juta hektar. Jumlah tersebut tersebar di 42 kantong populasi, 18 di antaranya diprediksi akan lestari dalam 100-500 tahun ke depan.
Juli 2016, Badan Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan status konservasi tiga subspesies orangutan, termasuk orangutan Kalimantan, menjadi terancam punah (Kompas, Minggu, 25/2/2018). Salah satu penyebab utama ancaman kepunahan adalah menyempitnya hutan sebagai tempat hidup orangutan.
Baca juga: Kalimantan: Hilangnya Rimba, Pemburu Terakhir, dan Bencana

Suratno, salah satu warga Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, melihat lubang tambang yang berada sekitar 300 meter di belakang rumahnya, Minggu (5/1/2019).
Ruang hidup menyempit
Sejak akhir tahun 1970-an, hutan di Kaltim sudah dikapling dan dikelola berbagai perusahaan. Dinas Kehutanan Kalimantan Timur mencatat, luas konsesi hutan di Kaltim saat ini sekitar 3,9 juta hektar dan izin untuk hutan tanaman industri sekitar 1,5 juta hektar.
Selain itu, daratan Kaltim juga menjadi area tambang yang izinnya mulai marak diberikan sejak awal tahun 2000-an. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim mencatat, terdapat 1.404 izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah daerah dengan luas sekitar 4,1 juta hektar.
Adapun kontrak pemegang karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang dikeluarkan pemerintah pusat berjumlah 30 izin dengan luas 1 juta hektar.
Kondisi tersebut membuat konflik manusia-orangutan tak terhindarkan. Pada Juli 2018, BKSDA Kaltim mendapat laporan seorang warga diserang orangutan di Muara Badak, Kutai Kartanegara. Warga tersebut selamat, tetapi pergelangan tangan kiri dan jari tengahnya patah (Kompas, 12/7/2018).

Selain itu, perburuan juga menjadi ancaman nyata orangutan Kalimantan. Pada November 2011, polisi menangkap dua tersangka pembunuhan orangutan. Para tersangka menyatakan diperintah perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menembak primata berbulu coklat itu.
Satwa dilindungi tersebut dianggap hama perusak sawit. Perusahaan memberi imbalan Rp 1 juta per orangutan yang dibunuh (Kompas, 23/11/2011). Padahal, orangutan masuk ke perusahaan sawit karena ruang hidup yang menyempit dan hilangnya koridor untuk berpindah tempat.
Baca juga: Dua Bayi Orangutan Sumatera Dipulangkan dari Jateng Kesempatan-Kedua Kembali ke Rumahnya
Agus Irwanto dari Yayasan Samboja Lestari, pusat rehabilitasi orangutan di Kaltim, mengatakan, keberadaan orangutan sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Orangutan adalah umbrella species. Artinya, keberadaannya menyokong keberlangsungan spesies makhluk lain.
”Contohnya, kemajemukan atau variasi tanaman di hutan disebabkan kontribusi orangutan sebagai salah satu aktor seed dispersal atau penyebaran benih melalui kotoran dan sisa makanan. Hutan alami bermanfaat bagi manusia sebagai daya dukung lingkungan dan penyedia oksigen,” ujar Agus.
Berbagi ruang hidup dengan satwa endemik yang hampir punah, seperti orangutan, seolah menjadi keniscayaan di masa depan. Namun, kesadaran dan upaya bersama untuk mempertahankan habitat satwa itu bisa menjadi pijakan untuk mencegah spesies tersebut dari kepunahan.