Otaki Pembunuhan Empat Warga Nduga, Mayor Helmanto Dipenjara Seumur Hidup
Mayor (Inf) Helmanto Fransiskus Dakhi divonis penjara seumur hidup dan diberhentikan dari dinas militer. Helmanto terbukti dalam pembunuhan berencana empat warga di Timika pada 22 Agustus 2022.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Majelis hakim memvonis Mayor (Inf) Helmanto Fransiskus Dakhi penjara seumur hidup karena terbukti terlibat pembunuhan berencana empat warga Kabupaten Nduga di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Papua, Selasa (24/01/2023). Fransiskus juga diberhentikan dari dinas militer sebagai anggota TNI Angkatan Darat.
Putusan penjara seumur hidup atas Mayor Inf Helmanto dipimpin hakim ketua, Kolonel Chk Sultan, bersama dua hakim anggota, yakni Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani.
Kolonel Chk Sultan dalam putusannya menyatakan, Helmanto terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana karena terlibat pembunuhan berencana empat warga asal Kabupaten Nduga di sebuah lahan kosong di Jalan Budi Utomo, Timika, pada 22 Agustus 2022. Identitas empat korban, yakni, Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Leman Nirigi, dan Atis Tini.
Selain Helmanto, terdapat lima anggota TNI lainnya yang menjadi terdakwa dalam kasus ini. Mereka adalah Kapten (Inf) Dominggus Kainama yang telah meninggal pada 24 Desember 2022, Prajurit Satu (Pratu) Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman, Pratu Rizky Oktav Muliawan, dan Prajurit Kepala Pargo Rumbouw.
Terdapat juga empat warga sipil yang juga menjadi pelaku dalam kasus ini. Mereka adalah Andre Pudjianto Lee alias Jack, Dul Umam, Rafles Lakasa, dan Roy Martin Howay.
Peristiwa ini bermula saat empat korban bertemu sembilan pelaku (lima anggota TNI dan empat warga sipil) untuk membeli senjata jenis AK 47 dan FN di sebuah lahan kosong di Jalan Budi Utomo, Timika, sekitar pukul 22.00 WIT. Para korban membawa uang tunai Rp 250 juta dalam transaksi tersebut.
Para pelaku ternyata ingkar janji karena tidak menyiapkan dua pucuk senjata tersebut. Demi mengambil uang korban, mereka membunuh dan memutilasi tubuh para korban. Potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam enam karung yang lantas dibuang ke Sungai Pigapu.
Sultan memaparkan, Helmanto selaku Komandan Detasemen Markas Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo tidak berada di lokasi saat terjadi pembunuhan empat korban. Akan tetapi, Helmanto terlibat dalam perencanaan pembunuhan sejak 19 Agustus 2022 dan mendapatkan bagian dari hasil perampasan uang korban.
”Helmanto terbukti bersama tujuh orang lainnya terlibat dalam aksi perencanaan pembunuhan empat korban dan menerima uang senilai Rp 22 juta. Ia pun yang memberikan instruksi bagi Kapten Inf Dominggus Kainama untuk menghabisi nyawa empat korban jika melawan saat ditangkap,” kata Sultan.
Sultan pun menegaskan, terdakwa juga terbukti melanggar Pasal 121 KUHP Militer. Helmanto dinilai dengan sengaja tidak melaporkan upaya penangkapan empat korban yang diduga simpatisan kelompok kriminal bersenjata kepada pimpinannya di Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo di Timika, Kabupaten Mimika.
”Seharusnya terdakwa melaporkan kepada pimpinannya sebelum mengambil tindakan menangkap empat korban. Hal ini tidak mencerminkan sikap sebagai seorang anggota TNI,” kata Sultan.
Ia menambahkan, hal yang memberatkan dalam pertimbangan putusan bagi terdakwa adalah aksi pembunuhan memberikan dampak psikologis bagi para keluarga korban, tidak berperikemanusiaan, dan merusak citra TNI sebagai pelindung rakyat. Perbuatan terdakwa juga berdampak merusak soliditas TNI dan rakyat dalam tugas di Papua.
Setelah mendengarkan putusan hakim, Helmanto pun menyatakan tidak menerima vonis penjara seumur hidup dan diberhentikan dari dinas militer. Ia akan berdiskusi dengan penasihat hukum dengan jangka waktu selama tujuh hari.
Gustaf Kawer selaku kuasa hukum para korban, saat ditemui sesuai persidangan, mengatakan, pihaknya mengapresiasi putusan majelis hakim atas terdakwa Helmanto. Ia menilai putusan hakim telah memperhatikan rasa keadilan bagi keluarga korban dan berbagai aspek lainnya.
”Putusan ini sudah sesuai dengan harapan keluarga korban. Hakim dengan berbagai pertimbangan mampu menentukan adanya keterlibatan terdakwa dalam Pasal 340 KUHP,” kata Gustaf.