Sumsel Bakal Dilanda Kemarau Kering, Risiko Kebakaran Lahan Sangat Tinggi
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya mitigasi lebih awal untuk menanggulangi potensi kebakaran hutan dan lahan. Potensi kebakaran kian tinggi karena tahun ini diprediksi terjadi kemarau kering.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya mitigasi lebih awal untuk menanggulangi potensi kebakaran hutan dan lahan di daerah tersebut. Potensi kebakaran kian tinggi karena tahun ini Sumsel diprediksi dilanda kemarau kering.
Hal ini mengemuka dalam rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD secara virtual, Jumat (20/1/2023). Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sumsel Edward Candra menuturkan, berdasarkan prediksi BMKG, kemungkinan tahun ini Indonesia, termasuk Sumsel, akan mengalami kemarau kering.
Kondisi ini berbeda dengan tiga tahun terakhir, di mana Sumsel mengalami kemarau basah. Melihat situasi ini, Edward mengatakan, kewaspadaan perlu ditingkatkan karena setiap kemarau kering, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sangat riskan terjadi. ”Kami akan berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk selanjutnya mempersiapkan diri lebih dini,” ucapnya.
Saat ini, Sumsel masih mengalami musim hujan. Jika memang nanti terjadi kemarau kering dengan jumlah hari tanpa hujan yang panjang, Edward mengatakan, tentu harus segera diantisipasi. ”Segala kemungkinan harus dipersiapkan dengan matang,” ucapnya.
Persiapan yang dimaksud adalah membentuk satuan tugas, termasuk posko di daerah rawan kebakaran. ”Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemadaman akan dilakukan dari udara dan darat,” ujar Edward.
Agar mitigasi bencana dapat lebih komprehensif, lanjut Edward, bisa saja status darurat karhutla akan dipercepat ketimbang tahun sebelumnya. ”Namun, penetapan itu baru bisa terlaksana apabila sedikitnya ada dua daerah yang menetapkan status siaga lebih dulu,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah menuturkan, berkaca pada tahun sebelumnya, setiap kemarau kering terjadi, luas lahan yang terbakar pasti besar. Situasi itu terjadi pada 2015 dan 2019. Pada 2015, luas lahan terbakar di Sumsel sekitar 700.000 hektar. Adapun pada 2019, luas lahan terbakar mencapai 329.485 hektar.
Sementara dalam tiga tahun terakhir, kebakaran lahan di Sumsel cukup terkendali karena situasi kemarau basah. Pada 2020, luas lahan terbakar di Sumsel sekitar 950 hektar. Pada tahun selanjutnya meningkat menjadi 5.216 hektar dan pada 2022 lahan yang terbakar seluas 3.719 hektar.
Memasuki tahun 2023 belum ada kasus kebakaran lahan karena Sumsel masih musim hujan. Ketika memasuki musim kemarau, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Manggala Agni, TNI, dan Polri untuk mulai menyiagakan personel dan posko di daerah rawan terbakar. ”Mengenai jumlah personel sangat bergantung pada eskalasi kebakaran lahan yang terjadi,” ucap Iriansyah.
Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Pandji Tjahjanto segera berkoordinasi dengan semua kesatuan pengelolaan hutan di Sumsel untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan. Hal serupa akan ditujukan kepada semua pemegang izin, baik izin pinjam pakai kawasan hutan maupun izin hutan tanaman industri. ”Mereka harus menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai agar dapat mengantisipasi kebakaran supaya tidak meluas,” ujarnya.
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel untuk turut mewaspadai potensi kebakaran lahan di kawasan konservasi, seperti di Suaka Margasatwa Padang Sugihan. Beberapa daerah yang menjadi perhatian adalah Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin.