Mencari Bahagia dan Melawan Stigma di Tahun Kelinci Air
Tahun ”Kelinci Air” menjadi harapan bagi banyak orang mendapat penghasilan lebih baik. Sebagian lainnya berharap, tahun ini stigma pada apa saja bisa ditekan. Semua demi hidup damai bersama-sama.

Sejumlah pekerja pabrik kue keranjang Tek Kie menyelesaikan produksi dan pengemasan di Jalan Pajagalan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).
Semarak Imlek memeriahkan awal tahun 2023 di Kota Bandung. Kedatangan tahun ”Kelinci Air” ini tidak hanya memberikan kebahagiaan bagi yang merayakan, tetapi juga menambah rezeki bagi orang-orang yang hidup di dalamnya.
Bahagia itu terpahat lewat senyum di wajah Ida (51), pembuat kue keranjang ”Tek Kie” di Jalan Pajagalan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023). Dia tetap ceria meski bekerja di pabrik kue bersuhu panas.
Tangannya sangat cekatan mengolah makanan kenyal berwarna coklat itu. Meskipun bergerak lincah, kerudung abu-abu yang dia kenakan masih terpasang rapi menutupi rambutnya.
Kegembiraan itu datang bukan tanpa alasan. Ida menyambut Imlek tahun ini meskipun tidak merayakannya. Produksi kue keranjang kali ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
”Akhirnya produksi sudah banyak lagi dibandingkan awal-awal pandemi. Meskipun belum sebanyak saat sebelum pandemi, begini saja sudah alhamdulillah,” ujarnya.
Baca juga : Terputus, tetapi Tidak Terlupakan

Salah satu pekerja memasang label kue keranjang di pabrik kue keranjang Tek Kie, Jalan Pajagalan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023). Kue ini kerap ditemui dalam perayaan Imlek.
Ida bukan pembuat kue dadakan. Ia lama bekerja di pabrik itu. ”Saya kerja di sini puluhan tahun lalu sebelum menikah. Lalu berhenti karena menikah. Tetapi lima tahun terakhir mulai kerja lagi,” katanya.
Ida mengatakan, kue keranjang sangat membantu hidupnya dan keluarga. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, dia membutuhkan tambahan uang untuk biaya sekolah anaknya berumur 14 tahun yang menyandang disabilitas.
Mengandalkan penghasilan suami sebagai buruh serabutan dengan penghasilan tidak tetap dan kurang dari Rp 100.000 per hari jelas bukan pilihan. Saat ada tawaran membantu pembuatan kue keranjang untuk sebulan ke depan, ia menerimanya. Jika pesanan melonjak, ia bisa mendapatkan uang tambahan.
”Penghasilannya rahasia. Tapi lebih besar bila dibandingkan suami,” ucap Ida.
Vincent Ruslianto (31), pengelola kue keranjang Tek Kie, mengatakan, kesempatan bekerja di pabriknya tidak hanya untuk golongan tertentu saja. Asalkan mau bekerja, semua punya kesempatan yang sama. Hal itu sudah dilakukan sejak pabrik berdiri tahun 1940-an.
”Saat membuat kue keranjang, ada sekitar 20 orang yang dipekerjakan,” ujar Vincent yang kini tercatat sebagai generasi keempat.
Baca juga : Semarak Festival Lentera Menjelang Imlek

Beberapa kue keranjang dalam pengemasan di pabrik kue keranjang Tek Kie, Jalan Pajagalan, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).
Setelah dua tahun terakhir produksi menurun akibat pandemi Covid-19, Vincent melihat ada harapan dalam perayaan Imlek pada tahun 2023 ini. Tahun Kelinci Air kali ini jatuh pada saat pandemi mulai terkendali dan masyarakat mulai berkegiatan dengan leluasa.
Menurut Vincent, produksi kue keranjang tahun ini bahkan naik hampir dua kali lipat. Dia telah memulai produksi dalam sebulan terakhir. Setiap hari, dia mampu membuat 2 ton dodol yang akan dicetak menjadi kue keranjang.
”Memang produksi ini belum sebanyak saat sebelum pandemi. Dulu bisa sampai 3 ton dalam sehari. Tetapi, setidaknya lebih baik daripada dua tahun terakhir. Tahun lalu, kami hanya produksi selama dua pekan. Semoga gairah ini menjadi pertanda baik bagi bangsa Indonesia,” tuturnya.
Tekan diskriminasi

Warga keturunan Tionghoa membersihkan salah satu patung dewa di Wihara Dewi Welas Asih, Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (16/1/2023). Ritual memandikan patung dewa sekali setahun itu untuk menyambut Tahun Baru Imlek yang jatuh pada Minggu (22/1/2023).
Tahun yang lebih baik juga diharapkan anggota Wanita Theravada Indonesia (Wandani) Kota Cirebon saat mencuci patung dewa di Wihara Dewi Welas Asih, Cirebon, Jawa Barat, Senin (16/1/2023). Sejatinya, ibu-ibu Buddhis itu tidak hanya membersihkan patung, tetapi juga menyucikan hati menyambut Imlek.
Sebelum pencucian patung dewa, mereka terlebih dahulu memanjatkan doa sambil mengatupkan kedua tangan. Mereka lalu menyapu patung dengan kuas kecil dan sikat gigi. Kemudian, patung dewa dimandikan memakai kain yang telah direndam air kembang bercampur parfum khusus.
Air kembang itu serupa tradisi pencucian gamelan sekati menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Kanoman, yang berjarak sekitar 750 meter dari kelenteng. Seperti gamelan sekati yang dibersihkan sekali setahun, pencucian patung dilakukan hanya menjelang Imlek.
”Dewa sedang naik ke langit untuk melaporkan catatan manusia setahun terakhir. Makanya, kami membersihkan patungnya,” ucap Sekretaris Wandani Kota Cirebon Lili Wahyuni. Ritual itu memberi pesan agar umat turut membersihkan dirinya dari sesuatu yang buruk.
Sehari sebelum pencucian patung dewa, misalnya, Lili dan anggota Wandani lainnya pantang atau tidak menyantap hewan. ”Ini bentuk bersih-bersih diri. Makanan hewani itu, kan, lezat. Nah, larangan tidak memakan itu sebelum pembersihan patung adalah wujud pengendalian diri,” ucapnya.

Sejumlah anggota Wanita Theravada Indonesia (Wandani) Cabang Kota Cirebon membersihkan sejumlah patung dewa di Wihara Dewi Welas Asih, Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (16/1/2023). Ritual memandikan patung dewa sekali setahun itu untuk menyambut Tahun Baru Imlek yang jatuh pada Minggu (22/1/2023).
Siang itu, anggota Wandani juga sejenak menanggalkan urusan duniawi demi membersihkan patung dewa. Lusiana Sow (44), misalnya, absen dari pekerjaannya sebagai agen properti.
”Enggak apa-apa izin. Ini penghormatan pribadi saya kepada dewa,” ucap ibu tiga anak ini.
Tidak hanya kepada dewa, baginya, Imlek juga menjadi momentum penghargaan kepada pemeluk agama lain. Pekan lalu, misalnya, ia dan warga keturunan Tionghoa lainnya sibuk membungkus 1.200 paket sembako untuk dibagikan kepada masyarakat saat bakti sosial.
Bahkan, setiap Cap Go Meh, perayaan 15 hari setelah Imlek, warga dari berbagai agama antusias menyaksikan arak-arakan yang disertai atraksi barongsai dan liong itu. Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, pusat penyebaran Islam berabad silam di Cirebon, pun turut berpartisipasi.
Kondisi ini berbeda saat komunitas Tionghoa mengalami diskriminasi puluhan tahun lalu. Mereka sempat dilarang menggelar kegiatan adat-istiadat komunitas Tionghoa di Indonesia pada masa Orde Baru.
”Waktu saya sekolah (dasar) negeri di Cirebon, bapak terpaksa menulis nama agama lain supaya bisa sekolah. Waktu ditanya, kenapa saya selalu ke wihara, saya bilang cuma ngantar orang aja,” kenang Lusiana.
Lihat juga : Industri Kue Keranjang Jelang Imlek
Ketika sekolah menengah pertama, ia memberanikan diri menyebut identitasnya sebagai pemeluk agama Buddha. ”Ada yang bilang saya kafir, macam-macamlah. Kepala sekolah sampai manggil dan nanya agama saya. Ternyata, mereka hanya butuh penjelasan,” ungkapnya.
Perlahan, Lusiana yang masih remaja menjelaskan tentang tudingan penganut Buddha menyembah patung. Ia mencontohkan bendera merah putih yang begitu dihormati.
”Padahal itu, kan, kain. Artinya, yang kita hormati nilai-nilainya. Begitu pula dengan patung dewa,” katanya.

Potret air kembang dan patung dewa yang dibersihkan di Wihara Dewi Welas Asih, Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (16/1/2023). Ritual memandikan patung dewa sekali setahun itu untuk menyambut Tahun Baru Imlek yang jatuh pada Minggu (22/1/2023).
Seiring waktu, Lusiana semakin mengenal warga yang berbeda agama dan latar belakang. ”Kita hidup di Indonesia tidak sendirian. Harapan saya di Tahun Baru Imlek ini, kita bisa bersama-sama dan mengendalikan diri, emosi. Semoga tidak ada lagi diskriminasi,” ujarnya.
Jika semua orang dapat bertoleransi, menurut Wakil Ketua Wandani Kota Cirebon ini, tidak ada lagi pihak yang melarang seseorang atau kelompok lainnya mendirikan tempat ibadah serta beribadah sesuai keyakinannya. Fenomena itu masih terjadi di sejumlah daerah belakangan ini.
Bahkan, Presiden Joko Widodo mengingatkan, konstitusi telah menjamin kebebasan beragama dan beribadah. ”Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan,” ucap Presiden dalam rapat koordinasi dengan kepala daerah di Bogor, Selasa (17/1/2023).

Dua patung macan putih, simbol Kerajaan Pajajaran, terpajang di kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/12/2019). Patung itu menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Cirebon.
Romo Jinawi, rohaniwan Buddha di Cirebon, mengatakan, Wihara Dewi Welas Asih yang berdiri sejak 1595 telah mengajarkan indahnya kebersamaan. Setiap Imlek, warga dengan berbagai latar belakang berkunjung. Bahkan, pihak kelenteng menyiapkan makan bersama.
Nama Dewi Welas Asih diambil dari salah satu patung, yakni Kwan Im. ”Kwan Im itu artinya mendengarkan suara umat. Dengan begitu, jiwa penolongnya sangat besar, melebihi dirinya sendiri. Makanya, Dewi Kwan Im mengajarkan cinta kasih kepada siapa pun,” ujarnya.
Menyambut Tahun Baru Imlek 2023, Wihara Dewi Welas Asih mengirim pesan agar manusia saling mencurahkan cinta kasih sehingga tidak ada lagi diskriminasi. Seperti kata Lusiana, ”Kita tidak hidup sendirian, harus bersama-sama.”
Baca juga : Kelenteng Talang Cirebon, dari Masjid hingga Simbol Toleransi