Keluarga Korban Pesimistis Sidang Tragedi Kanjuruhan Hadirkan Keadilan
Proses persidangan Tragedi Kanjuruhan berlangsung terbatas, tidak ada siaran langsung. Pihak korban pun pesimistis keadilan akan tercapai dari sana.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Devi Athok Y (41), orangtua korban Tragedi Kanjuruhan, pesimistis proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, dapat memenuhi rasa keadilan. Persidangan yang digelar terbatas dan tanpa siaran langsung itu disebut menyulitkan keluarga korban mengawal jalannya peradilan.
Hal itu disampaikan Devi saat jumpa pers bersama kuasa hukumnya Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan di Malang, Senin (16/1/2022) sore. Devi adalah ayah dari NDR (16) dan NDA (13), yang jenazahnya diotopsi awal November 2022. Mantan istri Devi, Debi Asta (35), juga meninggal dalam tragedi itu.
”Kalau melihat persidangan hari ini saya pesimistis mendapatkan keadilan. Kita tidak bisa datang dan media tidak bisa menyiarkan langsung. Seakan-akan ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya.
Sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya itu berisi pembacaan dakwaan terhadap lima orang. Mereka adalah mantan Ketua Panitia PelaksanaAbdul Haris, Security Officer Suko Sutriso, dan Kepala Bagian Operasional Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto. Selain itu, ada juga Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi dan Komandan Kompi 3 Satuan Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan.
Sementara mantan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru A Hadian Lukita belum dilimpahkan ke pengadilan. Berkasnya masih dilengkapi penyidik.
Tak terpenuhinya keadilan bagi korban, menurut Devi, juga bisa dilihat dari pasal yang disangkakan. Terdakwa dijerat Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal. Padahal, keluarga korban menuntut mereka dikenai Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP soal pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Devi Athok, menurut kuasa hukumnya, menjadi salah satu saksi yang nantinya dipanggil ke persidangan sebagai saksi. Namun, Devi mengaku belum menerima salinan tertulis terkait hasil otopsi terhadap kedua anaknya.
Pihak dokter forensik sendiri telah mengumumkan hasil otopsi. Hasilnya, tak ada kandungan gas air mata di kedua jenazah korban. Yang menjadi penyebab kematian adalah patah tulang dan pendarahan berat.
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan yang juga kuasa hukum korban, Imam Hidayat, mengatakan, sejak awal pihaknya menolak persidangan yang didasarkan pada laporan model A, dari petugas, yang kini disidangkan di PN Surabaya.
Ada beberapa alasannya, seperti pasal kelalaian (bukan pembunuhan dan pembunuhan berencana) yang disangkakan terhadap para terdakwa, dan orang-orang yang menjadi terdakwa masih di tingkat menengah (middle).
Aktor lain yang diduga terlibat, menurut Imam, belum tersentuh, seperti Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia. Selain itu, ada juga hingga eksekutor yang menembakkan gas air mata.
”Alasan ketiga, sidang harusnya terbuka tapi dilakukan terbatas. Kalau alasannya soal keamanan ini tidak bisa diterima logika. Polisi dia punya kemampuan dan alat untuk kendalikan massa,” katanya.
Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan juga mendesak Presiden segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) khusus untuk penyelesaian hukum Tragedi Kanjuruhan. Sejauh ini, belum ada peraturan yang mengatur soal tindak kejahatan yang dilakukan kolektif oleh aparat dan sipil.
”Kasus Kanjuruhan ini, penyidikannya terpisah. Untuk petugas ditangani Propam (Profesi dan {engamanan) Mabes Polri. Masyarakat sipil penyidikannya dilakukan polisi (setempat),” katanya.
Pada kesempatan ini, Imam juga menyinggung soal proses hukum berupa laporan model B (korban) Tragedi Kanjuruhan ke Polres Malang, yang dinilai berjalan lambat. Proses hukum masih tahap penyelidikan. Pihaknya pun mendorong Polres Malang agar segera melakukan gelar perkara.
Sebelumnya, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang Inspektur Satu Wahyu Rizky Saputro menjelaskan proses hukum laporan model B masih dalam tahap penyelidikan. Penyidik sudah memeriksa 17 saksi, mulai dari pelapor, panitia penyelenggara, hingga beberapa pihak dari Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang. Selanjutnya, penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap petugas keamanan yang berjaga saat peristiwa terjadi.