Atasi Banjir, Pemprov Kaltim Normalisasi Sungai Karang Mumus
Pemprov Kaltim menyelesaikan 30 persen normalisasi Sungai Karang Mumus untuk mengurangi banjir di Kota Samarinda. Akademisi menilai, penguatan mitigasi di tingkat warga juga perlu dilakukan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Untuk menanggulangi banjir di Kota Samarinda, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bakal menyelesaikan normalisasi Sungai Karang Mumus. Pembebasan lahan di daerah bantaran sungai juga dilakukan. Akademisi menilai, pemerintah juga perlu membangun sistem peringatan dini untuk mengurangi kerugian warga yang tinggal di daerah rawan banjir.
Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, dan Penataan Ruang (PUPR dan Pera) Kaltim mencatat, sampai akhir 2022, normalisasi Sungai Karang Mumus sudah berjalan 70 persen. Dari panjang sungai sekitar 17 kilometer, normalisasi sudah dilakukan di sepanjang 12 kilometer.
Normalisasi yang dilakukan, antara lain, pengerukan sedimentasi dan pembuatan tanggul di sejumlah titik. ”Untuk melanjutkan program tersebut, tahun 2023 ini akan kami siapkan Rp 9,8 miliar untuk normalisasi Sungai Karang Mumus,” ujar Kepala Dinas PUPR dan Pera Kaltim Aji Muhammad Fitra Firnanda saat dihubungi dari Balikpapan, Jumat (13/1/2023).
Sungai Karang Mumus adalah sungai yang membentang di sekitar pusat pemerintahan Kota Samarinda dan Provinsi Kaltim. Salah satu anak Sungai Mahakam ini kerap meluap saat terjadi hujan sehingga menimbulkan genangan di jalan raya dan permukiman warga.
Berdasarkan hasil analisis Pemprov Kaltim, terdapat sedimentasi di Sungai Karang Mumus yang perlu dikeruk. Tujuannya agar sungai bisa menampung air lebih banyak. Banyaknya korban banjir akibat meluapnya sungai ini, salah satunya, karena banyak permukiman di sekitar daerah aliran sungai.
Fitra mengatakan, banyak rumah warga yang dibangun di daerah bantaran sungai. Untuk itu, Pemprov Kaltim memberi bantuan dana kepada Pemkot Samarinda untuk membebaskan lahan yang dikuasai warga.
”Untuk penyelesaian dampak sosial pada 2019, Pemprov Kaltim telah memberikan bantuan keuangan Rp 10 miliar kepada Pemerintah Kota Samarinda,” katanya.
Pengajar Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Riyan B Sukmara, mengatakan, penyebab banjir di Samarinda sangat banyak. Normalisasi sungai, kata dia, bukan satu-satunya solusi. Normalisasi sungai perlu juga diikuti program lain di tingkat warga.
Sejumlah wilayah Kota Samarinda posisinya lebih rendah dari sungai. Dengan kondisi seperti itu, saat air laut pasang, air Sungai Mahakam pun akan naik. Saat air Sungai Mahakam naik, air di anak sungainya pun ikut naik, termasuk Sungai Karang Mumus.
Di saat seperti itu, meskipun tak terjadi hujan, terdapat genangan air di jalan-jalan utama di Samarinda. Saat musim hujan tiba berbarengan dengan kondisi air laut pasang, genangan banjir di permukiman warga akan bertahan dalam jangka waktu lama.
Riyan mengatakan, pendekatan baru di hilir perlu diterapkan agar masyarakat semakin siap menghadapi banjir sehingga memperkecil kerugian yang diderita. Ia menyarankan pemerintah membentuk sistem peringatan dini dan memperkuat mitigasi bencana di tingkat warga.
Pada banjir 2019, dia menambahkan, tinggi curah hujan sekitar 120 milimeter. Sebelum mencapai angka itu, masyarakat seharusnya sudah dapat informasi melalui SMS, Whatsapp, atau media sosial yang bisa dijangkau. ”Dengan begitu, warga bisa bersiap, menyelamatkan diri, serta mengamankan barang berharga sehingga kerugian yang diderita tidak besar ketika banjir,” ujar Riyan.