Selidiki Lebih Mendalam Penculikan dan Pembunuhan Anak di Makassar
Polisi diminta melakukan penyelidikan lebih mendalam terkait penculikan dan pembunuhan seorang anak di Makassar. Polisi juga diharapkan tak buru-buru menyimpulkan kasus itu tak terkait dengan jaringan perdagangan organ.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Aparat kepolisian diminta melakukan penyelidikan lebih mendalam terkait kasus penculikan dan pembunuhan seorang anak di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu. Polisi juga diharapkan tidak terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kasus tersebut tidak terkait dengan jaringan perdagangan organ.
Demikian dikatakan kriminolog Universitas Negeri Makassar, Heri Tahir, Kamis (12/1/2023). Menurut Heri, dalam kasus tersebut, pelaku yang masih di bawah umur tergolong sangat nekat melakukan penculikan dengan niat menjual organ tubuh korban. Kenekatan pelaku itu seharusnya menimbulkan pertanyaan tentang keterkaitan dengan jaringan perdagangan organ manusia.
”Seharusnya penyelidikan dilakukan lebih mendalam dan dikembangkan, misalnya dengan menelusuri jejak digital melalui perangkat yang digunakan pelaku. Menyimpulkan sejak awal bahwa ini tidak terindikasi terkait jaringan perdagangan organ bisa jadi membuat penyidik nantinya hanya terarah ke kesimpulan itu,” kata Heri.
Sebelumnya diberitakan, seorang anak bernama M Fadil Sadewa (11) menjadi korban penculikan dan pembunuhan di Makassar. Korban yang akrab dipanggil Dewa itu dilaporkan dibawa orang tak dikenal pada Minggu (8/1/2023) petang. Korban kemudian diketahui dibunuh oleh dua pelaku yang masih di bawah umur, yakni Al (17) dan Fa (14).
Berdasarkan pengakuan Al selaku pelaku utama, dia menculik Dewa setelah membaca informasi di internet mengenai penjualan organ tubuh manusia. Al mengaku tergiur mendapatkan uang banyak karena membaca informasi tentang harga ginjal yang mencapai 80.000 dollar AS atau lebih kurang Rp 1,2 miliar.
Al lalu mengirim e-mail (surat elektronik) ke sebuah alamat yang ditemukannya di internet untuk menawarkan penjualan organ tubuh. Setelah itu, dia menculik Dewa. Namun, Al kemudian kebingungan karena e-mail yang dikirimkannya tidak dibalas. Bersama seorang temannya, dia akhirnya membunuh korban.
Heri menyatakan, jika ternyata kasus ini berkait dengan jaringan perdagangan organ, tetapi polisi tidak menyelidikinya, jaringan tersebut bisa saja kembali menjalankan aksinya pada masa mendatang.
”Bisa jadi suatu ketika kasus ini terungkap dan benar jaringan itu ada, namun polisi sudah berat hati untuk meralat pernyataannya sendiri. Jadi, memang sebaiknya tidak terburu-buru menyimpulkan,” ungkap Heri.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Makassar Komisaris Besar Budhi Haryanto kembali menyatakan, hingga sekarang polisi belum menemukan keterkaitan kasus tersebut dengan jaringan perdagangan organ.
”Untuk sementara belum kami temukan jaringan perdagangan organ. Hasil pemeriksaan kami, si tersangka ini baru mau coba-coba dan alamat (e-mail) yang dihubungi itu fiktif. Terkait penelusuran situs, semua informasi akan kami kejar. Namun, sampai detik ini memang belum kami temukan arah ke perdagangan organ tubuh,” tutur Budhi.
Ia juga membantah bahwa pelaku sudah pernah berkomunikasi dengan orang yang terkait dengan jaringan perdagangan organ. Sampai saat ini, polisi juga menyimpulkan bahwa pelaku berinisial Al melakukan aksinya atas inisiatif sendiri, bukan perintah orang lain.
”Belum pernah ada komunikasi dengan siapa pun. Yang kami cek dari hasil penggunaan perangkat elektronik, yang bersangkutan pernah menelusuri informasi tentang perdagangan organ melalui Google dan juga menonton berita terkait perdagangan organ. Sejauh ini, kami menyimpulkan anak ini murni pelaku dan tidak ada yang menyuruh,” ungkapnya.
Budhi menambahkan, saat ini polisi masih berfokus pada pemeriksaan kondisi psikologis pelaku. Berkaca dari kasus ini, dia juga mengimbau para orangtua melakukan pengawasan terhadap anaknya saat mengakses internet.
”Kami sudah memeriksa dan sekarang menunggu. Minggu depan sudah ada harusnya. Perlu saya ingatkan, peristiwa ini dilatarbelakangi oleh faktor sosiologis terkait keluarga, lingkungan, dan dunia maya. Ini yang juga perlu diwaspadai supaya anak-anak selalu dalam pengawasan saat menggunakan media sosial,” ujarnya.
Seharusnya penyelidikan dilakukan lebih mendalam dan dikembangkan, misalnya dengan menelusuri jejak digital melalui perangkat yang digunakan pelaku.