Kekejian karena Tergiur Ginjal Seharga Rp 1,2 Miliar
Tergiur menjadi kaya, dua anak menculik dan membunuh. Korbannya juga adalah anak yang semula akan dijual ginjalnya seharga 80.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,2 miliar.
Selasa (10/1/2023) pagi itu, bendera putih tampak diselip di tiang gerbang Jalan Batua Raya 7, Makassar, Sulawesi Selatan. Bendera ini adalah penanda berpulangnya M Fadil Sadewa (11) sekaligus akhir pencarian keluarga sejak mengetahui bocah itu dibawa seseorang pada Minggu (8/1/2023) petang.
Dewa, panggilan akrab M Fadil Sadewa, ditemukan tewas pada Selasa dini hari oleh aparat Kepolisian Sektor Panakkukang, Makassar. Saat ditemukan, jenazahnya berada dalam kantong plastik sampah dengan tangan dan kaki terikat.
Penemuan jenazah Dewa sangat mengejutkan. Namun, yang tak kalah mengejutkan adalah pelakunya, yang ternyata juga masih di bawah umur. Motif penculikannya pun membuat nurani terguncang. Tak lama setelah penemuan jenazah Dewa, polisi menangkap dua pelaku, yakni Al (17) dan Fa (14).
Keduanya mengaku menculik karena ingin menjual organ tubuh Dewa. Mereka tergiur iming-iming mendapatkan uang banyak dari sebuah informasi tentang harga ginjal yang mencapai 80.000 dollar AS atau lebih kurang Rp 1,2 miliar.
Sejauh ini polisi belum melihat adanya indikasi keterlibatan orang lain atau jaringan tertentu terkait kasus tersebut. Berdasarkan penyelidikan sementara, kedua pelaku memperoleh informasi tak jelas dari internet dan tergiur uang besar.
Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Budhi Haryanto mengatakan, belum ada indikasi ke arah adanya jaringan tertentu di belakang kasus tersebut. ”Namun, tentu saja semua kemungkinan akan kami selidiki,” ujarnya.
Dia melanjutkan, sejauh ini, berdasarkan penyelidikan dan pengakuan tersangka, keduanya mengonsumsi informasi negatif di internet tentang organ tubuh yang harganya mahal. Lalu, dengan pikiran singkat, mereka menculik Dewa karena ingin mendapatkan uang dan kaya. ”Saat merasa tak mendapat respons dari alamat e-mail yang mereka kirimi pesan, mereka bingung dan akhirnya membunuh korbannya,” kata Budhi.
Al, tersangka utama dalam kasus ini, mengaku ingin mendapatkan uang. Uangnya untuk diberikan ke orangtua dan membangun rumah. Saat dihadirkan dalam jumpa pers yang digelar di Markas Polrestabes Makassar pada Selasa sore, dia juga mengaku tak mengenal orang yang dikirimi surat elektronik itu. Alamat surat elektronik itu diakui ditemukan di internet. Dia juga mencari informasi lain via Youtube.
Dengan berbekal penerjemah Google, dia mengirim surat penawaran ke sebuah alamat yang ditemukannya dalam penelusuran internet. Usai berkirim surat, dia kemudian mulai melancarkan aksinya. Sasarannya adalah Dewa, yang sama-sama tinggal di Jalan Batua Raya walau terpaut beberapa blok. Dewa sering dilihatnya di pasar dan di depan sebuah minimarket.
Saat membawa Dewa dari minimarket, dia kembali ke rumah. Rencananya dia akan menyerahkan Dewa kepada orang yang berminat dengan kondisi utuh dan hidup. Saat itu rumahnya kosong. Orangtuanya menjaga warung jualan yang lokasinya agak jauh dari rumah. Di sana dia menunggu balasan surat elektronik. Namun, hingga malam tak ada balasan. Dia mulai bingung.
Baca juga: Penculik Anak di Makassar Berniat Jual Organ Tubuh Korban
”Saya sedang di rumah saat dipanggil oleh Al. Dia bilang ada yang mau dikerjakan. Sampai di sana ternyata untuk membunuh Dewa. Saya memang biasa sama Al di sekolah. Kadang kami main internet sama-sama,” kata Fa, pelaku lainnya.
Singkat cerita, malam itu mereka mengeksekusi Dewa. Jenazah Dewa kemudian dibungkus dan dibawa menggunakan sepeda motor lalu dibuang di kolong jembatan Jalan Inspeksi PAM Waduk Nipa-nipa. Berdasarkan hasil pemeriksaan visum, Dewa meninggal dengan luka di leher akibat cekikan dan benturan di kepala. Organnya masih utuh.
Di rumah keluarga Dewa, duka membayangi. Rumah kecil semipermanen di dalam gang sempit ini dipenuhi pelayat. Korban dikenal sebagai anak dan teman yang baik, penurut, dan pekerja keras. Apa saja dikerjakannya sepulang sekolah di SD Mandiri, seperti membersihkan rumah, menjadi kuli angkut barang di pasar, hingga menjaga sepeda motor di sebuah minimarket tak jauh dari rumahnya.
Aminah Daeng Bau (50), nenek korban, bercerita jika orangtua Dewa berpisah sejak usianya masih enam tahun. Setelah berpisah, ayahnya menikah lagi dan tinggal terpisah dengan Dewa. Adapun ibunya ke Malaysia menjadi pekerja migran. Selama lima tahun bekerja di luar negeri, belum sekalipun ibunya pulang. Dewa lalu dirawat oleh nenek dan bibinya.
”Dia sangat tidak mau merepotkan. Kadang saat mau makan dan kami belum punya beras atau sesuatu untuk dimakan, dia ke pasar. Di sana dia angkat belanjaan. Jika sudah dapat uang, dia beli mi instan atau nasi lalu makan. Sangat penurut dan sangat rajin. Kami merasa sangat kehilangan dan tidak menyangka perginya akan seperti ini,” kata Aminah.
Saya bilang sama Dewa jangan mau karena mungkin itu penculik anak-anak.
Aisyah (22), bibi korban, mengatakan, saat penculikan terjadi, Dewa bersama sepupunya, Alif (12), sedang menjaga sepeda motor di depan minimarket. Keduanya hampir tiap sore menjaga tempat parkir di situ. ”Kadang ada yang kasih uang, kadang tidak. Namun, dia suka kerja apa saja untuk tambah uang jajan,” katanya.
Menurut Alif, dia menyadari pelaku penculikan sudah berada di lokasi tersebut sejak pukul 16.00 Wita dan terus mengamati mereka. Sekitar pukul 17.30, pelaku lalu menghampiri. ”Dia mengajak kami membersihkan di rumahnya. Katanya mau diberi uang Rp 50.000. Namun, saya tidak mau. Saya bilang sama Dewa jangan mau karena mungkin itu penculik anak-anak. Namun, Dewa bilang mau pergi membersihkan rumah karena ada uangnya. Makanya dia ikut,” katanya.
Usai Dewa dibawa dengan dibonceng sepeda motor, Alif ke rumah neneknya dan menyampaikan hal tersebut. Seketika keluarga pun keluar dan berpencar mencari Dewa. Sepanjang malam keluarga menelusuri jalan sekitar dan bertanya kepada orang-orang dengan hasil nihil.
Mereka ke Polsek Panakkukang melaporkan perihal itu. Namun, karena baru dua jam hilang, laporannya belum diproses. Keesokan harinya, Senin (9/1/2023) sore, mereka kembali melapor dan polisi langsung bergerak menyelidiki.
”Setelah mendapat laporan kehilangan, polisi mengecek lokasi yang diduga menjadi tempat kejadian. Polisi melakukan pemeriksaan lokasi kejadian, menanyai saksi, dan juga memeriksa CCTV. Setelah memperoleh informasi, polisi kemudian bergerak ke rumah pelaku dan mengamankan,” kata Budhi.
Baca juga: Penculikan Anak Harus Jadi Pembelajaran Semua Pihak
Menurut Budhi, pelaku akan dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dan juga Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kriminolog Universitas Negeri Makassar, Prof Heri Tahir, mengatakan, walaupun melibatkan pelaku di bawah umur, kasus ini sudah masuk dalam kejahatan luar biasa. ”Karena itu, hukumannya tak boleh lagi sekadar pemulihan trauma karena ini sudah kejahatan serius,” ujarnya.
Menurut dia, aturan juga mengatakan, jika kejahatan yang dilakukan ancaman hukumannya di atas tujuh tahun, perihal perlindungan anak tak wajib dipakai walaupun juga hukumannya bukan sampai hukuman mati. Penerapan hukum yang tegas, kata Heri, diharapkan memberi efek jera dan menghindari banyaknya pemanfaatan anak-anak untuk melakukan kejahatan.
Sementara itu, aktivis pemerhati anak dan perempuan, Alita Karen Labobar, mengatakan, kasus seperti ini menjadi tanggung jawab semua pihak. Kata kuncinya adalah peduli. Anak-anak yang menjadi pelaku umumnya mendapatkan informasi dengan mudah dari berbagai media dan sayangnya tak terliterasi dengan baik.
”Renggangnya perhatian keluarga dan lingkungan juga ikut berperan. Saat ini bukan waktunya lagi saling menyalahkan. Ini adalah momen untuk kembali berpikir tentang pentingnya kepedulian, tak peduli kepada siapa pun. Jika mendapati hal tak wajar di sekitar, kita semua harus mau memberi tahu, menasihati, atau berbuat apa pun untuk mencegah hal seperti ini terjadi,” ujarnya.
Baca juga: Sejak Dini Cegah Penculikan Anak