Penerimaan Pajak di Kalsel dan Kalteng Melampaui Target
Realisasi penerimaan pajak di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada 2022 melampaui target. Namun, tren penurunan harga komoditas pada 2023 diwaspadai karena akan menjadi tantangan penerimaan pajak tahun ini.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Realisasi penerimaan pajak di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada 2022 melampaui target dengan capaian sebesar 126,29 persen. Sektor pertambangan dan penggalian mendominasi penerimaan pajak tersebut. Namun, tren penurunan harga komoditas pada 2023 diwaspadai karena akan menjadi tantangan penerimaan pajak tahun ini.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah Tarmizi menyampaikan, Kanwil DJP Kalselteng sampai dengan 31 Desember 2022 mencatat neto penerimaan pajak sebesar Rp 23,154 triliun atau setara dengan 126,29 persen dari target penerimaan tahun 2022 sebesar Rp 18,334 triliun.
Realisasi penerimaan pajak tersebut tumbuh 49,73 persen dari target yang ditetapkan sehingga menempatkan Kanwil DJP Kalselteng di posisi kelima dari 34 kanwil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Pencapaian ini didukung oleh kinerja dari 10 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Kanwil DJP Kalselteng yang berhasil semua melampaui target penerimaan.
”Setelah penerimaan pajak tahun 2020 tumbuh negatif sebesar 15,04 persen karena dampak pandemi Covid-19, realisasi penerimaan pajak tahun 2022 menjadi pencapaian tertinggi dalam lima tahun terakhir. Hal itu menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian telah membaik,” katanya lewat siaran pers di Banjarmasin, Kamis (12/1/2023).
Menurut Tarmizi, capaian penerimaan pajak di wilayah Kalsel dan Kalteng didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh sebesar 91,8 persen; sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor yang tumbuh 59,9 persen; serta sektor administrasi pemerintahan dengan pertumbuhan sebesar 78,3 persen.
Khusus di wilayah Kalsel, capaian penerimaan pajak pada 2022 mencapai Rp 15,6 triliun atau mencapai 125,39 persen dari target sebesar Rp 12,5 triliun. Sementara itu, pertumbuhan penerimaan pajak di Kalsel mencapai 61,37 persen.
Tarmizi mengatakan, penerimaan pajak di Kalsel pada 2022 mengalami pertumbuhan yang signifikan disebabkan, antara lain, kenaikan produksi dan harga komoditas batubara dan kelapa sawit beserta sektor pendukungnya, penerimaan Pajak Penghasilan final dari implementasi Program Pengungkapan Sukarela sebesar Rp 755,5 miliar, serta penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang berlaku sejak 1 April 2022.
”Di Kalsel, sektor pertambangan dan penggalian sampai dengan Desember 2022 masih mendominasi penerimaan sebesar 34,46 persen dengan pertumbuhan 82,86 persen. Hal ini menunjukkan aktivitas perekonomian di Kalimantan Selatan mengalami pertumbuhan,” katanya.
Namun, faktor-faktor yang mendorong penerimaan pajak tahun 2022 meningkat tinggi, diperkirakan Tarmizi, tidak akan ada lagi pada 2023. Faktor itu adalah kenaikan harga komoditas serta implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terutama Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
”Pada 2023 ini, harga komoditas (energi, logam, dan pertanian) diperkirakan menurun dan tidak terulangnya PPS. Hal itu tentu saja menjadi tantangan penerimaan pajak tahun 2023 di wilayah Kalselteng,” ujarnya dalam gelar wicara (talk show) kolaboratif di Banjarmasin, dua hari sebelumnya, Selasa (10/1/2023).
Pemulihan terjaga
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalsel Sulaimansyah menyebutkan, pendapatan negara di Kalsel pada 2022 tumbuh tinggi seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus terjaga, harga komoditas di level yang masih relatif tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, serta implementasi UU HPP.
Pendapatan perpajakan di Kalsel selama 2022 menunjukkan angka peningkatan yang sangat signifikan dengan realisasi sebesar 125,39 persen. Hal tersebut disebabkan peningkatan harga komoditas batubara internasional yang memengaruhi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non-migas di Kalsel.
Menurut Sulaimansyah, penerimaan bea dan cukai yang berasal dari aktivitas perdagangan luar negeri (ekspor) juga menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh tingginya harga minyak sawit (CPO) internasional sepanjang tahun 2022 walaupun saat ini sudah menunjukkan adanya tren penurunan.
”Pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sepanjang tahun 2022 mengalami peningkatan dengan realisasi mencapai 133,90 persen. Hal itu disebabkan mulai pulihnya kegiatan masyarakat pascapandemi Covid-19 sehingga penerimaan PNBP dari sektor pendidikan, kesehatan, dan transportasi juga mengalami peningkatan,” katanya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Muhammad Handry Imansyah mengatakan, perekonomian nasional ataupun regional Kalsel masih optimistis tumbuh pada 2023 dengan masih akan menguatnya harga batubara dan minyak mentah dunia meskipun harga minyak sawit cenderung akan melemah.
”Dengan potensi ancaman resesi dunia dan inflasi karena harga energi dunia diperkirakan masih akan menguat, peranan APBN dan APBD diharapkan tetap besar di dalam menjaga potensi dampak inflasi kepada masyarakat miskin,” katanya.