Target penerimaan pajak di wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah pada 2020 bakal meleset karena sektor usaha pertambangan batubara masih terpuruk. Selama ini, sektor tersebut menjadi penyumbang pajak terbesar.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Target penerimaan pajak di wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah pada 2020 bakal sulit tercapai meskipun targetnya sudah diturunkan dari Rp 17,9 triliun menjadi Rp 12,8 triliun. Akibat pandemi Covid-19, sektor usaha pertambangan batubara terpuruk. Selama ini, sektor tersebut menjadi penyumbang pajak terbesar.
Sampai dengan 30 November 2020, realisasi penerimaan pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan dan Tengah (Kalselteng) baru mencapai 78 persen dari target penerimaan sebesar Rp 12,8 triliun. Target itu lebih rendah dari target penerimaan pajak pada 2019 yang mencapai Rp 15,8 triliun.
Kepala Kantor Wilayah DJP Kalselteng Cucu Supriatna mengatakan, pihaknya masih harus berupaya meraih penerimaan pajak lebih dari Rp 2 triliun dalam waktu tersisa satu bulan. Namun, jika melihat capaian bulanan dengan rata-rata penerimaan pajak sebesar Rp 1,1 triliun, maka tipis kemungkinan target itu tercapai.
”Penerimaan pajak berkurang karena semua sektor usaha terdampak pandemi Covid-19, terlebih sektor usaha pertambangan batubara yang sangat besar peranannya. Mereka memang masih tetap membayar pajak, tetapi jumlah yang dibayar berkurang dari biasa,” kata Cucu, dalam acara Media Gathering 2020, di Banjarmasin, Selasa (1/12/2020).
Dalam kondisi normal, ungkap Cucu, peranan atau kontribusi sektor usaha pertambangan batubara mencapai 38 persen dari total penerimaan pajak di wilayah Kalselteng. Disusul berikutnya oleh sektor usaha perkebunan dengan kontribusi sebesar 28 persen, lalu sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 15 persen.
”Akibat pandemi Covid-19, beberapa perusahaan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Pengurangan jumlah karyawan itu juga sangat berpengaruh pada penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi,” tuturnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel, sebagaimana dikemukakan oleh Kepala BPS Provinsi Kalsel Mohammad Edy Mahmud, pandemi Covid-19 sangat memukul dunia usaha di Kalsel dan membuat operasional perusahaan terganggu.
”Persentase pelaku usaha ataupun perusahaan yang menurun pendapatannya mencapai 73,39 persen. Tiga sektor yang paling terdampak, yaitu akomodasi dan makan minum, jasa lainnya, serta konstruksi,” kata Edy dalam webinar beberapa waktu lalu.
Akibat pandemi Covid-19, dua triwulan berturut-turut perekonomian Kalsel juga tumbuh negatif, yakni minus 2,63 persen pada triwulan II-2020 dan minus 4,68 persen pada triwulan III-2020. Sumber utama kontraksi ekonomi Kalsel pada triwulan III adalah sektor pertambangan dan penggalian, yakni minus 9,08 persen.
Insentif pajak
Untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak, ujar Cucu, pemerintah telah memberikan insentif pajak kepada wajib pajak sejak April lalu. Pemberiaan insentif, yang awalnya hanya sampai September, diperpanjang sampai Desember 2020.
Dengan adanya insentif itu, potongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dikembalikan kepada pegawai atau karyawan yang memiliki penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 200 juta setahun. Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga tidak perlu menyetor PPh final UMKM sebesar 0,5 persen.
Selain fasilitas itu, Kanwil DJP Kalselteng juga memberikan fasilitas perpajakan berupa Program Pengurangan Sanksi Administrasi (PPSA) sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP). Dengan kriteria tertentu, wajib pajak bisa mendapatkan pengurangan sanksi hingga 75 persen atau bahkan penghapusan sanksi 100 persen.
Menurut Cucu, di Kalselteng, baru 4.890 wajib pajak yang memanfaatkan insentif dan fasilitas perpajakan itu. Padahal, wajib pajak yang terdaftar mencapai 1,68 juta. ”Kami mengharapkan para wajib pajak untuk segera memanfaatkan insentif pajak itu. Lebih baik memanfaatkan insentif pajak daripada pura-pura terdampak Covid-19 untuk menghindari pembayaran pajak,” katanya.