Akulturasi di kawasan Seberang Kota Jambi mendorong kian menyebarnya kerajinan batik. Keturunan Tionghoa berbaur dengan orang Melayu. Kampung batik pun semakin berkembang.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·5 menit baca
Lembaran-lembaran batik berwarna merah berpadu hitam dan biru telah menarik perhatian Kolonial Belanda seabad silam. Kainnya yang tampak mewah klasik itu menyematkan pesona dan kekaguman yang menyala-nyala di tepian Sungai Batanghari.
Hingga kini, kekaguman itu masih kerap tersematkan. Termasuk Wali Kota Medelin, Kolombia, Frederico Gutierrez kaget sewaktu menerima kain batik dari Syarif Fasha, Wali Kota Jambi, beberapa tahun silam. Fasha yang dalam kunjungan kerja memberinya suvenir batik jambi sembari menceritakan proses pewarnaan batik tersebut menggunakan bahan alam getah-getahan. Mendengar itu, wajah sang tuan rumah tampak emosional dalam haru. Ia bilang, selama ini ibunya yang mengoleksi batik mencari-cari batik dari pewarnaan alam.
”Dari situlah, saya makin merasakan keistimewaan batik dan ceritanya yang tumbuh dari Seberang,” kenang Fasha, Rabu (11/1/2023).
Batik Jambi pertama kali dikenal pada abad ke-17 sebagai kain khusus keluarga Sultan Jambi. Buku Motif Batik Jambiyang terbit 2012 menyebutkan warna merah juga telah menjadi identitas batik Jambi kala itu.
Dalam catatannya berjudul ”Djambi”, J Tideman dan FL Sigar menyebutkan pula tentang batik-batik berwarna merah yang sangat menarik perhatian mereka di sebuah kawasan di seberang Sungai Batanghari. Batik berwarna merah itu berada di antara batik-batik lainnya bercorak kuning kecoklatan dengan urat-urat coklat muda dan corak keemasan di atas latar biru tua hampir hitam.
Di kampung-kampung itu, para perempuannya rajin membatik. Keuletan mereka mengundang perhatian dan kekaguman orang dari luar.
Tideman menelusuri bagaimana warna merah menjadi sedemikian hidup di sana. Ia mempertimbangkan kemungkinan asal mulanya dari luar yang dibawa ke Kampoeng Tengah yang kini bernama Kampung Tengah. Bisa jadi karena maraknya perdagangan internasional yang melintasi Jambi kala itu.
Pedagang asal India kerap singgah membawa bahan tekstil dan beras. Begitu pula orang-orang Tionghoa yang disebut orang Melayu sebagai ”orang-orang pasar”. Orang-orang pasar yang singgah lalu membuka kawasan seberang Sungai Batanghari yang masih berhutan. Terbangunlah hunian pecinan baru, tersebar mulai dari Kampung Ulu Gedong, Tengah, Jelmu, hingga Mudung Laut. Dari kawasan itu, batik Jambi terus menyebar hingga ke sejumlah daerah sekitar.
Sekretaris Badan Musyawarah Masyarakat Melayu Seberang Jambi Edy Sunarto menceritakan, akulturasi di kawasan itu mendorong kian meluasnya kerajinan batik. Orang-orang Melayu awalnya menempati Kampung Olak Kemang, Tahtul Yaman, hingga Tanjung Johor, sedangkan belakangan, sejumlah orang Arab yang hendak bersiar agama masuk ke Kampung Arab Melayu. Akulturasi membawa banyak orang-orang di kampung ini turut membatik.
Penulis Belanda, BM Goslings, menelusuri keistimewaan batik Jambi. ”Batik-batik ini, dengan pola yang sangat luar biasa, sebagian besar berwarna merah, tampak kontras dari latarnya yang berwarna hitam kelam. Ada lagi selendang yang indah, tampak dikerjakan dengan rumit dan halus, juga didominasi merah pada hitam dan dengan sedikit biru.”
Pewarna merah pada kain itu disebut kudu-jirek, kepanjangan dari mengkudu (Morinda umbellata) dan kulit kayu jirek (Symplocos fasciculata) yang berfungsi sebagai fiksatif (zat pengawet atau penstabil). Penerapan warna merah dan biru ke hitam pada batik membutuhkan usaha khusus dan waktu yang panjang. Pencelupannya memakan berhari-hari dibandingkan dengan pengolahan sederhana kain masa kini.
Tumbuhnya batik di kawasan Seberang telah membawanya sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Jambi. Dari kawasan Tanggo Rajo, wisatawan dapat menyeberangi jembatan pedestrian Gentala Arasy. Tiba di seberang, mereka akan tiba di kawasan kota tua. Dari situlah, kampung-kampung batik sudah dapat disinggahi dengan berjalan kaki saja.
Di Kampung Jelmu, sebagian besar warganya turut membatik. Salah seorang pembatik, Sofia (40), setiap hari dirinya beserta ayah, ibu, dan saudaranya bekerja membubuhkan lilin pada kain batik. Hasilnya diserahkan kepada salah satu pengusaha batik di sana. Ia sendiri mendapatkan upah Rp 4.000 per meter hasil bubuhan. ”Dalam sehari bisa selesai 30-40 meter,” ujarnya.
Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jambi Berlian Santosa mengatakan, berkembangnya usaha batik di kawasan Seberang selayaknya menjadi bagian dari tumbuhnya ekonomi kreatif. Motif, warna, dan kualitas menjadi kekuatan usaha itu.
Kekuatan batik perlu diperkuat dengan menghadirkan kekuatan kuliner dan kriyanya sehingga menjadi satu kesatuan.
Potensi itu dapat pula dikembangkan sejalan dengan pengembangan wisata di kawasan Seberang yang selama ini identik sebagai kawasan kota tua. Namun, kawasan itu masih perlu diperlengkapi lagi dapat tumbuh menjadi ekonomi yang kreatif. Kekuatan batik perlu diperkuat dengan menghadirkan kekuatan kuliner dan kriyanya sehingga menjadi satu kesatuan. ”Kuliner di kawasan Seberang sudah ada potensinya, tetapi masih perlu dikembangkan lagi supaya bisa mendukung pariwisata batiknya,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi Mariani Yanti mengatakan, tahun lalu telah diselenggarakan acara pawai tengkuluk di kawasan Seberang. Warga mengenakan tengkuluk (kain batik yang digunakan sebagai penutup kepala) berpawai menyusuri rumah-rumah pembatik. Jalur tersebut, katanya, akan dijadikan sebagai jalur wisata kawasan Seberang. Namun, tambahnya, pada tahun ini pawai tengkuluk belum dapat digelar kembali.
Pihaknya mendorong terbentuknya kelompok-kelompok sadar wisata di tiap kampung. ”Pengembangan wisata kami harapkan datang dari tiap kampung. Kami turut mendukung,” katanya.
Edy Sunarto menambahkan, perlu ada dukungan lebih kuat untuk menjadikan Seberang sebagai kawasan wisata. Saat ini, penataan pariwisata di kawasan itu belum tampak jelas. ”Perlu dibuat peta jalur-jalur potensi kunjungannya. Wisatawan membutuhkan informasi itu,” katanya.
Mesipun di kawasan Seberang ada banyak pembatik, kata Edy, kekuatan wisata batik masih belum dilengkapi dengan kuliner. Wisatawan yang lapar saat berkunjung kerap bingung mencari tempat kuliner yang dapat disinggahi di Seberang.