Memakai batik merupakan cara menghormati warisan budaya bangsa dan kearifan lokal. Pemakaian batik oleh generasi muda menjadi salah satu kunci untuk melestarikannya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Beraneka produk batik dipamerkan dalam rangkaian peringatan Hari Batik Nasional 2022 di pusat perbelanjaan FX Sudirman, Jakarta, Minggu (2/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Eksistensi batik sebagai warisan budaya diuji di tengah masifnya pengaruh perkembangan mode dunia. Kepedulian generasi muda untuk memakai batik menjadi kunci dalam melestarikannya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, memakai batik merupakan salah satu cara menghormati warisan budaya bangsa dan kearifan lokal. Ia mendorong generasi muda aktif memakai batik karena dapat menyesuaikan dengan tren mode terkini.
”Untuk anak muda, batik itu fashionable. Jadi, semua generasi mulailah melestarikan batik pada diri kita masing-masing,” ujarnya dalam peringatan Hari Batik Nasional 2022 bersama Yayasan Batik Indonesia (YBI) di Jakarta, Minggu (2/10/2022).
Menurut Agus Gumiwang, menggairahkan pemakaian batik juga mendukung keberlanjutan industri kecil di sejumlah daerah. Selain itu, turut menumbuhkan kecintaan pada produk dalam negeri.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Salah satu batik kreasi peserta Kompetisi Desain Batik Swiss 2019 ditampilkan di Jakarta, Selasa (1/10/2019). Kompetisi tersebut diadakan oleh Kedutaan Besar Swiss dan Ikatan Pencinta Batik Nusantara untuk merayakan Hari Batik Nasional.
”Yang pada gilirannya akan membantu memperkokoh perekonomian nasional,” katanya.
Mantan Menteri Sosial itu mengimbau komunitas batik di Tanah Air untuk mengajukan perlindungan kekayaan indikasi geografis. Hal ini merupakan tanda atau identitas yang menunjukkan daerah asal suatu produk dari faktor lingkungan geografis, seperti alam, manusia, atau kombinasi keduanya.
”Hak kekayaan intelektual itu diberikan secara kolektif dan dimiliki secara komunal oleh masyarakat setempat yang memproduksi batik,” ucapnya.
Ketua Umum YBI Gita Pratama mengatakan, meskipun sudah 13 tahun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia oleh Unesco, batik masih kerap dipandang sebagai busana formal. Hal ini membuat penggunanya hanya memakai batik di waktu-waktu tertentu.
”Kesan inilah yang coba ingin kami ubah. Tentunya tanpa mengesampingkan sejarah, filosofi, dan nilai luhur dari batik tersebut,” ujarnya.
Komunitas batik di Tanah Air diimbau untuk mengajukan perlindungan kekayaan indikasi geografis. Hal ini merupakan tanda atau identitas yang menunjukkan daerah asal suatu produk dari faktor lingkungan geografis, seperti alam, manusia, atau kombinasi keduanya.
Gita menuturkan, dalam peringatan Hari Batik Nasional tahun ini, pihaknya mengusung tema ”Sebarkan Kabar Ba(t)ik”. Menurut dia, batik juga bisa dikenakan dalam beragam situasi, termasuk kegiatan sehari-hari.
Kepedulian generasi muda menjadi salah satu kunci pelestarian batik. Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas dalam memodifikasi batik agar adaptif terhadap tren mode sehingga tetap diminati.
”Keterlibatan anak-anak muda akan menjawab tantangan-tantangan dalam melestarikan batik. Memakai batik bukan hanya dalam kegiatan formal, tetapi juga bisa untuk ke kafe dan tempat hiburan,” ujarnya.
Hal ini sekaligus menghadirkan tantangan bagi perancang busana Tanah Air untuk membuat produk inovatif. Dengan begitu, pasar akan tumbuh dan perajin batik pun semakin bergairah.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia (YBI) Gita Pratama (tengah) menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers peringatan Hari Batik Nasional 2022 di Jakarta, Minggu (2/10/2022).
”Mengembangkan ekosistem ini perlu kolaborasi. Harus ada inovasi agar produknya tidak begitu-begitu saja,” katanya.
YBI dikukuhkan menjadi anggota non-governmental organization (NGO) Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada pertengahan 2022. Gita menyebutkan, status ini menambah motivasi sekaligus tanggung jawab dalam melestarikan batik.
Salah satu fokus program mereka adalah menggelar pelatihan membatik. Sebab, mayoritas perajin batik saat ini berusia di atas 40 tahun.
Padahal, regenerasi perajin merupakan faktor penting dalam melestarikan batik. ”Ini tantangan yang sangat nyata. Dalam pelatihan sebelumnya, ada perajin yang menjadi kaku (membatik) setelah berhenti selama pandemi Covid-19. Jadi, selain memakai (batik), anak muda juga didorong untuk menjadi perajin,” ucapnya.
Siswa kelas VI SD Al Lauzah, Tangerang Selatan, Banten, belajar membatik di sekolahnya, Senin (7/10/2019). Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan proses membatik yang menjadi warisan budaya asli Indonesia kepada anak-anak.
Rekor Muri
Dalam rangkaian peringatan Hari Batik Nasional itu dibentangkan kain batik sepanjang 450 meter di pusat perbelanjaan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Selain itu juga diadakan fashion show atau peragaan busana batik di jalan tersebut.
Kegiatan ini dicatat Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai peragaan busana batik dengan catwalk terpanjang di car free day sepanjang 600 meter. Adapun pameran batik yang menampilkan 80 koleksi Batik Nitik digelar di Museum Tekstil mulai 12 Oktober mendatang.
Ketua Pelaksana Hari Batik Nasional 2022 Nini Djan Faridz mengatakan, kegiatan itu juga diikuti oleh 27 perajin batik yang memamerkan beraneka produknya di mal FX Sudirman hingga 9 Oktober. Sementara pameran batik oleh YBI digelar di Plaza Indonesia, Jakarta.